Kadang waktu menjadi sesuatu yang membunuh ketika pertemuan yang tak diinginkan terjadi
__________________
Nabila tersenyum menatap layar ponselnya. Tak menyangka IP semester pertamanya ini hampir mencapai sempurna, yaitu 4,00.
IP sendiri ialah singkatan dari indeks prestasi, yaitu nilai tugas dan kehadiran mahasiswa selama satu semester ini. Nabila berhasil menduduki IP tertinggi diangkatannya dalam jurusan perbankan, tak tanggung-tanggung 3,97 yang diraihnya. Sontak nama Nabila jadi perbincangan beberapa dosen.
Yang pertama muncul dipikiran Nabila ialah kak Malik. Berkat kebaikan kakak tingkatnya itu, banyak kesulitan tugas yang bisa Nabila selesaikan dengan sempurna. Terlebih, kumpulan soal-soal yang diberikannya, semuanya benar-benar membantu Nabila saat finaltes seminggu lalu.
"Kak Malik hari ini sibuk nggak?" tulis Nabila menghubungi laki-laki itu.
Tak butuh waktu lama, laki-laki itu terlihat sedang mengetik membalas ajakan Nabila.
"Tumben kamu nanya ini duluan :) " balas Malik diakhiri dengan emot senyum.
Masih berpikir untuk membalas, ternyata Malik mengirim pesan lagi.
"Oh... Mau traktir saya yaa? Kata anak-anak IP kamu paling tinggi diangkatan."
Nabila mengulum senyum. Mengirimkan emot jempol.
"Kafe yang waktu itu kita ngerjain powerpoint ya kak :)" kirim Nabila lalu mematikan ponselnya dan mendatangi kedua sahabatnya yang sudah menunggu.
"Senyum-senyum, napa kamu Bil?" tanya Yudha yang menatap tak mengerti.
Mendengar pertanyaan sahabatnya, Nabila tambah tersenyum sambil meraih helmnya yang tergantung dikaca spion Nabila.
"Yuk Ra, jalan sekarang. Hari ini aku traktir kalian..." kata Nabila sambil naik dan duduk dibelakang jok motor Tiara.
"Untung udah nikah, kalau nggak banyak yang daftar kamu Bil..." kekeh Tiara lalu menyetarter motornya dan berlalu dari kampus itu.
Nabila tertawa sambil memukul punggung Tiara pelan. "Sembarangan!" pekik Nabila.
Tak sampai lima menit, mereka bertiga sudah sampai di kedai es krim. Yudha dan Tiara langsung memesan es krim semau mereka. Kebetulan, pagi tadi Nabila memang meminta uang lebih pada suaminya setelah memeriksa KHS-nya dari siakad.
"Aku udah pesen tiket pesawat untuk kita bertiga, dua hari lagi kita berangkat." kata Yudha sambil menatap Nabila dan Tiara bergantian.
Tiara berlonjak gembira sambil menyuap es krimnya, sedang Nabila membelalak tak percaya.
"Beneran Yud?" tanya Nabila sambil melipat tangannya gelisah diatas meja. "Kok gak ngobrol dulu sih, main pesen aja." kata Nabila lagi dengan nada datar dan tatapan serius.
"Beneran. Kan kita udah ngomongin ini seminggu yang lalu. Kita udah fix juga kan mau pulang barena naik pesawat habis finaltes. Ada yang salah?" sahut Yudha santai tanpa merasa bersalah.
"Gak ada sih." Nabila mengangkat tangannya gelisah lalu memegang tengkuknya dengan wajah bingung. "Cuma aku belum ngomong masalah ini ke kak Kholil. Dan tiga hari itu bentar lagi berarti." aku Nabila seraya menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi.
"Emang kalau ngomong nanti malam gak diijinin?" sambung Tiara bertanya.
"Kayaknya diijinin sih... Cuma pas kak Kholil mau ikut gimana?" tanya Nabila pada dua sahabatnya termasuk dirinya sendiri.
Yudha tertawa. "Menurut aku sih... Kak Kholil gak bakal ikut. Kan kamu sendiri Bil yang bilang kalau dia sibuk sama tugas-tugasnya yang segudang itu." ceplos Yudha.
"Bener Bil. Udah... Ntar malem ngomong aja kalau kamu kangen rumah, atau mau ngambil sesuatu." kata Tiara memberikan ide.
