Singto berjalan dengan tas kerja yang ia tenteng. Tidak lupa dia juga membawa minuman ditangan kanannya yang Ia tenteng pula. Dia baru saja pulang kerja, dan mendapati seseorang yang tengah menjemputnya. Tapi seseorang tersebut malah mengajaknya jalan kaki saja dengan alasan Ia mau menikmati malam dengan dirinya. Jadilah Singto mengiyakan walaupun dia sedikit lelah dan penat dengan pekerjaannya.
"Aku menjemputmu malam ini dan aku menunggu imbalan darimu."
Singto menoleh dan menatap Krist yang berjalan disampingnya dengan tangan kanan yang Ia masukkan kesaku celananya dan tangan kiri yang memegang ponsel miliknya.
"Imbalan apa?" Tanya Singto. Krist ikut menoleh dan tersenyum ringan. "Makan malam dengan kekasihku." Jawab Krist.
Singto mendengus dan menggelengkan kepalanya. Jawaban Krist sedikit membuatnya terhibur dan senang. Yahh setidaknya penat yang Ia rasakan tadi sedikit berkurang. Dan Singto setuju jika, ucapan manis seseorang yang memiliki posisi khusus untukmu sangat ampuh akan perubahan mood. Yahh Singto cukup setuju dan mengiyakan saja akan teori tersebut.
"Aku ingin makan yang sedikit berat untuk malam ini." Ujar Singto.
"Soup daging?" Tanya Singto dengan menatap kedai-kedai makanan yang berjejeran dijalan. "Daging dimalam hari? Bukankah sangat membantu akan menaikan berat badan?" Tanya Krist dengan ekspresi sedikit ngeri.
Singto memutar bola matanya dan sedikit menyenggol ringan bahu Krist dengan bahunya. Ucapan Krist sedikit menyebalkan. Mereka sedang melewati kedai makanan yang Singto inginkan. Tapi Krist malah berbicara seperti itu. Baiklah, menu makan malam diganti sekarang juga karena ucapan Krist.
"Berat badanmu naik atupun turun tidak ada urusannya denganku. Aku juga tidak ada niatan untuk menggendongmu agar tahu kau berat atau ringan."
Krist menoleh dan menatap Singto yamg tengah sibuk melihat kesana kemari untuk mencari kedai makanan untuk mereka berdua. "Kau seharusnya ikut memikirkan berat badanku. Jika berat badanku naik, aku akan memintamu membelikanku pakaian baru untukku." Sunggut Krist.
Singto hanya mengedikan bahunya tanpa merespon lebih akan ucapan mantan Juniornya tersebut. Yah karena dia sudah menemukan makanan untuk makan malamnya. Nasi Goreng yang sejujurnya biasa saja, tapi sudahlah. Karena pada dasarnya dirinya sedang lapar yang sangat tidak memungkinkan menunggu makan malam diAparteman miliknya.
"Kau mau makan nasi goreng?"
"Aku mau sayur-sayuran p'Sing." Ujar Krist.
"Makanlah yang disebut makanan, kau dua hari ini selalu makan makanan yang sejujurnya mengangguku, sayur mentah." Krist menghela nafas dan mengalihkan tatapannya dari Singto. Dia sedikit kesal saja jika Singto sudah bersikap dominan seperti ini dilingkungan luar.
"Jika kau tidak ingin makan, pesanlah minuman dan duduklah. Tunggu aku selesai mengisi perutku sebentar saja. Setelah itu, aku akan menemanimu berjalan-jalan sekitar sini."
"Kupengang ucapanmu."
Singto menggeleng saat menatap Krist yang berjalan menghampiri meja dan kursi makan dikedai tujuan Singto. Dia tidak habis pikir jika Krist kesal hanya karena makanan yang Ia pilih. "Dasar sensitif." Lirih Singto.
Saat Singto memasuki kedai dan mendapati Krist duduk dengan tenang dimeja mereka. Ia pun melihat segerombolan rekan kerjanya yang tengah makan malam juga ditempat yang sama sepertinya. Semoga saja mereka tidak menyapanya.
"Khun Prachaya."
Terlambat.
