Killer King

By dayory-club

50.7K 7.5K 1.1K

Park Jihye dan Jeon Jungkook telah menjalin hubungan sejak keduanya duduk di bangku kelas 1 SMA. Akan tetapi... More

PROLOG
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7

Chapter 4

6.5K 956 138
By dayory-club

Selepas acara meminta pelukan hangat di jalanan tadi, aku malah menjadi canggung dengan Jungkook sekarang. Meski kami dulu pernah berpacaran tapi situasi dan keadaan sekarang membuatku merasa kaku. Setidaknya rasa lelahku bisa surut sedikit karena dapat mendekap punggung Jungkook.

Kurang lebih selama lima belas menit kami menempuh perjalanan menuju ke rumahku. Aku juga memberitahu Jungkook alamatku yang baru, karena rumahku yang lama sudah kujual.

Akhirnya, motor ducati hitamnya itu berhenti tepat di depan rumah sederhanaku. Aku langsung turun dari motornya, sedikit mengulum bibir ketika menyodorkan helm miliknya  dan membungkuk hormat, "Terima kasih atas tumpangannya Pak Jungkook."

"Pak Jungkook?" pria itu menatapku bingung, "Ingat Jihye, kita tidak sedang berada di tempat kerja. Panggil aku seperti biasa."

Oh, iya aku paham itu. Aku pun hanya menganggukkan kepala menurut. Mataku berotasi melihat keadaan sekitar rumah yang sudah sepi, kukira Jungkook akan  menyalakan kembali mesin motornya tapi yang kudapat pria itu malah masih diam menatapku seraya mengerjapkan mata.

"Kau tidak mempersilakan tamumu untuk masuk?"

Tunggu––apa, aku kan tidak menganggapnya sebagai tamu sekarang. Lagipula yang memaksa untuk diantar pulang bukan aku, tapi dia. Ah, iya aku selalu ingat sifat Jungkook ini. Pemaksa.

"Ini sudah malam Kook, lebih baik kau pulang." Aku menunduk kikuk.

Jungkook tidak menghiraukanku, pria itu malah ikut turun dari motornya sembari mendekap jaketnya erat-erat, "Kau tidak sopan sekali ya, dengan tamu. Omong-omong aku haus."

Belum sempat kujawab, Jungkook sudah mendahuluiku berjalan menuju ke pintu utama rumah. Seingatku, tidak pernah sama sekali ada orang yang memaksa ingin bertamu ke rumah seperti dia. Bukan aku yang tidak sopan, tapi dia sebagai tamu.

Memang dingin sekali di luar malam ini, yah mungkin memang sebaiknya aku membuatkan Jungkook secangkir teh. Anggap saja balas budi untuk yang tadi saat aku meminta pelukan hangatnya. Setidaknya sama-sama hangat, kan. Meski konteksnya berbeda.

Saat membuka pintu, pandanganku langsung tertuju ke arah ruang tengah. Rumah ini memang sempit sekali, saat Jungkook masuk ia terhimpit sedikit di pojok dinding karena aku berada di sampingnya juga. Usai melepas sepatuku, aku menuntun Jungkook untuk duduk di sofa. Sedangkan aku menuju ke dapur membuatkannya teh.

Iya, hanya teh. Tanpa kue dan kudapan yang lainnya. Karena sekarang aku hanya akan membeli barang dan kebutuhan yang sangat penting saja.

Sembari membuatkan Jungkook teh, mataku melirik ke arahnya yang tengah memperhatikan bagaimana keadaan rumahku dari dalam. Yah, memang sudah tidak seperti dulu lagi. Hidupku sekarang susah. Bisa makan dan mengenyangkan perut saja aku sudah sangat bersyukur.

"Jihye, kau kah itu?" runguku mendengar suara serak ibu mendekat. Wajahnya ketika datang terlihat lemas.

