SEVEN SHOTS

By BelladonnaTossici9

1M 8.9K 626

Just for fun More

Haloha
Pulau Terpencil (1)
Pulau Terpencil (2)
Pulau Terpencil (3)
Pulau Terpencil (4)
Pulau Terpencil (5)
Pulau Terpencil (6)
Pulau Terpencil (7)
LANJUTAN LUNADITYA
Terpikat Tiri (1)
Terpikat Tiri (2)
Terpikat Tiri (3)
Terpikat Tiri (4)
Terpikat Tiri (5)
Terpikat Tiri (6)
Terpikat Tiri (7)
Misi Rahasia (1)
Misi Rahasia (2)
Misi Rahasia (3)
Misi Rahasia (4)
Misi Rahasia (5)
Misi Rahasia (6)
Misi Rahasia (7)
CERITA BARU
Sweet Revenge (1)
Sweet Revenge (2)
Sweet Revenge (3)
Sweet Revenge (4)
Sweet Revenge (5)
LANJUTAN LUNADITYA
Meet Me at Pavilion (1)
Meet Me at Pavilion (2)
Meet Me at Pavilion (3)
Meet Me at Pavilion (4)
Meet Me at Pavilion (5)
LANJUTAN LUNADITYA
SURVEY
Daddy's Ecs (1)
Daddy's Ecs (2)
Daddy's Ecs (3)
Daddy's Ecs (4)
Daddy's Ecs (5)
Ipar Adalah Maut (1)
Ipar Adalah Maut (2)
Ipar Adalah Maut (3)
Ipar Adalah Maut (4)
Ipar Adalah Maut (5)
Ipar Adalah Maut (6)
LANJUTAN LUNADITYA
Obsessed (1)
Obsessed (3)
Obsessed (4)
Obsessed (5)
Passionate Age Gap (1)
Passionate Age Gap (2)

Obsessed (2)

8.2K 139 4
By BelladonnaTossici9

Kenapa nggak ada yang komen di bab 1? Bingung kah? Semoga dengan bab 2 ini teman-teman nggak bingung.

Karya ini milik Ry-santi (Ry-santi). Vote dan komen yang banyak.

🔥🔥🔥

"Ah, si tantrum lagi," desis Maya bersiap menghadapi Danu.

Terkadang ingin sekali Maya merutuki impian semasa kecil yang terlalu ambisius menjadi seorang perawat. Bila tahu takdir akan menyeretnya ke dalam lingkup yang sama dengan Danu, pilihan hengkang terdengar jauh lebih baik. Sialnya, resign tidak semudah membalikkan telapak tangan manakala dirinya sudah terikat kontrak dua tahun. Tentu saja alasan terbesarnya adalah bayang-bayang penalti yang selalu menjadi momok menakutkan.

Selain itu, tak gampang menemukan lowongan pekerjaan di tengah persaingan ketat di antara mereka yang punya jalur orang dalam. Belum lagi mengurus surat ijin praktik yang terbilang menguras tenaga juga waktu. Oleh karenanya, mau tak mau, Maya harus bertahan sampai kontrak selesai sebelum berkelana ke instansi lain.

Dalam hati, Maya bertanya-tanya kenapa Danu selalu melakukan kunjungan pasien di waktu-waktu dia sedang dinas jaga. Padahal dokter-dokter lain selalu datang siang hari selepas jam pelayanan rawat jalan atau menyuruh PPDS untuk memantau kondisi pasien.

"Pffttt ..." Maya mengerucutkan mulut seraya menyiapkan cairan injeksi sore.

Danu menangkap sinyal yang dilemparkan Maya tapi berlagak bodoh karena Diah langsung memasang badan tuk mendampinginya visite. Begitu mendengar laporan Diah, atensi Danu terpecah antara memerhatikan hasil rontgen yang tampak tak normal dan kehadiran Maya yang tak jauh dari kepala tim tersebut.

Dalam diam, Danu menyorot penampilan Maya; rambut hitam legam sebahu, kulit langsat yang mengingatkannya pada pendar mentari pagi, hidung mancung yang membulat di ujungnya hingga ... lekukan bibir tebal dipulas lipstik merah muda.

Tidak ada yang berubah bahkan aroma parfum kesukaan Maya masihlah sama. Dia yakin kalau gadis itu menggunakan merek yang sama persis seperti yang dihadiahkan kepadanya dulu. Kontan kerutan dalam tercetak jelas di kening Danu saat diserbu jutaan tanda tanya. Jikalau tak suka kenapa Maya masih mempertahankan sisa-sisa kenangan mereka?

"Dok?" Suara Diah menyatukan kembali kesadaran Danu yang sempat menghilang entah ke mana. "Saya ngomong panjang kali lebar kali tinggi sampai berbusa malah melamun sendiri."

