Halo, maaf ya kemarin gak ada kabar hampir. Selain habis kuota juga lagi ngerjain laporan yg tiba tiba muncul (lagi). T_T
.
.
Selamat membaca
Bagian duapuluh tiga
***
"Suka gak?" dokter Aftar menutup mataku membawaku ke taman belakang rumahnya, kemudian memintaku duduk dan membuka penutup mataku perlahan. Aku menerjapkan mata untuk mengusir keburaman dimataku.
Aku melihat dekorasi yang indah bernuansa putih, di dekat pancuran kolam ikan, ada gitar akustik yang aku tebak dia akan menyanyi sesuatu untukku. Aku duduk di bawah di sebelahnya beralaskan gelaran dari kain warna biru. "Ini cake kamu yang buat?"
Dia mengangguk. Lebih bagus hiasan dia daripada punyaku. Dia mengecup pipiku sekilas saat aku masih mengamati kue buatannya. "Makan aja."
Dia kemudian mengambil gitarnya lalu menyanyikan lagu Photograph yang aku sukai akhir akhir ini, suaranya begitu mergu hingga aku menekuk lutut menatapnya yang sedang bernyanyi, sesekali tertawa karena dia aku ganggu saat bernyanyi hingga membuat beberapa lirik salah. Aku mengambil whipecream semprot lalu menyemprotkannya ke atas ke arah kami berdua, mengusapkannya rata ke wajah dia karena dia meraup wajahku dengan wiped cream dengan satu tangannya yang besar.
"Nda udah Nda, aku lagi nyanyi." Dia mengeluh saat aku menyusuri wajahnya dengan jariku dimulai dari alis kemudian turun ke hidung hingga ke bibir merona miliknya, tatapannya masih sama seperti biasanya, "Udah ah kamu bikin gak konsen."
Dia meletakkan gitarnya dan aku menepuk tangan menyoraki dirinya yang memposisikan diri seperti konser priabdi. "Konsen apa enggaknya itu tergantung iman kali," Aku menghelak saat dia berusaha meraihku.
"Ih udah, geli. Jangan di kelitikin mulu." Dia menarikku dalam pelukannya membuat wajah kami saling bertatap karena dia mengeratkan pinggangku.
"Makasih ya udah mau nerima aku." Katanya usai mengecup bibirku.
Aku memainkan rambutnya yang berantakan, merapikannya dan dia melakukan hal yang sama. "For my pleasure."
Dia memelukku, menumpukkan dagunya di bahuku. Mungkin dia bakal sakit punggung karena memelukku terus terusan.
Cake buatan dokter Aftar seperti brownis yang berisi cream blueberry mint, aku bisa membayangkan bagaimana dia membuatnya. Dia pasti berdiri di pantry sambil menggunakan apron terus tangannya memegang pisau, aku suka cara dia menggunakan pisau baik pisau bedah maupun pisau dapur karena saat itulah otot ototnya kelihatan.
"Kamu kok bisa masak?" Aku menyuapinya dengan garpu di tangan kiriku, dia tak keberatan ya mungkin karena tinggal di luar negeri lama. Aku terbiasa dengan tangan kiri, bukankah aku pernah bilang kalau aku ambidextrous?
Dia mengambilkan teko berisi sirup siap minum dari kulkas, membawanya ke meja tempat kami makan lalu menuangkannya ke gelas setengah volume dan memberikannya ke aku dahulu. Dia selalu seperti itu, memposisikanku sebagai orang pertama yang mendapatkan sesuatu.
"Waktu di Amrik kan aku sendiri." Dia menaruh gelasnya yang baru saja habis isisnya kareana ia teguk habis.
Aku memainkan garpu diatas piring, "Bukannya orang tua kamu di Amrik?"
Dia memutar mutar tubuhnya diatas stool, "Kalau aku dari SMP kayaknya disana, terus orangtua ku pindah pas aku kuliah di UI." Aku mengangguk ngangguk, menggigiti sisa cake di garpu.
dokter Aftar mengusap ujung bibirku yang belepotan selai isi cake tadi, lalu berdiri mengajakku keluar lagi. Entah kenapa dia terus terusan mengajakku pergi akhir akhir ini, gapapa lah mungkin dia lagi gak ada jadwal.
Dia mengusap kepalaku mengacak acaknya lalu kembali fokus menyetir, "Ah kamu sukanya ngacak ngacak." AKu mengambil kaca diatas mobil lalu merapikannya kembali. Aku tidak tahu dia kan membawaku kemana yang penting hari ini aku bisa dengannya. Aku menyandarkan kepalaku di bahunya, memejamkan mata menghirup aromanya yang sampai menempel di sofa apartement ku.
"Ayo naik bianglala?" tawarnya.
Aku tak peduli sore menjelang malam atau panas menerpa ku aku menggenggam tangannya menyusuri jalan setapak di Sindu Kusuma Edupark, mengayun ayunkannya lalu tersenyum menghadapnya. "Kamu seneng banget Nda,"
Dia kemudian mengulurkan tangannnya mengeratkan bahuku, aku dapat melihat matanya yang menyipit karena dia menatap bianglala yang kabarnya tertinggi se Indonesia itu. "Kenapa takut?" ejekku sambil berjalan maju karena antrian sudah mulai bergerak.