"Ya udah... Nanti malam aku ngomong deh. Lagian ngapain juga di rumah gak ada kerjaan..." cebik Nabila sambil menegakkan tubuhnya kembali dan menyantap es krim dihadapannya.
Yudha dan Tiara menatap Nabila lekat, lalu mereka tertawa bersamaan.
"Mm... Lupa." ucap Yudha tak jelas karena sambil mengulum es krim. "Kenapa tadi senyam-senyum terus langsung ngajakin traktir es krim?" tanya Yudha.
Nabila tersenyum sambil menatap empat buah mata yang memandanginya serius.
"Aku-" tahan Nabila seperti biasanya, menunggu salah satu diantara mereka mengomeli terlebih dahulu.
"Hamil?" tembak Tiara dengan suara lumayan keras, membuat pengunjung di kafe itu menoleh ke arah mereka bertiga duduk.
Nabila yang mendengar hal itu langsung terbatuk-batuk. Yudha memundurkan kepalanya sambil menutup mulut tak percaya.
"Tuh kan? Ya ampun Bil..." Tiara histeris melihat respon Nabila yang seolah apa dikatakannya barusan adalah rahasia yang terbongkar.
"Sembarangan!" sahut Nabila setelah batuknya mereda.
Tiara dan Yudha yang tadi mundur, kini mencondongkan kepalanya ke atas meja.
"Terus?" tanya Yudha.
"IP aku tertinggi diangkatan." jawab Nabila datar karena terbawa kesal atas tudingan Tiara.
"Oh... Makanya jangan kebiasaan ngerjain orang." kekeh Yudha sambil menatap wajah sahabatnya yang memerah.
"Lagian kan kalau hamil beneran gak papa, enak lagi." ceplos Tiara tersipu sendiri mengucapkan itu.
"Enak apanya buncit begitu?" Nabila menjawab dengan mata memutar.
"Kalau aku nonton itu, suami bakal manjain istrinya kalau lagi bunting." cerita Tiara lagi sambil tersenyum.
"Dasar korban drakor!" ledek Yudha sambil menatap sinis Tiara yang tersenyum sendiri.
Nabila hanya geleng-geleng kepala menyaksikan dua manusia disebrangnya adu mulut tanpa peduli pengunjung lain yang mencuri pandang.
"Ajaib banget kalau aku hamil. Kayagituan aja gak pernah." batin Nabila sambil menyuap es krimnya cepat. Setelah ini, dia akan meminta tolong Tiara untuk mengantarnya ke kafe diperempatan jalan raya.
_______________________
"Janjian sama siapa sih Bil...? Penasaran tau..." paksa Tiara. Hampir lima menit Nabila berdiri dihalaman kafe karena gadis berkulit putih itu menahan lengannya erat.
Nabila memandang Tiara lekat. Dia memang belum menceritakan tentang kak Malik kepada sahabatnya. Lagipula menurut Nabila itu bukanlah hal penting yang perlu diceritakan. Dan jika Nabila menceritakannya, otomatis dia akan menceritakan juga apa tujuannya dekat dengan kakak tingkatnya itu.
Dan itu tandanya, Tiara dan Yudha akan tahu kalau rumah tangganya dengan kak Kholil memang tidak harmonis seperti persangkaan mereka.
"Temen." jawab Nabila asal akhirnya.
"Astagfirullahhal'adzim Bil... Ngomong kek dari tadi. Kamu kan tau nih bocah kepoan banget jadi orang!" omel Yudha sambil menendang ban motor Tiara. Otomatis Tiara yang masih duduk di motornya berteriak ketika motornya maju perlahan.
"Yudha!!!!" teriak Tiara sambil menekan kakinya ditanah agar motornya berhenti bergerak.
"Sorry yaa Ra, Yud. Soalnya aku nggak enak... Masa janjian sama teman sekelas tanpa ngajakin kalian..." ucap Nabila tercekat sendiri. Demi menutupi masalah rumah tangganya, tak apalah Nabila membohongi dua sahabat baiknya itu sekali-sekali.
"Santai kali Bil... Udah deh kalau gitu, buruan masuk. Panas tau dari tadi berdiri disitu." sahut Tiara menoleh pada Nabila sambil tertawa.
Nabila tertawa pelan menutupi ketidakenakan hatinya. Merasa bersalah.
"Ya udah yaa... Kita balik duluan." ucap Yudha lalu menyalakan mesin motornya dan berlalu bergabung dengan kendaraan lainnya di jalan raya.