Singto hanya mengumpat lirih saat melihat rekannya menghampirinya.
"Kenapa kau datang sendiri Khun? Kenapa tidak gabung saja tadi?"
Singto hanya tersenyum dan melirik kearah Krist yang terlihat tersenyum mengejek kearahnya. Ingatkan Singto untuk tidak membiarkan Krist tidur di Apartemannya malam ini. "Bergabung saja dengan kami, khun. Malam ini ada yang membayar pesanan kami semua."
"Aku bersama temanku, apa kalian tidak keberatan?" Tanya Singto.
"Ahh, tidak apa. Aku akan mengatakannya pada temanku juga. Bukankah banyak orang dimeja makan akan semakin seru?"
Singto hanya tersenyum palsu dan menyetujuinya saja. Akan lebih merepotkan jika Ia tidak setuju.
Krist yang melihat Singto berjalan kearahnya hanya memasang senyum ejekan untuk mantan seniornya tersebut. "Kenapa Khun? Ada yang mengajakmu makan bersama atau Khun sedang mengumpat tentangku?"
Singto menepuk bahu Krist. "Mereka mengajakku bergabung, dan aku mengatakan jika aku bersamamu, dan mereka setuju-setuju saja."
Krist diam dan berdiri dari duduknya. "Ayo." Ujar Krist datar.
---------------------^_^
"Kupikir temanmu siapa Khun, ternyata Juniormu dulu yang magang."
Singto hanya tersenyum dan meminum minumannya. Mereka sudah selesai memakan makanan yang mereka pesan masing-masing. Dan sekarang, mereka hanya duduk dengan santai sebentar selagi menunggu pesanan Krist yang katanya membungkus untuk dibawa pulang.
"Kalian masih sering bertemu?"
"Masih, jika dia ada pekerjaan yang ingin Ia tanyakan padaku." Jawab Singto dengan datar.
Krist diam seraya menatap Singto.
"Ahhh kalau begitu sampai jumpa besok pagi diKantor, Khun."
Singto dan yang lainnya pun berdiri, mereka saling ber Wai dan juga melampai ringan. Tidak lupa Krist dan Singto pun tersenyum untuk kesopanan mereka pada orang yang sudah mentraktir mereka makan. Hahh hanya sebagai pelengkap saja.
"Tidak kusangka, teman kantormu masih mengingatku." Ujar Krist seraya mengambil tas kerja Singto dan membawanya. Dia membiarkan Singto membawa dua bungkus makanan yang Ia pesan tadi. "Siapa yang melupakan Cassanova yang menggoda wanita-wanita di kantor? Sampai-sampai semua kalangan wanita dikantor kau kencani semua." Ujar Singto dengan datar. Krist yang mendnegarnya mengerutkan alisnya. "Hei tidak semua, aku hanya mengencani beberapa. Setelah itu aku bertaruh denganmu, dan yahh aku lupa akan mendekati wanita-wanita."
"Aku mengalihkan fokusmu." Sahut Singto.
Krist mendengus dan memutar bola matanya, terserah Singto. "Aku fokus karena aku ingin tahu bagaimana dirimu dulu. Apalagi ada rumor mengatakan kau kekasih anak pemilik Perusahaan."
"Kau terpancing akan rumor? Dasar tukang gosip." Sindir Singto.
"Kau terlalu misterius p'Sing. Senyum palsumu terkadang membuatku kesal dan penasaran, apalagi perilakumu. Kau seperti orang yang bosan akan hidup."
Singto menyenggol bahu Krist dan menatap Krist dengan tatapan kesal. "Apa maksudmu aku bosan hidup?"
"Menatap jendela sendirian, makan di kantin sendirian, diam di atas balkon kantor sendirian, an juga berbicara dengan datar, ahh dan menatap datar akan semua. Kupikir kau butuh piknik atau kau bosan hidup dulu. Tapi semua hilang saat kau mulai membuka satu persatu dirimu padaku. Dan aku berpikir, mungkin kau terlalu muak atau terlalu lelah."