"Siapa juga yang melamun," ketus Danu seraya menekan file hasil CT-Scan.

Tak lama layar komputer dipenuhi gambar hitam-putih dengan kontras yang jauh lebih jelas di mana ada sumbatan di area bronkus utama. Selain itu, massa atau benjolan kecil juga menghiasi bagian epitel bronkus yang mengarah ke keganasan paru. Matanya menyipit mendapati ada rongga-rongga abnormal di sana. Sekarang Danu perlu membuktikan dugaan melalui biopsi sebelum memutuskan tindakan macam apa yang akan diberikan.

"Saya rencanakan untuk biopsi ya," lanjutnya mengeklik permintaan pemeriksaan histologi. "Takutnya bukan pneumonia biasa. Batuknya gimana? Masih terus-terusan?"

"Iya. Tadi siang pasien mengeluh kalau batuknya disertai darah dan saturasi sempat turun, jadi kami naikkan pemberian oksigennya sampai dua belas liter per menit," jelas Diah.

"Itu suruh cek lagi," tunjuk Danu ke arah Maya tanpa melihat. "Berapa saturasinya."

"Maya?" Diah ikut-ikutan menunjuk juniornya. "May, tolong cek lagi saturasi bapak Rahmat dong."

"Kenapa nggak sekalian ke pasiennya, Mbak?" tanya Maya menolak permintaan Danu yang terkesan memerintah. "Saya juga mau cek gula darah pasien sebelum jam makan malam."

"Ya sekalian bawa alat saturasi kan bisa," sembur Danu. "Masa kamu berani menyuruh seniormu sendiri?"

Menangkap gelagat tak menyenangkan, Diah langsung menyambar alat saturasi oksigen berwarna oranye. "Biar saya—"

"Saya mau dia yang periksa bukan Mbak Diah!" potong Danu tegas. "Biar dia tahu cara menghormati rekannya!"

"Tapi, Dok—"

Danu menoleh dan menyorot tajam Diah membuat wanita itu salah tingkah. Kemudian Diah mengedip-ngedipkan mata menyiratkan agar Maya menuruti Danu daripada dokter tersebut tidak semakin uring-uringan.

"Udah cek aja sebentar, orang nggak sampe semenit kok," bisik Diah menyodorkan alat kepada Maya. "Lagian cek gula darahnya cuma lima orang kan?"

Maya tidak mampu protes saat Danu lagi-lagi mendesaknya segera bertindak alih-alih membuang-buang waktu. Dengan berat hati, Maya berjalan ke ujung lorong ruang paru sambil merutuki dokter pembawa sial yang sok senioritas. Padahal bukan hanya dia semata yang bertugas sebagai dokter spesialis di rumah sakit ini, tapi lagaknya setinggi langit.

Menghormati? Cuih! Dia aja nggak bisa menghormati aku pake sok-sokan jadi dokter senior!

Selesai memeriksa, Maya kembali dan berkata, "98 persen pakai dua belas liter."

"Turunin ke delapan liter, ganti masker biasa," titah Danu. "Cek ulang sama tanyakan batuknya masih berdarah apa nggak. Kabari juga kalau pasiennya mau dibiopsi"

"Nggak ke pasiennya dulu aja, Dok?" usul Diah yang dibalas gelengan kepala. "Sekalian kasih edukasi."

"Nanti kalau dia sudah melaksanakan apa yang saya katakan," jawab Danu melirik sekilas Maya yang sudah memerah menahan geram. Dia mengibaskan tangan, menyuruh gadis itu segera menyelesaikan tugas.

***


"Ngomel-ngomel pasien nggak boleh ngerokok, situ sendiri malah asyik ngisep. Kena PPOK baru tahu rasa!"

Kalimat sarkastik yang tak asing di telinga tersebut berhasil mengagetkan Danu yang tenggelam dalam dunianya sendiri. Dia melongok ke arah si pemilik suara ketus yang berdiri tak jauh dari posisinya duduk sembari bersedekap.

"Kenapa? Kaget?" Sambungnya menilik penampilan Danu yang terkesan santai dibanding biasanya. Keseharian Danu yang diingat Maya selalu memakai kemeja polos formal dipadu celana pipa juga snelli yang melapisi tubuh berototnya. Tapi sekarang, dia mengenakan kaus Ralph Lauren cokelat dikombinasi celana linen khaki yang menimbulkan kesan muda dan—

Tato itu.

Maya menelan saliva menangkap tinta hitam terpatri di biseps kanan Danu tengah mengintip malu-malu. Tato yang menggambarkan tulang tangan memberikan sebuah delima ke tangan lentik. Dia tahu betul makna di balik ukiran yang dipilih Danu, perwujudan Hades dan Persephone—keterikatan abadi.

