Citra menggeliat, merasa tubuhnya lebih ringan sekarang. Perlahan menyeimbangi cahaya memasuki retina. Samar-samar mendengar suara dari dekatnya. Dia akhirnya bangun dan menemukan tubuhnya berbaring di atas bangkar.
Setelah sadar, dia langsung duduk. Memeriksa tubuhnya dan melihat sekitarnya tertutupi gorden. Citra mengucek mata pelan-pelan dengan kedua tangan, lalu turun dari bangkar.
"Kak, sudah bangun?" Tanya seorang gadis berseragam putih padanya. Citra melirik tag name yang tersemat di seragamnya.
"Maaf, Putri. Aku ketiduran." Ucapnya. Kedua gadis itu juniornya, Citra beberapa kali bertemu dengan mereka, tetapi dia tidak tahu namanya.
"Nggak apa-apa, kok, kak." Putri menggeleng bersama gadis di sampingnya. "Tadi, kak Kevin udah bilang kalau kakak kelelahan. Makanya dibiarin tidur, jangan diganggu." Jelasnya lagi.
Citra langsung ingat. "Kevin kemana?" Tanyanya meragu.
"Udah pergi, kak." Citra mengangguk mengerti.
"Buku aku di mana?" Dia langsung teringat dengan bukunya, ekor matanya menoleh pada meja, namun tak satu pun yang ditemukan.
"Udah dibawa sama kak Kevin juga." Citra terdiam. Lalu setelah itu keluar dari UKS menuju kamar mandi. Berniat mencuci muka agar kembali segar. Dia sangat malu, baru kali ini bolos sekolah sepanjang masa.
Rasa takut menggerogoti tubuhnya. Berbagai kemungkinan terngiang di benaknya. Dengan menundukkan kepala, dia kembali ke kelas. Baru menyadari jika dia meninggalkan dua jam pelajaran.
Citra kembali menunduk ketika memasuki kelasnya. Duduk di mejanya dan meraih buku yang ternyata diletakkan Kevin di sana. Citra membaca tapi tidak konsentrasi, meskipun tidak ada yang menanyakan keberadaannya sebelumnya.
Membiarkan perutnya kelaparan, Citra menunggu pelajaran selanjutnya. Ketika anak-anak mulai berhamburan masuk. Dia tetap diam dan siap menerima pelajaran.
Di depan pintu, Stef menyeringai. Langsung duduk di meja Citra dan menatapnya intens. "Hayo, Cit. Lo dari mana?"
Citra salah tingkah. Menggeleng dan mengabaikan Stef di depannya. "Nggak kemana-mana." Jawabnya karena Stef kembali menggoda.
"Lo diseludupin sama Kevin, kan?" Tanyanya. "Diseludupin kemana?"
"Nggak." Citra kembali mengelak.
Tetapi Stef tengil tidak mau kalah. Meraih pulpen di depannya dan meraih dagu Citra dengan benda tersebut. Cewek itu mengelak, tetapi Stef tidak mau kalah. Meraih buku dan mengangkatnya ke wajah Citra lagi. "Kemana?" Tanyanya lagi.
"Stef, udah masuk!" Kata Citra mengalihkan perhatian cowok tengil tersebut.
"Gue nanya, Cit." Stef kembali bersikukuh. Stef menoleh ke samping ketika bahunya di tepuk. Jason mendengkus dan menarik tubuhnya agar menjauh dari Citra.
"Jangan ganggu dia!" Katanya.
"Selow, bro. Lo bukan siapa-siapa Citra." Stef menyeringai.
"Gue bukan siapa-siapa dia. Tapi nggak ngeklaim dan ngatur-ngatur dia macem teman lo yang idiot itu!" Jason langsung emosi. Masih belum reda dari beberapa jam yang lalu dengan kejadian di lapangan basket.
"Nggak usah pake urat kali, bro, ngomongnya." Stef masih santai. Mendorong bahu Jason menjauh dan tersenyum sinis.
"Sialan!"
"Jason!" Jason menghentikan tangannya hendak melayangkan ke wajah Stef. Pak Jarrot berdiri di depan kelas dengan wajah sangarnya. Melotot pada mereka yang hendak berkelahi di sana. "Mau berantem kalian berdua?"
"Nggak, pak. Saya cuma nanyain kabar Citra aja kok. Jason malah nyolot." Stef langsung membela diri.
"Duduk kamu, Stef!" Pak Jarrot tidak mau mendengar alasan. "Jason? Mau gantiin saya di depan atau keluar?"
Jason mendengkus. Lalu mengikuti Stef yang sudah duduk duluan. Cowok itu menyeringai dan mengedipkan mata pada Citra.
"Citra, sejak kapan kamu terkenal di sekolah ini karena anak-anak badung seperti mereka? Saya belum pernah mendengar kamu selain dari pujian atas nilai akademis kamu yang selalu di atas rata-rata." Sindirnya lagi.
"Maaf, pak." Cicit Citra ketakutan.
Pak Jarrot melotot padanya. Lalu memukul meja dengan penggaris sepanjang satu meter. Dalam sekejap, kelas itu langsung hening. Pak Jarrot menatap mereka satu persatu, seolah-olah memilih siapa yang akan dihukum terlebih dahulu.