Singto tersenyum tipis, ahh dia tidak menyangka jika Krist memperhatiannya sedetail itu. Dia pikir, Krist hanya junior yang hanya mengajaknya bertaruh dengannya. Hahh lucu sekali.
"Aku bukan lelah ataupun muak, aku hanya merasa mengantuk?"
"Terserah." Sungut Krist
Krist pun tersenyum saat mendengar Singto terkekeh ringan disampingnya. Sepertinya dia akan meminta Singto tidur bersama malam ini.
---------------------^_^
''Jauhkan Laptopku dari air digelas Krist.'' Sungut Singto yang terdengar dari arah belakang. Krist menoleh dan mendapati Singto tengah berdiri didepan pintu kamarnya seraya menggosok rambutnya yang basah. Ahh sepertinya Singto baru saja selesai mandi. Lihat saja, dia terlihat segar dan juga menggoda dimata Krist. ''Jangan menatapku seakan aku makan malammu.''
Krist berdecih dan melanjutkan acara bermain Game nya. '' Tadi kau mendapat E-mail dari atasanmu. Katanya kau harus cepat meyelesaikan berkasmu yang entah kapan selesainya.''
''Aku baru saja pulang dari kantor.''
''Itu tanggung jawabmu.'' Sahut Krist acuh tak acuh. Singto berjalan menghampiri Krist dan duduk disebelahnya. Dia melirik Krist yang tengah asyik akan Game yang Ia mainkan. '' Makanan yang kau beli tadi dimana?'' Tanya Singto.
''Dimeja dapur, kalau mau makan hangatkan dulu di Microwave.'' Ujar Krist.
Singto berdiri dan berjalan kearah dapur. Dia merasa lapar karena yah karena dia lapar. ''Kau ikut makan atau tidak?'' Teriak Singto dari arah dapur. Krist menoleh dan menghela nafas. ''Apa dia lupa kalau kita tadi selesai makan ditempat makan.''
''Kau lupa kalau kau tadi sudah makan denganku p'Sing?''
Singto mengedikan bahunya. ''Aku lapar.''
''Dan kau makan sekali lagi?" Krist menatap Singto dengan tatapan terkejut yang tidak bisa Ia tutupi. ''Lantas kenapa kalau aku lapar? Aku lapar pun tidak mengatakan kalau aku lapar padamu. ''
''Memangnya ada orang lapar mengatakan lapar pada seseorang?'' Sindir Krist yang sedang menuangkan minuman pada gelas minumnya. ''Aww.''
Singto melirik Krist dan mendapati Krist yang tengah menuangkan air pada celananya. ''Waw basah.'' Ejek Singto dengan seringainnya. ''Kau tidak ada niatan mencarikanku kain atau handuk untuk membersihkanku?'' Ujar Krist dengan nada yang terdengar kesal. ''Untuk apa? Aku sedang menghangatkan makananku.'' Jawab Singto dengan nada mengejek.
''P'SINGTO!!!''
''Hahahahaha.'' Tawa Singto meledak saat Krist meneriakinya. Sungguh malam yang melelahkan tapi menyenangkan karena menggoda Krist. Salahkan Krist, dia mengejek Singto seperti Singto tidak bisa kenyang. Jadi jangan salahkan Singto yang membalas pasangannya tersebut dengan hal menyebalkan.
''Aku tidak ada ukuran celana sesuai denganmu, jadi mungkin aku hanya meminjamkan celana pendek untukmu. Tidak apa bukan?''
Krist terdiam dan melirik Singto yang menatapnya, ahh bisakah Krist mengumpat karena Singto menatapnya dengan tatapan Intens. Ayolah jangan tatap dirinya seperti itu. Bisa saja dia sudahlah lupakan. Krist tidak pernah berharap jauh akan Singto ataupun dirinya berjalan sejauh itu. Biarkan semua mengalir apa adanya.
"Cukup Sexy melihatmu mengenakan celana pendek yang biasa aku pakai."
