Benang Merah [Proses Terbit] βœ“

By todayisfina

835K 48.6K 4.6K

((Maaf, sebagian part sudah di-unpublish untuk kepentingan terbit πŸ₯ΉπŸ™)) - ✨ Cerita terpilih untuk Reading Li... More

Prolog
1: Lama berpisah, menikah juga.
2: Pasangan baru yang kaku
4 - Pengenalan dan pendekatan keluarga
5: Beradaptasi dengan hidup yasfar
6: Simulasi menjadi pasutri normal
7: Kediaman Hadiatama yang ramai
8: Kathanika Si Paling Kepo
9: Perkara Cumi Lada Hitam
10: Menjawab Pertanyaan
11: Lupakan Masa Lalu
12: Kekhawatiran Nika
13: Mendengar Curhatan Nika
14: Kelakuan Yasfar
15: Dua Bentuk Penyatuan
16: Masalah Tidak Jelas
17: Perjalanan Hadiatama
18: Kejutan
19: Amarah Nika
20: Naik Pitam
21: Sebelum Adanya Pernikahan
22: Memilih Menunda
23: Satu Lingkaran
24: Berharap Diperhatikan
25: Mengaku Salah
26: Perhatian yang Aneh
27: Suka Yasfar
28: Bermalam di Butik
29: Ungkapan Dari Hati
30: Janji Bersama
31: Pertunangan Teman
32: Saling Membersamai
33: Long Distance Marriage
34: Belum Siap Menerima
35: Sudah Kembali
36: Kencan Halal
37: Kabar Bahagia
38: Tanpa Diduga
39: Hadiah Untuk Nika
40: Pengakuan
✨ VOTE COVER ✨
⋆.* Preview Novel Benang Merah πŸŽ€
✨ PRE-ORDER NOW✨
❗LAST DAY PO❗

3: Kesabaran setipis tisu

19.6K 1.5K 112
By todayisfina

Jangan lupa buat selalu vote dan komen yaaa biar aku semangat lanjut ceritanya :)) kalau berkenan boleh follow juga akun ini :))

💫

"Pindah dulu, Yasfar. Ishh!" Nika mendesah kesal. Susah sekali membangunkan suaminya yang kembali tidur sehabis salat. Mati-matian Nika mendorong tubuh Yasfar agar menyingkir dari kasur, tetapi memang bobotnya luar biasa! Nika sampai terengah-engah dan hanya bisa mendengkus sekarang. "Yas ... ini bed cover-nya mau diganti, loh," lanjutnya dengan suara dilembut-lembutkan.

Nika benar-benar risi sekaligus malu. Masalahnya, kasur yang ditempatinya sekarang jadi terkena bercak darah datang bulannya yang tembus. Saat bangun dan menyadari kasurnya kotor, Yasfar sudah lebih dulu terlelap di sebelahnya. Lantas, Nika menghubungi pihak hotel sambil mencoba membangunkan Yasfar. Namun, laki-laki itu tidur seperti batu saja.

Yasfar masih tidak bergerak sama sekali. Suara ngoroknya memenuhi semua sisi kamar tersebut. Nika meringis saat menoleh ke arah pintu sebab seorang housekeeper sudah menunggu sejak beberapa menit lalu. Duh, Yasfar bikin malu saja!

"Mas, boleh minta tolong?" tanya Nika dengan sopan.

"Ya, Mbak? Apa yang perlu dibantu?"

Sesaat, Nika melirik sinis ke arah Yasfar. "Bantu dorongin suami saya, Mas."

"Eh, dibangunin maksudnya, Mbak?"

Nika menggeleng cepat. "Susah kalau dibangunin, Mas. Dorong aja ke lantai."

"Aduh ... gimana, ya, Mbak. Nggak sopan. Saya nggak berani," kata si housekeeper sambil menggaruk telinga. "Mending suaminya dicium aja, Mbak, pasti ntar bangun."