Ada yang menunduk takut, tidak berani melawan bahkan bernafas saja dijaga intonasinya. Ada juga yang pura-pura serius belajar. Mengetuk-etuk pensil di jidat dan menulis setelah mendapat hasilnya. Entah hasil dari apa yang dihasilkannya.
Ada juga yang tetap santai. Bebal dan sama sekali tidak takut dengan laser Pak Jarrot dari kedua matanya. Seperti halnya Stef, tetap menatap Pak Jarrot polos dan menunggu apa yang akan dilakukan lelaki paruh baya tersebut.
Pak Jarrot sudah terbiasa melihatnya. Melirik teman-teman Stef pembuat onar lainnya. Mereka sama saja, menggaruk-garuk kepala dan ada juga yang memakan permen karet sambil membuat balon kecil di mulutnya.
"Sudah siap menerima pelajaran dari saya?" Suara Pak Jarrot mengisi ruangan kelas itu.
"Sudah, pak." Jawab mereka serempak.
"Yang tidak membawa buku pelajaran, silahkan keluar sekarang!" Kebiasaan Pak Jarrot. Sebelum memulai pelajaran, semua siswanya harus disiplin. Memiliki buku paket masing-masing di depannya serta kelengkapan belajar lainnya.
Suara kursi berderit mengalihkan perhatian seisi kelas. Mencari siapa pelaku yang memiliki nyali besar melawan Pak Jarrot. Mereka melihat Stef berdiri, memasukkan tangan di kantong celana.
Tanpa mengucapkan apapun. Dia langsung menuju pintu keluar. "Stef!!" Pak Jarrot menggeram. Sudah muak melihat cowok itu yang selalu membuat onar. Stef memutar tubuhnya, mengernyit pada Pak Jarrot yang menahan amarah. "Surat panggilan yang kemarin sudah disampaikan kepada orang tuamu?" Tanyanya.
"Belum, pak. Masih ada di tas saya." Jawab Stef santai. "Orang tua saya sibuk, nggak tahu kapan pulang." Lanjutnya.
Wajah Pak Jarrot memerah, lalu menoleh pada empat orang di sampingnya. "Mau kemana?" Tanyanya.
"Kami nggak bawa buku pelajaran, Pak." Jawab mereka santai.
"Silahkan bawa tas kalian dan ambil surat panggilan untuk orang tua di meja saya." Mereka mengangguk mengiyakan. "Selama satu bulan ke depan, jangan masuk pada pelajaran yang saya ajarkan!!"
"Baik, Pak. Terima kasih." Jawab Stef dan disetujui yang lain. Mereka kembali ke meja masing-masing dan membawa tas sekolah.
Siswa lain hanya diam melihat kelakuan mereka. Menunggu kejutan apa lagi yang akan terjadi di kelas tersebut.
Kembali ke depan kelas, Stef menjulurkan tangannya. Pak Jarrot mengernyit, tetapi Stef meraih tangannya dan menyalaminya. "Makasih, Pak, udah ngijinin saya pulang duluan." Ucapnya. Lalu melenggang begitu saja mengabaikan teriakan Pak Jarrot di dalam kelar.
Mereka tergelak di luar kelas. Barta merangkul Stef, yang disusul oleh Romeo serta Barry. Mereka tergak senang, seolah apa yang dilakukannya tadi adalah suatu kemenangan yang patut diacugi jempol.
"Kemana nih?" Tanya Barta.
"Futsal?" Usul Barry.
"Ajak, Kevin!" Suruh Stef.
"Nggak mau pasti. Ada Jason yang gangguin Citra." Balas Romeo. Stef mengangguk, lalu mereka kembali melanjutkan langkah lebih cepat.
"Bu Nina gimana?"
"Tar gue jemput lagi."
"Cewek backstreet lo gimana?" Stef menyeringai.
"Nanti bisa pulang sendiri sama supir." Romeo kesal.
"Yakin cewek lo nggak nangis?!" Tanyanya lagi. Cowok paling tengil yang suka membuat teman-temannya kesal.
"Jangan mulai, sialan!!" Romeo makin berang.
Stef tergelak di ikuti oleh yang lain. Melenggang santai sepanjang koridor yang sepi. Hanya terdengar suara koar-koar guru yang mengajar di kelas. Ada juga suara sorak-sorakan murid-murid dari kelas seberang.
"Mobil gue di luar." Kata Barta, yang lain mengangguk. Lalu mereka berlari menuju pagar sekolah di bagian samping. Melompat ahli dan meninggalkan Gedung tersebut.
***
Jakarta, 27.05.18
Kevin gak ada ya.
Cuma Citra mulai terkenal di sekolah.
Setip mah tetap ternajong :D :D
Kira-kira Kevin kemana perginya? Dan setelah ini gimana mereka?
a. pulang. baikan
b. sembunyi. gak berani ketemu Citra.
c. Kevin makin najong
d. Nggak tau diri
e. (Isi sendiri)
Follow ig
ila_dira
novel.dira