Happy Reading Guys🖤
Don't forget for follow, vote and comment this story!
******
Perlahan Laura membuka matanya dan melihat ranjang disebelahnya telah kosong. Laura menegakkan tubuhnya sambil menutupi tubuh polosnya dengan selimut. Saat itu juga ia mendengar suara air dari dalam kamar mandi menandakan Oliver sedang membersihkan dirinya.
Saat Laura ingin turun dari atas ranjang, Laura mendengar ponsel Oliver berdering. Perasaan gelisah mulai menghantui Laura saat kembali melihat notifikasi pesan dari wanita itu. Laura mengambil ponsel milik Oliver dan membaca isi pesannya.
"Aku dengar kau berada di Swiss, apa kau pergi ke tempat yang dulu kita datangi bersama? Cepatlah kembali, Aku akan menjelaskan semuanya padamu. Kau hanya salah paham, aku sangat mencintaimu."
Vienneta~
Tubuh Laura seketika menegang setelah membaca pesan itu. Perlahan bulir air mata jatuh dari sudut mata wanita itu. Namun Laura langsung menaruh kembali ponsel milik Oliver dan menghapus jejak air matanya saat mendengar pintu kamar mandi terbuka. Laura beranjak dari tempat tidur dan menggunakan seluruh pakaiannya dan berjalan dengan cepat menuju kamar mandi.
"Kau sudah bangun? Bagaimana.." Oliver menghentikan ucapannya saat melihat Laura melewati dirinya tanpa melirik sedikit pun padanya. Oliver menatap punggung laura yang perlahan menghilang dibalik pintu kamar mandi dengan raut wajah bingung.
"Ada apa dengannya? Dia tidak pernah seperti ini sebelumnya." gumam Oliver.
Oliver kembali berjalan menuju walk in closet untuk menggunakan pakaiannya. Setelah itu ia akan mempersiapkan sarapan untuk mereka. Hari ini ia akan melayani istrinya dengan baik.
Laura yang berada di dalam kamar mandi melepas semua pakaian yang ia gunakan dan berjalan menuju bathtub untuk berendam menghilangkan semua pikiran tentang wanita yang bernama Vienneta. Laura merasa sedih bercampur kecewa saat mengetahui tebakannya benar. Ternyata Oliver memiliki hubungan dengan wanita itu.
"Jika benar, maka aku menjadi penghalang hubungan mereka." gumam Laura sambil menatap langit kamar mandi.
"Tapi kenapa Oliver berpisah dengannya?" Berbagai pertanyaan kembali muncul di kepala wanita itu. Laura bertekad untuk mengetahui semuanya tentang hubungan Oliver dengan Vienneta.
Laura dengan cepat menyelesaikan ritual mandinya dan segera menghampiri Oliver untuk mempertanyakan hal itu. Namun saat Laura keluar dari kamar mandi, ia melihat Oliver tidak ada di kamar. Laura berjalan menuju walk in closet untuk menggunakan pakaiannya lalu berjalan keluar untuk mencari keberadaan Oliver.
Saat menuruni tangga, betapa terkejutnya Laura saat melihat seluruh keluarga dan sahabatnya telah berkumpul di ruang tamu. Laura berjalan dengan cepat menuruni tangga untuk menghampiri mereka semua.
"Jangan berlari seperti itu sayang, nanti kau bisa terjatuh." ujar Oliver memperingati Laura saat melihat wanita itu berlari menuruni tangga.
Laura tidak menghiraukan ucapan Oliver dan langsung berhambur ke dalam pelukan ibunya.
"Aku sangat merindukanmu mom." Adellia terkekeh pelan saat melihat putrinya bergelayut manja di pelukannya.
"Mommy and Lisa juga merindukanmu sayang." Laura tersenyum dan melepas pelukannya pada ibunya lalu beralih pada Lisa yang ada di samping ibunya.
"Bagaimana keadaanmu? Maafkan kakak karena tidak pernah menjengukmu ke sana." ujar Laura dengan penuh penyesalan.
"Aku baik-baik saja kak, ada mommy yang menjagaku." ujar Lisa dan tersenyum ke arah Laura.
Laura merasa lega saat melihat keadaan adiknya yang terlihat sangat bugar. Ia bersyukur jika operasi yang dijalani Lisa berjalan dengan lancar dan penyakit itu benar-benar sudah hilang dari tubuhnya.