"Cium?" Nika berpikir sejenak, mempertimbangkan saran itu. Hm, tidak buruk menurutnya. Melihat Yasfar tidur nyenyak begitu malah membuat Nika merasa sepi karena biasanya suara Yasfar yang galak dan cerewet itu selalu memenuhi pendengaran. "Mas, balik badan dulu, ini adegan suami-istri tidak untuk dipertontonkan," kata Nika sambil menyengir.

Laki-laki pekerja hotel itu menurut, memutar badan menghadap ke pintu. Sementara Nika mengamati wajah Yasfar yang sedang tidur. Posisi laki-laki itu terlentang, jadi Nika bisa melihat wajahnya secara keseluruhan. Jari telunjuk Nika menyentuh pelan-pelan janggut yang menjadi salah satu daya tarik suaminya. Geli-geli gimana gitu saat disentuh. Nika sampai terkikik gemas.

"Ini kalau iseng ditarik-tarik pasti bakal lebih seru, ya?" Ide itu benar-benar menarik dan menggelitik sisi jail Nika.

Nika serius melakukan itu. Jari-jari Nika mulai bergerak menarik sedikit demi sedikit janggut Yasfar. Awalnya tidak ada respons, tetapi lama-lama, Yasfar terusik dan menggeram marah, sementara matanya masih tertutup rapat.

"Bangun!" Nika mendorong-dorong badan Yasfar. Huh, tetap saja tidak mempan! Nika mengubah ide. Ia usap-usap keningnya sendiri, lalu dengan keras membenturkan ke kening Yasfar sampai berkali-kali.

"Arrghh!" geram Yasfar yang sudah bangkit menjadi duduk. Ia menggeleng-geleng keras sambil mengusap kening yang terasa sakit. Nika yang terkejut langsung mundur, menjauhkan diri. "Nika, lo bisa diem nggak, sih? Gue ngantuk!"

Nika pun mengelus keningnya karena merasa ngilu juga. "Nanti lanjut lagi tidurnya. Ini bed cover-nya mau diganti, Yasfar. Kamu mau kena darah mens aku?"

"Hah?" Mata Yasfar spontan terbuka lebar, menatap tajam Nika sebelum mengikuti pergerakan telunjuk Nika yang mengarah pada bercak merah di tengah-tengah kasur. "Nikaaa! Ada-ada aja, sih, lo!"

"Ya, kan, nggak sengaja."

"Lain kali pakai pempers manula aja lo."

"Yasfar ...." Nika mencubit geram lengan Yasfar sampai mengaduh. "Malu, ih!" rajuknya sambil melirik ke arah pintu.

Yasfar ikut melihat ke arah pintu dan menyadari ada orang lain selain istrinya. "Ya, udah, buruan ganti." Ia segera pindah ke sofa dengan posisi duduk, tetapi kepala bersandar di punggung sofa. Kepalanya terasa berat dan pusing sebab bangun dalam keadaan kesal dan terpaksa.

Nika mempersilakan housekeeper untuk mengurus kasur, sementara dirinya menyusul duduk di samping Yasfar. "Udah jam tujuh, nih. Ayo, sarapan. Kamu nggak laper? Yang lain udah pada nunggu di resto."

"Gue pusing," balas Yasfar ketus.

Raut wajah Nika muram, tiba-tiba menjadi tidak enak hati karena Yasfar meringis berkali-kali. Nika tahu betul rasanya bangun tidur yang dipaksakan. Akhirnya, Nika mendempetkan badannya dan tangannya bergerak menyentuh ujung-ujung pelipis Yasfar.

"Bagian mana yang pusing?" tanya Nika lembut.

Namun, Yasfar langsung menepis tangan Nika keras. "Siapa yang ngizinin pegang-pegang?" Mata Yasfar menatap tajam.

"Katanya pusing? Aku bantu pijat."

"Nggak usah."

Nika mendengkus. "Padahal pijatan aku enak."