"Diam!!" Sungut Krist seraya berlalu dari hadapan Singto. Singto yang melihat Krist kesal hanya terkekeh ringan. Ahh inikah rasanya memiliki pasangan yang tinggal seatap? Tapi Krist dan dia tidak tinggal seatap, mereka hanya bergantian menginap? Ahh bisa dibilang seperti itu. Mereka hanya berganti menginap di Apartemen satu sama lain. Karena pada dasarnya Krist ataupun Singto malas untuk tinggal seatap dengan alasan mereka berdua malas memindahkan barang. Dan walaupun mereka menginap di Apartemen satu sama lain, mereka pun tidak menggunakan kamar yang sama. Krist ataupun Singto tidur dikamar masing-masing. Dan itu sudah kebiasaan mereka. Jadi untuk memikirkan hal lebih atau mengharapkan kejadian lebih. Tidak pernah terpikir dibenak Singto. Mungkin pernah sesekali, hanya saja semua terlupakan saat dia sudah fokus akan pekerjaannya. Dan terkadang pun Krist ataupun dirinya menginap hanya karena mereka menumpang makan atau malas pulang ke Apartemen mereka masing-masing.
Krist yang Apartemen Singto lebih dekat dengan tempat kerjanya. Singto yang Apartemen Krist yang selalu ada makanan. Jadi satu sama lain saling menguntungkan.
Hubungan apa ini? Singto dan Krist pun tidak tahu. Mereka membiarkan berjalan sesuai alur saja. Jika ditanya apa dia dan Krist berciuman? Tentu, apa mereka berdua berpelukan selayaknya pasangan? Tentu saja. Mereka pasangan bukan?
Tapi jika lebih dari itu, mereka tidak memiliki waktu. Ahh atau mereka yang tidak memikirkannya lebih dalam? Tapi bagi Singto, Krist ataupun dirinya mungkin saja menginginkannya. Hanya saja, dia sibuk. Tapi untuk Krist, Singto tidak tahu dan tidak akan menanyakannya.
"Hahh otakku berpikir kemana-mana." Lirih Singto.
Wajarkan saja, Singto masih orang normal yang ingin melakukan banyak hal dengan pasangannya. Akan lebih tidak normal jika, dia membayangkan hal lebih dengan orang lain saat pasangannya di Apartemennya.
--------------------------***
"Jangan menatapku." Datar Krist.
"Kalau begitu turunkan kakimu." Sahut Singto.
Krist menghentikan bermain ponselnya dan menatap Singto yang didepannya sedang menatapnya kesal. "Kenapa? Kau tergoda akan kakiku? Atau kau mau menyentuhnya?"
"......." Singto diam dan tetap menatap Krist.
"Akan lebih normal jika kau menyerangku saat ini bukan p'Sing?" Tanya Krist dengan nada acuh tak acuh. Kembali lagi dia menaikkan kakinya keatas sofa dan memainkan ponselnya. Dia sedang kesal dan ingin menggoda Singto, si manusia datar.
"Hahhhh." Singto menghela nafas dan berdiri dari duduknya. Krist melirik dari ujung matanya dan mendapati Singto yang berjalan kearah kamarnya. 'Dasar pria menyebalkan.' Pikir Krist.
Brukkkk.
"Pakai selimut, kau bisa masuk angin."
Heeee?
Krist menatap buntalan selimut yang menutupi kakinya dan menatap Singto yang berdiri dihadapannya. "Aku bisa saja menyerangmu saat ini, ataupun dari dulu. Hanya saja kupikir, berhubungan Sex dengan pasangan bukanlah prioritas dalam hubungan. Hal seperti itu hanya menghilangkan penat dalam hubungan."
"Lalu kau tidak bosan denganku? Kita menginap di Apartemen satu sama lain. Kita tidur dikamar berbeda. Dan kita pun hanya makan, menggobrol hal lain. Tidakkah kau bosan melakukan hal yang sama denganku berulang kali." Ujar Krist dengan balas menatap tatapan Singto. Dia ingin tahu jawaban apa yang Singto berikan padanya. Dia hanya merasa akan menyebalkan jika Singto bosan dan melakukan hal karena terpaksa.
"Pernahkah kau bosan membuatkanku teh setiap malam?"
"Tidak, karena aku sudah terbiasa." Jawab Krist dengan santai. Dia tidak mengerti kenapa Singto malah berbalik tanya.