Adellia dan kedua orang tua Oliver beranjak dari tempat duduknya menuju kamar yang ada di rumah itu untuk merapikan barang mereka. Sedangkan Ellaine dan Lisa sudah pergi ke belakang rumah untuk bermain. Tinggallah mereka berenam berada di ruang tamu itu.
"Bagaimana perjalanan kalian?" Tanya Laura pada keempat sahabatnya.
"Cukup melelahkan, rasanya pinggangku ingin copot karena terlalu lama duduk." ujar Jessica membuat semua orang yang ada di sana tertawa.
"Itu karena kau tertidur selama tujuh jam dengan posisi yang sama." ujar Jean membuat Jessica memperlihatkan deretan giginya. Laura menggelengkan kepalanya heran saat mengetahui kebiasaan tidur Jessica tidak pernah hilang. Bahkan jika pergi menggunakan mobil bersamanya, baru lima menit mereka naik ke dalam mobil wanita itu sudah bisa tertidur pulas.
"Sudahlah, lebih baik kalian membawa barang kalian ke kamar. Setelah itu aku ingin mengajak kalian pergi keluar." ujar Laura dan dijawab anggukan oleh keempat sahabatnya.
Saat itu juga keempat sahabat Laura beranjak dari tempatnya dan membawa masing-masing koper mereka ke dalam kamar tamu di rumah itu. Untungnya di rumah itu ada banyak kamar tidur sehingga mereka tidak perlu pusing mencari tempat tinggal.
"Kalian ingin kemana?" Tanya Oliver pada istrinya.
"Aku hanya ingin mengajak mereka berkeliling." jawab Laura singkat. Oliver menaikkan satu alisnya saat melihat Laura yang terlihat sangat ketus kepadanya. Bahkan saat ini wanita itu tidak menatap kearahnya saat sedang berbicara.
"Apa aku membuat kesalahan?" Tanya Oliver membuat Laura terdiam cukup lama.
"Tidak." jawab Laura singkat.
"Lalu kenapa kau terlihat kesal?" Laura menghela nafas kasar saat mendengar pertanyaan Oliver. Ia masih bingung apakah harus mempertanyakan hal itu sekarang atau tidak.
Saat Laura ingin mengeluarkan suaranya, tiba-tiba ponsel Oliver berdering menandakan ada panggilan yang masuk. Oliver mengambil ponsel yang ada di sakunya dan menatap layar ponsel untuk melihat siapa yang telah menelponnya.
"Kenapa tidak kau angkat?" Tanya Laura saat Oliver tidak kunjung menerima panggilan itu. Namun saat itu juga Laura melihat Oliver mematikan ponselnya membuat Laura sedikit curiga.
"Itu tidak penting sayang, aku.." belum selesai Oliver berbicara namun mereka kembali mendengar ponsel milik Oliver berdering.
"Terimalah, mungkin itu sangat penting." ujar Laura lalu beranjak dari tempat duduknya membiarkan Oliver menerima panggilan itu.
"Sayang kau ingin kemana?" Tanya Oliver saat melihat Laura berjalan menjauh darinya. Namun Oliver tidak mendengar jawaban dari istrinya itu.
Laura berjalan dengan cepat meninggalkan Oliver menuju kamarnya. Lebih baik ia pergi bersama para sahabatnya untuk menghilangkan kekesalannya.
Hari ini Laura dan keempat sahabatnya akan bermain sky di dekat rumahnya. Laura telah menggunakan pakaian yang tebal agar ia tidak kedinginan.
"Ayo kita pergi." ajak Laura dan berjalan keluar rumah menuju tempat yang cocok untuk ia dan keempat sahabatnya bermain sky.
"Apa Oliver tidak ikut?" Tanya Stevanie saat melihat Laura tidak bersama suaminya.
"Tidak, dia sedang sibuk." ujar Laura dengan nada sedikit kesal. Keempat sahabatnya itu langsung saling menatap satu sama lain dan menyimpulkan jika terjadi masalah dengan rumah tangga Laura saat ini.
"Baiklah, ayo kita bersenang-senang sekarang." ujar Kelvin dan mereka langsung bersorak gembira membuat Laura tertawa menghilangkan kekesalannya.