"Percaya, tapi nggak perlu ke gue, deh." Mengabaikan Nika yang sedang manyun, Yasfar sudah kembali bersandar dan memejamkan mata.

"Sudah selesai, Mbak."

Wajah muramnya berubah ramah. "Oh, iya. Makasih, Mas."

Housekeeper sudah pergi. Sekarang, Nika yang pusing memikirkan cara membujuk Yasfar untuk sarapan bersama-sama. Jujur saja, cacing-cacing di perut Nika sudah memberontak minta dikasih perhatian.

"Yas, kamu nggak mau sarapan bareng di resto?"

"Lo aja sana."

"Keluarga kita udah nungguin, loh?"

"Terserah." Yasfar mendorong pelan tubuh Nika agar tidak dempetan lagi dengannya, soalnya Yasfar mau kembali naik ke kasur dan berniat tidur lagi. "Bilang aja gue sakit. Pesenin makanan lewat room service."

"Ntar sakit beneran, gimana?"

Satu bantal melayang ke wajah Nika. Siapa lagi kalau bukan Yasfar yang melempar. "Gue beneran pusing, Nika! Lo kalau mau makan, ya, makan aja sana."

Nika memberengut sambil melempar kembali bantal di tangannya dan kena kepala Yasfar. Lagi-lagi, Yasfar menggeram jengkel. Benar-benar, ya, mau tidur enak aja, selalu ada gangguan.

Nika menghela napas panjang. Makin lelah saja menghadapi Yasfar yang kesabarannya setipis tisu dibagi dua. Sebaliknya, Yasfar pun makin jengkel dengan Nika yang terus saja mengganggunya.

"Ya, udah, aku pesanin makan aja," kata Nika pasrah.

Untung saja ia sudah bersiap-siap untuk pergi sarapan. Jadi, tidak perlu menunggu apa-apa lagi untuk keluar dari hotel. Ia memakai turtle neck seukuran tubuhnya yang kemudian dilapisi kardigan batik rancangannya sendiri, sementara bawahannya nengenakan celana kulot berwarna gelap. Jilbabnya sederhana saja, hanya memakai bella square.

Yasfar tidak menjawab apa-apa, membuat Nika tersinggung. "Nggak jadi, deh. Pesan aja sendiri," katanya dengan nada menyebalkan, menyemburkan minyak pada api. Yasfar sudah siap melempar bantal lagi, tetapi Nika sudah lebih dulu berlari keluar dari kamar.

***

Suasana restoran hotel sudah ramai ketika Nika tiba di sana dan menyapa hangat mama dan mertuanya yang berada di satu meja. Nika bisa merasakan kehangatan ketika berada di antara keluarga Yasfar. Interaksi yang tercipta tidak semata-mata membahas tentang kekayaan yang biasanya menjadi bahan omongan yang paling diutamakan. Untungnya, mereka memilih membahas tentang kesehatan, silsilah keluarga, hobi yang disenangi, pokoknya proses untuk saling mengenal antar keluarga.

Jujur, begini rasanya lebih tenang daripada bersama Yasfar yang kerjaannya marah-marah melulu. Nika merasa lebih bebas di sini, ia lebih banyak ngobrol sambil tersenyum dengan suasana hati yang gembira. Ah, rasanya seperti keluar dari sekapan penjahat.

Namun, kebebasannya terasa direnggut kembali saat melihat Yasfar tiba-tiba datang dengan penampilan yang santai.

"Yas-" Mulut Nika tertutup rapat kala satu kecupan mendarat di keningnya. Setelahnya, Yasfar mengusap-usap kepala Nika sambil tersenyum manis.

"Kamu udah sarapan?" tanya Yasfar dengan amat lembut.

"U-udah."

Nika terkejut. Kamu? Kamu? Tidak salah dengar apa? Kepala Yasfar habis terbentur pintu lift apa bagaimana? Benar-benar sebuah keajaiban seorang Yasfar yang emosian tiba-tiba datang dengan senyuman manis, kecupan hangat, suara yang lembut.