"Apa kau ingin membuatkanku minuman lain selain teh hangat?"
"Pernah berpikir ingin membuatkanmu susu hangat saat kau begadang. Tapi kupikir kau mungkin saja tidak menyukainya. Yahh karena kau sudah terbiasa meminum teh hangat."
Singto tersenyum dan mengacak helaian rambut Krist. "Seperti itulah jawabanku akan pertanyaanmu."
Krist menatap Singto dengan tatapan tidak mengertinya. "Maksudmu?"
"Aku sudah terbiasa melakukan hal yang biasa kita lakukan. Menjemput satu sama lain, menggobrol saat pulang, makan ditempat makan berdua, atau bisa saja kita membungkusnya. Tidur dikamar berbeda. Aku sudah terbiasa melakukan hal itu, dan jika aku memikirkan hal lebih, aku akan bertanya-tanya, apa kau suka atau tidak suka dengan apa yang aku pikirkan. Seperti itulah jawabanku."
Krist terdiam.
"Ahhhh jadi seperti itu." Lirih Krist.
"Bukannya aku tidak menginginkannya. Tentu saja aku menginginkannya."
Krist terkekeh dan menggelengkan kepalanya, kenapa dia merasa canggung ya saat ini.
"Sudahlah, jangan dipikirkan. Aku harus melanjutkan pekerjaanku."
Krist menatap Singto yang mendudukan dirinya disofa hadapannya. "Menurutmu, bagaiamana tanggapanmu akan hubungan sex orang berpacaran?" Tanya Krist. Dia melihat Singto mengedikkan bahunya. "Bukankah sudah kukatakan, hubungan Sex bukanlah prioritas."
"Tapi diluar sana, ada hubungan yang mengharuskan Sex."
Singto menatap Krist datar. "Lalu?"
"Tanggapanmu?"
"Kau sudah melakukan hal yang harus kau tanggung jawabkan."
"Walapun itu hubungan Sex Gay?"
"Kau sudah mengambil tanpa izin kehormatan milik Anak orang lain, lalu kau mau pergi begitu saja? Kau Ayam atau sejenis mahluk yang berwujud manusia?" Sungut Singto yang mengundang tawa keras dari Krist. Astaga Singto bisa bergurau juga ternyata.
"Gay tidak akan terlihat jika Ia kehilangan atau tidak."
"Tidak terlihat tapi teringat." Sahut Singto.
"Sungguh menghibur, hahahahah."
"Jika kau ingin melakukan hubungan Sex, pikirkan juga. Kau bisa bertanggung jawab atau tidak. Bukan hanya karena nafsu kau seenaknya keluar masuk lubang yang berbeda. " Singto berujar dengan nada kesal yang sedikit terdengar oleh Krist. Sungguh menggemaskan bukan?
"Yes My p'~~ Krap." Ucap Krist dengan nada yang membuat Singto tersenyum tipis.
Ahh sungguh acara menggobrol yang membuat Singto memgalihkan perhatian dan mengalihkan pikirannya.
__________________
"Sarapan nasi goreng?"
Singto menoleh dan mendapati Krist yang berdiri dengan rambut yang acak-acakan. Tidak lupa juka ekspresi wajah bangun tidurnya. Sungguh seperti tuan muda yang menanti sarapan dengan bangun kesiangan. "Hanya ada nasi sisa semalam yang aku jadikan nasi goreng. Duduklah."
Krist dengan menurut duduk dimeja makan.
"Aku membuatkan susu, dan kemeja kerjamu sudah aku rapikan juga. Jangan lupa juga untuk menggosok sepatumu, Krist. Ahh Laptopmu....."
Cupp
Krist mengecup cepat pipi Singto, dia berdiri disamping Singto yang tengah memasang dasi miliknya. Sepertinya Singto tengah terburu-buru saat ini. "Diamlah, kenapa kau selalu cerewet jika pagi seperti ini."
Singto menoleh dan menatap Krist yang menatapnya dengan kerutan didahinya. "Jika kau bisa bangun pagi, dan juga menyiapkan keperluanku. Aku tidak akan secerewet ini."
