- ending fairy -
Jaehyun sudah sadar. Ah ya, ini sudah seminggu sejak kejadian di mana pria itu kecelakaan. Jaehyun memutuskan untuk berhenti bekerja menjadi buruh dan membantu Jeje menjalani bisnis dessert. Semuanya berjalan dengan sangat lancar, para pembeli semakin hari pun semakin banyak.
Jeje tidak membolos, kok. Dia membantu Jaehyun setelah pulang sekolah, dibantu oleh ketiga temannya dan juga Jiji serta Chenle.
"Kudengar kau masuk ekskul musik ya?" tanya Jeno. Dia merupakan salah satu pelanggan di tempat ini. Dan sekarang, ia sedang berbincang sebentar dengan Jeje.
"Iya, kau juga ya?" Jeno mengangguk cepat.
"Lusa ada sebuah acara, mau nyanyi bareng? Biar acaranya tidak terlalu kosong," tawar Jeno diiringi dengan eyes smile miliknya yang menawan. Jeje tersenyum kikuk, diam-diam dia melirik ke arah Jiji yang tengah menatapnya dengan begitu tajam. Tatapan tidak suka.
Ibaratnya yeಥ‿ಥ
"A-aku—"
"Tiga menit saja. Kita hanya sumbang suara sebentar. Lagipula, anak-anak sekolah kita sedang suka lagu-lagu yang sedang viral sekarang, kalau kita membawakannya itu bukan ide yang buruk, kan? Acara bisa jadi lebih ramai dan jauh lebih seru," sela Jeno.
"Iya sih, tap—"
Duk!
"Pesananmu, Jen." Jiji datang dan menghentak kecil piring berisi pancake ke meja Jeno, tak lupa dengan tatapan tajam yang ia lontarkan pada Jeno.
"Kamu kembali bekerja, fokus pada pekerjaan dan jangan lalai. Harus profesional," ucap Jiji sambil menatap ke arah Jeje. Dia pun menarik lengan Jeje pergi dari sana, gadis yang ditarik oleh Jiji hanya bisa menghela napas pasrah.
Ia jadi tak enak hati pada Jeno, padahal Jeje belum menjawab permintaan pemuda tersebut.
"Pinjam dapurnya sebentar, jangan ada yang masuk," tegas Jiji seraya mengedarkan pandangannya pada semua orang, kecuali para pembeli.
"Kali—" Ucapan Jaehyun terpotong, tepat ketika Jiji sedikit membanting pintu tersebut tak lupa dia membawa Jeje ke dalamnya.
"Kau ini kenapa? Aku dan Jeno bahkan belum selesai berbicara, bagaimana kal—"
"Aku cemburu." Jiji menatapnya tanpa ekspresi sambil bersidekap dada. Jeje tersenyum kecil sembari menahan tawanya. Ekspresi Jiji ketika cemburu itu sangat lucu menurut Jeje.
"Kita hanya membicarakan acara yang akan diadakan di sekolah lusa nanti. Aku dan dia boleh membawa satu lagu, kan?" Jeje tampak sedikit takut dengan tatapan tajam yang dilontarkan oleh Jiji.
"Aku juga bisa menyanyi," sahut Jiji.
"Tapi, Ji—" Jeje membelalakkan kedua matanya kala Jiji mengangkat tubuhnya ke atas meja portable. Kedua tangan pemuda itu kini berada di samping kiri-kanan tubuhnya. Jeje terdiam, berkali-kali dia mengejapkan matanya ketika bertukar pandang dengan Jiji.
"Tidak boleh. Jeje gak boleh nyanyi sama cowok lain," desis Jiji.
"Ih, tapi itu juga ada untungnya! Acara akan lebih seru nanti, terus kemampuan nyanyiku juga bisa meningkat dari sebelumnya," tutur Jeje. Keduanya kini terdiam membiarkan semilir angin pelan dari jendela membelai mereka.