Jenitha-mama Yasfar-yang duduk berhadapan dengan Nika, tersenyum lebar menyambut putranya. "Yasfar, tadi kata Nika kamu sakit. Kok, ke sini?"

Yasfar menempati kursi di samping Nika yang memang kosong sejak awal. Masih mempertahankan senyuman, Yasfar pun akhirnya menjawab, "Iya, Ma, emang tadi kepala berasa berat banget. Tapi, ingat Nika ke sini sendirian, aku jadi nggak enak."

Nika mengalihkan wajahnya yang sedang menampilkan raut sinis. Ih, pinter banget aktingnya. Lebih cocok jadi aktor daripada model.

Fariska, yang duduk di samping Jenitha pun menyahut, "Duh, padahal nggak apa-apa, loh, kamu istirahat di kamar aja."

Yasfar hanya menjawab dengan senyuman. Sementara satu tangannya diam-diam bergerak menyentuh paha Nika dan sedikit meremasnya. Nika menahan suaranya mati-matian. Ia melirik Yasfar sambil memukul punggung tangannya, tetapi Yasfar tidak mau berhenti.

Yasfar berbisik geram, "Lo beneran nggak pesenin gue makanan, ya, Cil? Gue tunggu sampai perut keroncongan, nggak datang-datang."

"Aku bilang, kan, pesan sendiri aja," balas Nika ikutan berbisik sambil menahan geli karena tangan Yasfar malah tambah meremas pahanya.

Cil? Apaan pula itu?

"Bocah prik. Kalau suami lo ini mati karena pusing dan kelaparan, gimana? Siap lo jadi janda?"

Nika membalas dalam hati, Siap buat cari pengganti, mumpung belum jatuh hati.

Namun, buru-buru ia mengubur jauh pikiran aneh itu. Nika menggeleng cepat. Jangan sampai begitu. Meskipun belum ada rasa untuk Yasfar, tentu Nika tidak pernah punya pikiran untuk mengakhiri pernikahan mereka dengan cara apa pun, termasuk membiarkan suaminya yang galak itu mati kelaparan.

Yasfar menjauhkan tangannya dari paha Nika saat mendengar Fariska berbicara, "Nika, ambilkan makanan buat suamimu, gih. Kasihan, dia pasti lapar."

Yasfar tersenyum miring. Bisa-bisanya mamanya lebih paham daripada dia sendiri. Dasar bocil.

"Iya, Ma," jawab Nika yang tidak mau memperpanjang masalah, sekaligus bisa kabur sesaat dari tatapan Yasfar yang mengerikan. Dekat-dekat dengan laki-laki itu membuat hawanya mencekam. Suasana hati Nika berubah suram lagi.

- bersambung

💫

Bagaimana chapter kali ini? Bisa dinikmati? Udah ada bumbu-bumbu bucinnya nggak sih? wkwkwk

Ikutin terus rumah tangga Nika sama Yasfar yaaa! Thankyou 💗💗

Continue Reading

You'll Also Like

814K 87.9K 36
"Telat lagi kan Mas jadinya, beberapa hari ini kita telat terus lho Mas, kan gak enak sama Bu Titi. Kenapa Mas suka pagi sih, jadinya ketiduran lagi...
5.6K 930 39
Segala hal di dunia hanya sekali, setidaknya. Sekali hidup, sekali mati. Namun, ada juga hal yang terjadi beberapa kali seperti banjir di ibu kota at...
10.2M 437K 64
Serina, seorang gadis cantik yang sangat suka dengan pakaian seksi baru lulus sekolah dan akan menjadi aktris terkenal harus pupus karena meninggal o...
2.8K 152 23
Sakha sangat tidak mau dijodohkan oleh orangtuanya. Walau bagaimanapun ia sudah dewasa dan bisa mencari pasangan hidup sendiri. Namun, papinya malah...