"Kenapa ibu keluar kamar? Kyongwoo kemana?" Rasa khawatirku mulai muncul, ibu selalu kusuruh agar diam dan tidak melakukan hal berat dalam rumah agar sakitnya tidak kambuh.

"Kyongwoo sedang mengerjakan tugas, biarlah. Ibu hanya ingin mengambil air," Bisa kulihat wanita yang melahirkanku itu berjalan pelan menuju ke arah galon mengambil air, di telapak tangannya ada dua butir tablet.

Helaan napasku terdengar, keadaan ibu memang sudah pulih sejak dikeluarkan dari rumah sakit. Tapi aku juga harus siaga semisal sakit ibu kumat lagi, dan masalah biaya yang menjadi tanggunganku.

Setelah secangkir teh buatanku selesai, aku menghampiri ibu, "Ibu sudah makan? Mau Jiya buatkan sesuatu?"

"Tidak, ibu sudah makan tadi." Kedua manik ibuku melihat ke arah tanganku yang membawa secangkir teh, dengan refleks ia menoleh ke arah ruang tengah. "Oh, ada tamu ternyata,"

Ibu menghampiri Jungkook, sedangkan laki-laki itu sontak berdiri dan membungkukkan diri memberi salam pada ibuku. "Selamat malam Bi, masih ingat aku?" Jungkook menampilkan senyum manisnya.

Kulihat ibu menautkan alisnya seolah mengingat kembali ingatannya dengan wajah laki-laki yang terlihat familiar di depannya itu, "Jungkook?"

"Iya, Bi," Jungkook mengusap leher belakangnya.

Ibuku nampak mengangguk, lalu ia melirik ke arahku seakan memberi pertanyaan kenapa Jungkook bisa ada di sini, "Ah itu Jungkook adalah pemilik kafe tempat Jiya bekerja, tadi dia mengantar Jiya pulang sekalian mampir."

Sungguh, ini canggung sekali. Ibu sudah tahu kalau aku dan Jungkook pernah menjalin hubungan semasa sekolah. Jungkook dulu kadang kalau sempat, akan datang ke rumahku, untuk mengerjakan tugas bersama. Karena saat itu memang Jungkook pintar dan menjadi murid teladan. Jadi ibu pasti mengingat wajah Jungkook sampai sekarang.

"Kau sekarang jadi pemuda yang sukses, ya. Gayamu tidak pernah berubah,"

Senyum Jungkook tidak pernah luntur saat mendengar rentetan pujian dari ibuku. Lalu ibu menyuruhku untuk mengantar teh yang masih kubawa itu pada Jungkook.

"Jungkook, maaf ya Bibi tidak bisa menemanimu berbincang di sini." Ibuku menarik napas panjang, terlihat letih.

"Tidak apa-apa, Bibi istirahat saja. Biar Jihye yang menemani di sini."

Sebelum masuk ke dalam kamarnya, ibu sempat memberi Jungkook senyuman dulu. Setelahnya keheningan mulai kembali merajai ruang tengah ini, aku meletakkan teh di meja depan Jungkook. Kami duduk berhadap-hadapan.

"Sejak kapan ibumu sakit begitu? Apa sakitnya parah?" tanyanya.

Sebagai seorang yang sudah tidak menjalani hubungan apapun lagi, seharusnya aku tidak bercerita pada Jungkook tentang masalah keluargaku. Tapi, aku merasa ibu dan Jungkook pernah akrab dan kenal, Jungkook wajar untuk tahu.

"Sudah lama, sejak ayah bekerja di luar kota sakitnya mulai muncul." Aku menyadari gurat kasihan yang Jungkook torehkan, langsung aku menambahkan lagi, "Tapi sekarang ibuku sudah lumayan baik. Jangan khawatir."

Terkadang aku berpikir untuk tidak membiarkan Jungkook mengasihaniku. Rasa penyesalanku masih ada sampai saat ini ketika tahu dirinya pernah sakit hati karena ulahku. Aku juga tidak bisa memprediksi nasib di masa depanku saat itu, jadi mungkin Jungkook memandangku berbeda sekarang.