Krist menyandarkan kepalanya pada bahu Singto. "Liburlah untuk hari ini, aku ingin ditemani olehmu seharian ini."
Singto tersenyum, dia mengelus tengkuk Krist dan sedikit melingkarkan lengannya pada pinggang milik pasangannya tersebut. "Kau nanti juga harus berkerja."
"I just wanna hold you, Now." Lirih Krist.
"........"
"Harummm." Lirih Krist.
Krist semakin menyamankan dirinya dalam pelukan Singto, dan membalas pelukan dari pasangannya tersebut.
"Menikahlah denganku, p'Sing."
"Minta restulah pada orang tuamu dan juga Ibuku." Ujar Singto dengan memukul ringan kepala Krist. "Ayo menikah saja hari ini, aku tidak peduli dengan restu mereka."
"Dinginkan kepalamu." Ujar Singt dengan dingin. "I'm tired." Lirih Krist.
"......."
"Kenapa mereka ingin menjodohkanku? Aku sudah memilikimu. Dan aku tidak membutuhkan orang lain."
Singto bisa merasakan jika Krist sedang menangis dalam pelukannya. Dia tahu, jika semalam sewaktu mereka saling berpamit tidur, Krist sedang menerima telefon dari orang tuanya. Dan tentu saja, dengan masalah yang sama. Yaitu ingin menjodohkan Krist sebisa mereka. Dan tentu saja, Krist pun sebisa mungkin menolaknya.
Jika bisa dikatakan, Singto tidak terlalu peduli akan rencana perjodohan Krist. Karena dia tahu, Krist pun menolak tanpa Singto minta. Tapi ada kalanya dia merasa bersalah, karena dia menjadi alasan kenapa Krist sering berargumen dengan Orang taunya.
"Aku...aku... Aku hanya ingin orang tuaku berpikir walaupun aku Gay, aku tetaplah anak mereka. Aku hanya seorang Gay, aku bukan menjadi orang Asing."
Singto hanya mampu diam dan mengeratkan pelukannya. Dia memejamkan matanya dan berpikir, mungkin lebih baik jika Ia mengambil cuti hari ini. Karena berkas pun sudah Ia kirim lewat E-mail semalam. Jadi dia bisa menemani Krist yang sepertinya membutuhkannya.
"Kau Krist Perawat, Cassanova yang mencuri perhatian senior."
"Senior yang tidak bisa bangkit dari masa lalunya?"
Singto tersenyum. "Yahh Cassanova yang mengharapkan hal mustahil dengan kakaknya."
"Hahahahah."
Krist tertawa dalam pelukan Singto. "I wanna Kiss You."
"As You wish, dear."
Krist mendekatkan kepalanya dan menarik kepala Singto agar memajukan wajahnya. Dia mengecup dan memejamkan matanya, ahh sepertinya dia lupa jika Ia belum menggosok giginya. Tapi biarlah, Singto tidak protes ataupun berkomentar lain. Biar saja dia memperdalam ciumannya dan menikmatinya. Bukankan Singto miliknya? Dan dia pun milik Singto?
'Aku memang tidak pandai akan menghiburnya, aku pun tidak pandai untuk mengatakan kalimat yang membuatnya sedikit merasa bahagia. Aku hanya bisa melakukan hal yang setidaknya membuatnya lupa akan hal yang membuatnya seperti ini.
'Gay, yahh Gay, tiga huruf berjuta asumsi. Aku Gay, dan aku sering dikatakan sakit. Dan dia pun pasti merasakannya. Ahh bisa kukatakan semua Gay pun merasakannya. Tapi akan lebih menyakitkan, seseorang yang berharga untukmu menganggap kau lain hanya karena kau Gay. Dan itu yang tengah kurasakan. Tentu saja, aku hanya bisa berharap, dia selalu bersamaku.'
Author Note " Mereka hanya Gay, mereka bukan berubah menjadi orang Asing."
Tebecehhhhhh recehhhh
Haiii guys apa kabar..
Sorry ya lamaaaaa ga muncul dan ga nyapa.
Sekiannnnnn
Surabaya 17November2018
01.05