"Izinkan aku ya?" Jeje mengedipkan matanya berkali-kali tak lupa kini ia juga mengerucutkan bibirnya. Jiji masih sama seperti tadi, hanya diam dan tak bereaksi apapun sama sekali.
Ah, sial. Jeje jadi malu karena sudah bertingkah aneh dan berakhir diacuhkan oleh pemuda itu.
"Sung, ini beneran gak boleh?"
"Aku mau ikut, yayaya?" Jiji tidak terima. Dia benar-benar tidak suka dengan oknum yang bernama Lee Jeno itu sekarang. Berani sekali mengalihkan perhatian Jeje darinya?
"Aku—"
Jeje tertegun kala Jiji membungkamnya dengan mencium bibir mungilnya. Tangan Jiji sendiri kini menekan tengkuknya agar memperdalam ciuman tersebut. Jeje masih sangat terkejut dengan perlakuan pemuda itu, belum lagi hanya ada mereka berdua di sini.
Jiji terdiam sebelum ia menjauhkan wajahnya dari sana, dan menangkup wajah Jeje. "Sung ...."
"Gadis nakal."
"Aku cemburu tau," ketus Jiji.
"Aku janji tidak ada apa-apa dengan Jeno, hanya nyanyi bareng aja kok!" Jeje menatap penuh harap kepada kekasihnya.
"Jiji juga gak perlu takut, Jeje—"
Cup!
Jiji mengecup singkat bibirnya sebelum terkekeh. "Ih, kok cium aku?!"
"Kenapa? Emang Jeje gak suka? Yaudah ganti gaya," ucap Jiji. Perlahan dia mendekat kembali, membiarkan ujung hidung mereka saling bersentuhan. Jiji tersenyum kecil, ia pun mengecup berkali-kali bibir Jeje sebelum beralih pada kedua pipi tembam milik sang gadis.
Jeje mencoba menjauh, tapi tidak mudah. Tenaganya kalah jauh dengan Jiji, ia hanya bisa pasrah dengan Jiji yang kini hampir menciumi seluruh wajahnya. "Jeje gak boleh sama Jeno. Aku gak izinin, apapun caranya. Oke?"
"Tapi—"
"Jeje gak boleh nakal." Jiji mengecup sekilas ujung hidung Jeje.
"I-iya." Jeje memalingkan wajahnya untuk menghindari tatapan dari Jiji.
Ceklek!
"Kalian ... cepat lanjutkan bekerja!" seru Jaehyun. Jeje bernapas lega saat itu juga, ia pun segera meninggalkan Jiji dari tempat tersebut.
"Kau jangan macam-macam dengan adikku," ancam Jaehyun dengan mendengus sebal.
"Enggak macam-macam kok, Kak. Cuma satu macam aja." Jiji tersenyum tak berdosa.
Jaehyun menggelengkan kepalanya sebentar. Kini, semua orang pun kembali pada aktivitasnya. Jiji, Chenle, dan juga Sunji menyiapkan dessert untuk para tamu. Sisanya melayani para pembeli yang baru masuk ke dalam kafe.
Diam-diam, Jeje melirik sebentar ke arah Jiji yang tengah sibuk melayani para tamu. Ia pun segera menghampiri Jeno yang belum pulang dari sana. "Jen, lagu apa yang mau dinyanyikan?"
"Wah, kau mau ikut?" Jeje mengangguk antusias. Ini adalah kesempatan emas, dia tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Urusan Jiji ... mungkin nanti ia pikirkan.
"Nanti aku beri tau, aku pamit dulu. Sampai jumpa!" Jeno beranjak dari sana sambil melambaikan tangannya ke arah Jeje. Gadis itu tersenyum dan membalas lambaian tangan tersebut.
- TBC -
🌚🌝
Annyeong! Apa kabar kalian?! Semoga baik-baik aja ya, dan makasih buat kalian semua yang udah baca chapter kali ini semoga aja kalian suka, wkwkwk.
Janlup vote dan komennya kawan-kawan 😗 bubayy!!