Mereka pun akhirnya menuju ke sebuah puncak yang cocok untuk dijadikan tempat bermain sky. Di sana mereka tertawa bersama menikmati liburan yang selama ini mereka idamkan. Sesekali terjadi perang salju saat mereka saling mengejek satu sama lain. Namun hal itu membuat Laura sangat bahagia.
Laura yang sedikit kelelahan berjalan menuju sebuah pohon dan duduk dibawahnya. Kelvin yang melihat itu segera menghampiri Laura dan membiarkan yang lainnya bermain.
"Lelah hm?" Tanya Kelvin dan dijawab anggukkan oleh Laura.
"Apa kau sedang ada masalah?" Tubuh Laura seketika menegang saat mendengar pertanyaan dari Kelvin. Sahabatnya itu memang paling peka jika ia sedang ada masalah. Bahkan tebakannya tidak pernah meleset sedikit pun.
"Entahlah, aku sangat bingung." ujar Laura sambil menghela nafas berat.
"Kau bisa bercerita padaku." sesaat Laura menatap ke arah Kelvin untuk meyakinkan dirinya, apakah ia menceritakan semuanya atau tidak. Namun ia juga belum mengetahui kebenarannya.
"Bukan masalah besar, kau tidak perlu khawatir. Tapi terima kasih karena sudah mengkhawatirkanku." ujar Laura membuat Kelvin menganggukkan kepalanya.
"Kau sudah seperti adikku sendiri. Kau harus menghubungiku jika terjadi sesuatu, mengerti?" Laura terkekeh pelan saat mendengar ucapan Kelvin. Namun saat itu juga ia langsung menganggukkan kepalanya mengerti.
Setelah beberapa jam mereka bermain, akhirnya mereka memutuskan untuk kembali ke rumah. Saat mereka sampai di rumah, Laura melihat Oliver telah menggunakan pakaian yang sangat rapi.
"Kau ingin kemana?" Tanya Laura dengan raut wajah bingung.
"Aku harus kembali ke New York sekarang, ada masalah di perusahaan yang harus aku tangani." jelas Oliver.
"Baiklah, aku akan bersiap" ujar Laura. Namun saat Laura ingin melangkah menuju kamarnya, Oliver dengan cepat menarik lengan wanita itu membuat Laura menatap penuh tanya.
"Tidak perlu sayang, kau nikmati liburanmu disini bersama yang lainnya. Kau tenang saja, aku akan kembali ke sini dengan cepat." ujar Oliver membuat Laura sedikit curiga. Oliver tidak pernah melarangnya untuk ikut. Bahkan saat Oliver ingin ke Paris, pria itu memaksanya untuk ikut. Namun kali ini berbeda, Oliver melarangnya.
'Apa dia ingin bertemu dengan wanita itu?' Batin Laura.
"Baiklah, hubungi aku jika kau sudah sampai di New York." ujar Laura dengan raut wajah sedih. Oliver yang melihat raut wajah sedih dari istrinya langsunh menarik Laura ke dalam pelukannya dan mengecup keningnya dengan penuh kasih sayang.
"Tunggulah, aku akan menyelesaikan masalah itu dengan cepat." ujar Oliver dan dijawab anggukkan oleh Laura.
Laura mengantar Oliver menuju depan rumah dan melambaikan tangannya saat ia melihat mobil yang dikendarai mulai menjauh. Sekali lagi Laura menghela nafas saat rasa khawatir kembali menghantuinya. Khawatir jika Oliver tidak akan kembali ke sisinya.
"Semoga apa yang aku pikirkan salah." gumam Laura sambil memegang dadanya yang terasa sesak setiap memikirkan hal itu. Akhirnya Laura memutuskan untuk kembali ke dalam rumah untuk berkumpul dengan keluarga dan sahabatnya.
Di sisi lain, Oliver melajukan mobil yang ia kendarai dengan kecepatan tinggi. Setelah Hans menghubunginya dan mengatakan terjadi masalah di perusahaannya, Oliver dengan cepat mengemas pakaiannya untuk kembali ke New York. Walaupun hatinya sangat enggan untuk pergi dari sana karena ia harus meninggalkan istrinya.
Hanya butuh beberapa menit untuk Oliver sampai di bandara. Pesawat pribadi miliknya telah bersiap untuk mengantarnya kembali ke New York. Pilot dan beberapa pramugari telah menunggu kedatangan Oliver di sana.
"Kita berangkat sekarang." ujar Oliver dengan tegas lalu berjalan menaiki tangga untuk memasuki pesawat pribadinya.