"Enggak." Dia berkata di telinga ku. "Kayaknya kita nyoba yang lain dulu, ini kelamaan." AKu memandang antrian yang sungguh membludak ini.
dokter Aftar mengajakku bergerak ke tempat lain, mulai dari bumper car hingga segway sudah kami lakukan. Dia selalu menabrakku hingga aku kalah, bahkan aku terjtuh dari segway hanya karena dia menyundulku. dokter Aftar hanya tertawa, sungguh dia raja tega jika sudah bertanding permainan.
"Beli ice cream yuk yang," dia melepaskan helm safety ku lalu mengajakku keluar dari aera segway dan berjalan ke penjaja es krim.
"Kamu gak ada jadwal?" tanyaku sambil menerima uluran ice cream nya. "Biasanya kan kamu paling sibuk." Dia asik memakan es krimnya, aku mengulurkan tangan menaikkan lengan kemejanya se siku lalu mengambil eskrimku kembali yang dokter Aftar pegang.
Wajahnya mengekspresikan seolah tak suka dengan pembahasan ini. "Gapapa, pengin aja habisin waktu sama kamu." Aku tersenyum, begitu mudah kata kata maupun perlakuan dia yang membuatku terpesona.
"Kamu udah minum obat pereda nyerinya?" aku membuang sisa eskrim yang meleleh ke tong sampah, kemudian menyentuh dahinya. Semalam aku berlari ke unit nya pukul dua pagi karena dia mengeluh sakit kepala, tak urung aku harus membantunya supaya tertitur kembali mengingat dia baru saja pulang dari operasi.
dokter Aftar mengangguk. "Udah ayo udah mau malam, naik apa?"
"Flying chair terus naik bianglala tadi ya?" dia mengacak rambutku tanda setuju lalu kami berbaris antri di antara orang orang. "Rumah kamu yang baru kapan dipakai?"
Aku duduk di kursi sebelah dia, lalu operator mengencangkan sabuk pengaman kami sebelum berputar kencang. "Itukan buat kamu."
Wajahku kini tak berekspresi, bisa bisa nya dia mengatakan hal semudah itu. I mean 700 juta diberikan untukku? Jadi sejak awal kemarin dia sudah mempersiapkannya untukku dan aku seperti orang bodoh yang tidak tahu apa apa?
"Makanya jadi orang jangan polos banget Nda," Sial dia ketawa meledekku usai meraup wajahku. Mau tak mau aku ikut tertawa bersamanya, putaran Flying Chair ini tak cuma diselingi lagu yang berputar saja tapi cerita cerita dokter Aftar yang membuatku tertawa, mulai dari bagaimana dia pernah mengompol saat menaiki tornado di dufan ataupun hal hal yang seharusnya bersifat pribadi untuknya.
Aku merasa bahagia menjadi orang yang paling mengenalnya saat ini, berbahagia bersama berbagi cerita satu sama lain, saling mengungkapkan kasih sayang melalui caranya sendiri. "Bagus view nya," ucapku saat sarang bianglala yang kami tempati berdua ini berhenti sebentar di atas, sorot lampu gemerlap kota Jogja yang menyala membuatku takjub. Ini pertama kalinya melihat view kota jogja dari ketinggian 100 meter an diatas permukaan tanah.
"Suka?" tanyanya sambil ikut caraku menatap dari kaca, posisinya di sebelahku jadi kalau aku melihat dari jendela maka wajahnya berada di sampingku dan jika aku menoleh akan bersentuhan langsung dengan pipinya.
"Iya,"
Dia membalik pertanyaan lagi. "Iya apa?"
"Suka."
Ish, selalu mencecar pertanyaan retoris. "Siapa?"
"Kamu."
Dia tersenyum memelukku dari belakang setelah mengecup pipiku sebentar, kebersamaan kami tak berlangsung lama karena dia mendapatkan panggilan tiba tiba menggangu kami yang sedang asik asiknya bersama, sehingga egitu turun dari bianglala dia langsung menjauh dari ku.
Aku menyeruput minumanku, menatapnya yang kebingungan didepanku usai mendapatkan telepon. "Gapapa pergi aja." Putusku yang sejujurnya aku tak rela karena aku tahu siapa yang meneleponnya.
"Nda?"
Aku memasang senyuman yang semanis manisnya di depannya.
Penipu.
"Gak papa, aku gak pernah marah kalau itu pasien kamu."
Dengan berat hati dia mengikuti keinginanku, memelukku dan mengecup keningku sebentar lalu pergi. Masih sama, ku tatap nyalang dengan perubahan wajah yang berarti sedih melihat punggungnya menjauh meninggalkanku disini sendiri.
-000-
Terimakasih sudah membaca sejauh ini. Jangan lupa apresiasikan karya penulis dengan vote/komen dan bagikan jika menurut anda menarik.