"Dah Bil... Hati-hati nanti pulang..." ucap Tiara sambil memberikan kiss jauh dan menutup kaca helmnya.
Nabila melambaikan tangannya sambil meringis. Melepas nafas lemas lalu berjalan pelan memasuki kafe.
Nabila mengambil tempat duduk di meja pas disudut kafe. Dia baru dua kali ke kafe ini, itupun Malik yang memperkenalkannya.
Sambil menunggu yang ditunggu datang, Nabila memesan juz alfukat. Tak lupa menyalakan wifi gratis yang memang disediakan pihak kafe untuk para pengunjung.
Hampir menyerupai rumah kaca, kafe itu di dominasi warna coklat elegan beratap kaca bening hingga cahaya matahari langsung. Meskipun begitu, lampu-lampu hias tetap tergantung rapi menghiasi. Suasana tenang benar-benar tercipta, sangat cocok untuk tempat curhat dan menenangkan diri.
Mendekati lima belas menit Nabila menunggu. Malik belum datang dan mengirimkan pesan apapun seandainya tidak bisa atau ada urusan.
Nabila memutuskan menghubungi kakak tingkatnya itu. Waktunya akan terbuang banyak kalau terus duduk disini menunggu. Lagipula, Nabila bertemu untuk mentraktir sekaligus ingin bertanya-tanya lebih banyak tentang sejauh apa kedekatan suaminya dan sahabat perempuannya itu.
"Kak Malik dimana?" tanya Nabila saat laki-laki itu mengangkat telfonnya.
"Di depan kamu. Masa gak liat?" ucap laki-laki itu sambil terkekeh, Nabila menatap kedepannya. Benar saja orang yang ditunggunya itu sudah berdiri disebrang meja.
"Sorry..." kata Malik sambil menutup sambungan ponsel dan menyimpan ke saku celananya.
"Gak papa kak." Nabila tersenyum menatap sekilas wajah Malik.
"Lama yaa nunggunya? Tadi nungguin mereka tuh." jelas Malik sambil menolehkan kepalanya ke arah luar kafe.
Nabila mentautkan kedua alisnya.
"Mereka?" batin Nabila dengan jantung meledak-ledak. Otaknya berpikir keras menebak-nebak.
Menunduk, menormalkan perasaannya yang mulai tak karuan, Nabila menelan juz alfukat yang sudah terasa hambar.
Jangan sampai maksud kak Malik itu-
"Assalamualaikum..." ucap seseorang yang suaranya sangat familier ditelinga Nabila meskipun dari jarak terjauh sekalipun.
Malik menjawab salam temannya yang datang itu. Sedang Nabila masih menunduk menyembunyikan wajah.
"Siapa?" terdengar lagi suara seorang perempuan. Nabila meremas ujung bajunya, perempuan itu tak pernah jauh dari suaminya.
"Yang waktu itu adik tingkat aku ceritain ke kalian..." kata Malik lagi.
Mendengar namanya disebut, Nabila mengangkat kepala pelan. Mencoba tersenyum pada dua teman yang dimaksud oleh Malik.
Dua wajah itu tampak terkejut saat bersitatap dengan Nabila.
"Ayo duduk Lil... Pit..." ucap Malik. Nabila cepat memalingkan wajahnya, mencoba rileks dengan menyedot minumannya.
Nabila sama sekali tak menyangka jika Malik membawa Kholil dan Fitri.
"Oh... Ini yang ngajak kamu ketemuan?" ucap Fitri yang duduk disebrang Nabila.
Otomatis secara bersamaan, Kholil dan Malik menatap sahabatnya itu.
Nabila mencoba tersenyum sambil memegang gelas juznya erat. Menahan lidahnya menyebutkan kata-kata kurang pantas untuk perempuan itu.
Menatap perempuan itu sedikit, mata Nabila tak sengaja bersitatap dengan Kholil yang duduk tepat disebelahnya.
Malik yang merasa suasana jadi hening, angkat suara.
"Oh ya... Kalian belum saling kenal kan? Ini Nabila adik tingkat yang aku ceritain nilai IP-nya tertinggi diangkatannya." Kata Malik mencairkan suasana.
Nabila yang sudah panas sendiri duduk semeja dengan Fitri, mengulurkan tangannya.
"Nabila Azzura Rahman." ucap Nabila.
Nabila bisa melihat saat Fitri memandangi wajah dan telapak tangannya bergantian. Tak lama, tangan perempuan itu menjabat tangan Nabila pelan.