Oliver menjatuhkan tubuhnya di salah satu kursi yang ada di sana. Beberapa menit kemudian, ia mendengar suara pramugari yang mengatakan jika pesawat akan lepas landas.
'Maafkan aku sayang, aku akan segera kembali.' batin Oliver dengan rasa bersalah. Liburan yang selama ini ia impikan bersama istrinya hancur sudah. Oliver berjanji akan membuat rencana kembali untuk berlibur bersama istrinya.
*****
Tiga hari kemudian, Laura terbangun tanpa Oliver di sampingnya. Bahkan ia sudah terbiasa terbangun tanpa suaminya itu. Wanita itu menegakkan tubuhnya di atas ranjang dan menggulung asal rambut panjangnya. Setelah beberapa menit menyadarkan dirinya, Laura akhirnya turun naik atas ranjang menuju walk in closet untuk membersihkan dirinya.
Setelah selesai membersihkan dirinya, Laura berjalan keluar kamar menuju ruang tamu. Saat menuruni tangga, Laura melihat semua orang berkumpul di meja makan untuk menyantap makanan yang terjadi di atas meja. Laura pun berjalan dengan cepat untuk bergabung bersama mereka semua. Mereka akhirnya menyantap sarapan sambil bercerita satu sama lain membuat suasana di meja makan itu terasa sangat ramai.
"Sepertinya kami tidak bisa berlama-lama di sini. Perusahaan pasti membutuhkan kami." ujar Jean membuat Laura menatap sedih ke arahnya.
"Kalau begitu aku juga ikut dengan kalian, sudah lama aku meninggalkan pekerjaanku. Bagaimana menurut mommy?" Tanya Laura mencari pendapat orang tuanya dan juga kedua mertuanya.
"Tentu saja kau bisa kembali bersama sahabatmu, tapi mungkin kami akan tetap tinggal disini untuk beberapa hari lagi." ujar George menanggapi ucapan Laura dan disetujui oleh Megan dan Adellia. Laura tersenyum senang saat keluarganya menyetujui keputusannya.
"Baiklah, kalian harus berhati-hati. Segera hubungi mom jika kau sudah sampai di sana." ujar Adellia terhadap putrinya. Laura tersenyum senang dan beranjak dari tempat duduknya untuk memeluk ibunya dengan erat.
Setelah itu, Laura dan keempat sahabatnya berjalan menuju kamar mereka masing-masing untuk merapikan pakaian mereka. Laura sangat senang setelah akhirnya ia bisa kembali ke New York dan artinya ia akan segera bertemu dengan Oliver. Laura sangat merindukan pria itu.
"Lebih baik aku tidak perlu memberitahu Oliver tentang kepulanganku. Aku akan memberikannya kejutan." gumam Laura dengan senyum mengembang diwajahnya.
Beberapa menit kemudian, akhirnya Laura dan keempat sahabatnya telah selesai mengemas pakaian mereka dan berkumpul di depan rumah dengan membawa koper masing-masing. Sebelum pergi Laura memeluk ibu dan kedua mertuanya dengan penuh kehangatan. Sebenarnya ia masih ingin berkumpul bersama keluarganya, namun ia harus kembali untuk menemani Oliver di sana.
"Ingat hubungi kami jika kalian sudah sampai di sana." ujar Megan dan dijawab anggukkan oleh Laura.
"Tentu mom, jaga diri kalian baik-baik. Aku pasti akan merindukan kalian." ujar Laura dengan raut wajah sedih.
"Kami juga akan merindukanmu sayang."
Laura beralih pada dua gadis kecil yang berdiri di dekatnya. Laura memeluk Lisa dan Ellaine secara bergantian dan mengusap lembut puncak kepala mereka.
"Kalian jangan menyusahkan daddy and mommy, mengerti?" Ujar Laura pada kedua adiknya.
"Siap bos." ujar mereka serempak membuat Laura dan yang lainnya terkekeh pelan.
Akhirnya Laura dan keempat sahabatnya memasuki mobil yang telah disiapkan untuk mengantar mereka ke bandara. Laura membuka kaca jendela mobil dan melambaikan tangannya kepada keluarganya.
'Tunggu aku Oliver.' batin Laura saat mobil mulai melaju meninggalkan rumah menuju bandara. Namun siapa sangka, sebuah kejutan telah menanti Laura di sana.
*****