"Lumayan baik bagaimana? Wajahnya pucat sekali, kau tak lihat?" Bola mata Jungkook berpendar menatapku lekat.

"Untuk apa kau khawatir, lagipula aku bisa mengatur semua ini sendirian." Terdengar sarkas, tapi jika kalian berada di posisiku mungkin akan sama berpikir begitu. Aku dulu tidak pernah mengasihani Jungkook, bahkan ketika aku sempat berselingkuh darinya.

Aku merasa, Jungkook tidak mungkin sepeduli itu padaku. Sangat sulit untuk aku percaya. Tak ada yang tahu isi hati dan pikiran orang lain mengenai kita. Dan yang paling penting, harga diriku terasa rendah sekarang. Dulu aku sombong dan egois, tapi untuk sekarang ... tidak.

Merasa malu pernah berlaku kejam padanya, dan sekarang Jungkook malah ingin memberikan sesuatu yang baik padaku. Paham akan keadaanku sekarang yang sedang kesusahan, ia mau menerimaku dengan mudah.

Dari wajahnya aku tahu, ia benar-benar khawatir tentang keadaanku sekarang.

"Jiya, kau mengira aku sekejam apa? Semua orang punya rasa peduli termasuk aku, meski kita sudah dikatakan sebagai mantan kekasih. Setidaknya kita pernah bersama kan,"

Aku memandang cangkir teh di depan yang terlihat kepulan panasnya menguap, ini terasa ganjal. Memang aku juga begitu, tak akan pernah bisa melupakan masa lalu. Tapi apa ia masih bisa memaafkanku untuk perlakuan yang dulu? Aku hanya merasa takut.

"Jungkook ... kumohon, bersikaplah seperti tidak ada hubungan apa-apa antara kita di masa lalu. Anggap aku orang baru di kehidupan."

Kulihat Jungkook menatapku kosong. Sungguh, kalau ditanyakan apakah aku masih menyimpan rasa padanya, jawabannya ... iya masih. Tapi aku berpikir apakah ia mau menerimaku lagi setelah apa yang sudah aku lakukan padanya. Rasanya sulit. Dan aku juga tidak mau.

Sekian detik aku terdiam aku merasakan tanganku diusap oleh telapak tangan hangat milik Jungkook, ia mendongak menatapku dengan serius. "Jiya, kau bisa memikirkan ucapanku saat di jalan tadi,"

Aku mengerjap beberapa kali, tiba-tiba kaku diberikan tatapan yang pernah mengisi hari-hariku dulu. Aku tak yakin apa yang aku rasakan sekarang, yang aku tahu sepertinya perasaanku padanya mulai tumbuh lagi.

Jungkook mengusap pelan jemariku, dan tak lupa memberikan senyum teduhnya, "Kita bisa kembali seperti dulu lagi, Jiya."

***

Terima gak? Diajak balikan tuh.

Dari Ry, untuk semuanya. Selamat malmingan~

dayory♥

Continue Reading

You'll Also Like

3.6M 210K 91
Ziel adalah candu. Tawanya Candanya Aroma tubuhnya Senyum manisnya Suara merajuknya dan Umpatannya. . . . "Ngeri bang." - Ziel "Wake up, Zainka."...
2.1M 68.3K 86
Highrank 🥇 #1 Literasi (24 November 2023) #1 Literasi (30 Januari 2024) #3 Artis (31 Januari 2024) #1 Literasi (14 Februari 2024) #3 Artis (14 Fe...
180K 26.2K 51
A day in my life si penguasa rumah, yaitu Lalisa Manoban. Si boss baby yang hadir tanpa terduga dan dengan kehadiran nya itu membuat suasana rumah me...
170K 14.9K 79
menikah secara terpaksa yang di lakukan oleh ten karna harus menikahi duda anak dua karna alasan untuk menyelamatkan nyawa eomma dan appa nya karna m...