"Fitri Anugrah." sahutnya lalu segera melepas tangan Nabila.
Nabila menelan liur sebelum menoleh ke arah suaminya. Tanpa terduga, Kholil mengulurkan tangannya duluan ke hadapan Nabila. Nabila menyambut malas. Ia terkejut ketika tiba-tiba Fitri menarik jemarinya cepat.
Nabila yang menyadari itu langsung melepas tangan Kholil seketika.
Kholil sendiri berusaha bersikap biasa meskipun tak menyangka perempuan yang akhir-akhir ini diceritakan Malik ternyata adalah istrinya.
"Ehm... Maaf yaa Nabila. Di dalam islam itu, bersentuhan dengan yang bukan mahram nggak boleh." ucap Fitri yang tentu saja masih syok melihat Nabila yang dengan santainya memegang telapak tangan Kholil.
Nabila mengangguk-angguk tanpa menatap si pembicara. "Oh... Kalau misalnya berduaan sama orang yang kita suka itu apa hukumnya kak?" tanya Nabila sambil menatap bola mata Fitri yang memandanginya.
Malik dan Kholil menatap Nabila dengan pikiran yang berbeda-berbeda.
"Tetap gak boleh. Takutnya terjadi fitnah. Kayak kamu ngajak Malik ketemuan, ini sebenarnya nggak boleh. Untung saya sama Kholil ikut datang." jawab Fitri. Tak sadar Nabila tersenyum tipis sedikit sinis, suasana benar-benar semakin tak nyaman.
Nabila memutar kepalanya ke arah Malik tanpa sedikitpun membiarkan matanya bersitatap dengan Kholil.
"Oh ya kak Malik, saya cuma mau bilang makasih banyak, sudah bantuin ngerjain tugas kuliah." Ucap Nabila pendek tanpa memperdulikan dua manusia lainnya.
"Iya sama-sama. Oh ya, sebenarnya saya-" Kata Malik tertahan lalu menunduk membuka tas ranselnya.
Nabila tak menatap kemanapun selain Malik.
"Tadi lama ke sini soalnya beliin sesuatu buat kamu..." tanpa sungkan ada keberadaan dua sahabatnya, Malik mengeluarkan kotak sedang bewarna coklat muda.
Belum Nabila menyahut, Kholil sudah terbatuk-batuk.
Nabila menoleh, memandangi bagaimana sibuknya perempuan berjilbab itu mencarikan air untuk suaminya. Pelan, Nabila menarik nafas panjang.
Nabila bisa menangkap kalau Kholil menatapnya dengan penuh tanda tanya.
Setelah batuknya berhenti, Nabila kembali memalingkan kepalanya ke arah Malik.
"Kamu mau pesan apa Bil? Kalian juga, Pit, Lil?" ucap Malik lalu menyodorkan kotak yang dipegangnya untuk Nabila.
"Sweet banget sih..." timpal Fitri. Nabila menoleh dan tersenyum sebisanya. Matanya tak bisa menghindar dari tatapan Kholil.
"Makasih ya kak?" sahut Nabila lalu memasukannya ke dalam tas.
Karena merasa sudah tidak tahan dan tidak ada gunanya berlama-lama di kafe itu, Nabila berpamitan pada Malik bahwa dia harus segera pulang.
"Kok buru-buru Bil? Traktirannya gimana?" cegah Malik.
Nabila membuka mulut menjawab ragu. "Iya kak, soalnya ini lagi buru-buru."
"Oh... Padahal ini terakhir ketemu lo. Besok kan sudah liburan. Kamu kemana?" tanya Malik lagi.
"Emm... Pulang kampung kak." jawab Nabila tanpa menoleh sedikitpun pada Kholil.
Tanpa menyapa Kholil atau Fitri, Nabila langsung berlalu dari tempat itu dengan tergesa-gesa.
Malik sedikit aneh dengan sikap Nabila.
Kholil ingin segera pulang menyusul Nabila untuk melepaskan ribuan tanya diotaknya.
Sedang Fitri masih sedikit kesal, kenapa harus perempuan itu yang dipertemukan Malik denganya.
Nabila melangkah, menyetopkan taksi. Rasa tak menyangka dan kesal benar-benar menyatu dalam dirinya.
Entah ini akhir atau awal dari permainannya.
________________
Vote and komennya jangan lupa
Follow juga wattpad authornya yaa
See you again :)