Iris mata mereka bertaut sejenak sebelum Maya memutus kontak kemudian bersandar ke dinding gudang belakang rumah sakit yang dijadikan sebagai penampungan brankar-brankar tua yang sudah tidak bisa dipakai.

"Cara bicara kamu masih sama," ungkap Danu. "Nggak pernah ada hormat-hormatnya sama orang tua."

"Tergantung yang saya ajak bicara sih," balas Maya tanpa berdosa. "Dokter sendiri juga nggak menghargai saya di ruangan."

"Lalu kenapa kamu ke sini?"

Pertanyaan Danu menimbulkan reaksi tak terduga dari Maya yang melayangkan raut tak suka. Dia memutar bola mata, menghampiri Danu tuk merebut rokok tersebut. Diinjak batang tembakau kemudian berkata, "Berhenti..."

"Ini brankarnya taruh di dalem, Bang?"

Perkataan Maya terpaksa terhenti manakala seorang pria ceking mendorong brankar rusak menuju gudang. Kontan Danu menarik tubuh gadis itu tuk bersembunyi ke sisi lain di mana ada toilet kecil nan sempit tak terkunci. Maya hendak protes saat Danu tiba-tiba mengimpitnya ke tembok dan menempelkan telunjuknya ke bibir agar tetap diam. Setidaknya saat ini Danu tidak mau tertangkap basah berduaan bersama bocah di gudang belakang karena pasti timbul kesalahpahaman.

"Iye, Tong, mau di mana lagi dah!" timpal yang lain.

Pintu gudang berderit nyaring menandakan dua pria di luar sana memasukkan brankar. Danu mengintip dari lubang kecil toilet sementara Maya malah sibuk mengamati Danu. Bagaimana tidak, iris cokelat Danu terlihat bersinar akibat pantulan jejak-jejak cahaya matahari yang menyelinap tanpa permisi melalui ventilasi. Meskipun dipayungi bulu-bulu tebal nan lentik, mata sayu Danu ada kalanya berubah setajam elang bila bertemu muka dengannya.

Perhatian Maya beralih ke rambut ikal Danu bergaya comma lalu meluncur mengamati garis rahang tegas berhias bakal janggut. Kemudian turun lagi tepat ke arah jakun Danu yang naik-turun juga bahu bidang nan kekar yang mewakilkan betapa rajin dan pandai dirinya membagi waktu. Mungkin orang mengira dokter itu masih berusia pertengahan tiga puluhan, padahal ... Maya tersenyum kecut selagi membatin,

Usianya aja hampir sebaya sama Mama.

Selentingan aroma sisa tembakau berbaur parfum mahal yang dipakai Danu terendus di indera penciuman Maya, termasuk jari telunjuk yang kini masih setia menempel di bibir. Manis. Maskulin. Misterius.

Merasa diamati, Danu memalingkan muka sehingga iris cokelatnya kini terkunci ke dalam bola mata Maya. Atmosfer yang tadinya biasa-biasa saja mendadak terasa panas mengetahui jarak di antara keduanya nyaris terkikis oleh sempitnya toilet. Walau suara dua pria di luar sana sudah menghilang, nyatanya baik Danu ataupun Maya enggan berpijak seolah-olah terpaku akan kenangan yang belum usai.

Maya terpejam kala sebelah tangan Danu kini membelai lembut rambutnya, membangkitkan desiran darah juga gejolak perasaan aneh menyesaki dada. Sesuatu yang sudah lama dihindari sekuat tenaga nyatanya kini datang tuk menyeretnya lagi. Berperang bersama dewi batin, Maya merasa jika ini adalah sebuah kesalahan. Bahkan tanpa sadar bibirnya terbuka, mengecup lembut dan menjilat jari telunjuk Danu yang masih setia menempel di sana.

"Maya," panggil Danu serak manakala jarinya dikulum Maya tanpa sungkan. Geliginya saling gemeletuk menghadang adrenalin yang bisa membutakan akal. "Behave."

Tersentak oleh peringatan Danu, Maya salah tingkah bercampur malu lantas mendorong dada lelaki itu hingga membentur dinding toilet. Selanjutnya, dia melenggang begitu saja tanpa menoleh sedikit pun, meninggalkan Danu yang termangu di tempatnya berdiri, menyaksikan punggung gadis itu makin lama makin menjauh.

"Sialan!" rutuk Maya mengetuk-ngetuk kepalanya. "Jangan terlena lagi, Maya! Jangan!"

***

Daftar Istilah

PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis) : Penyakit radang paru-paru kronis yang menyebabkan aliran udara terhambat karena penumpukan lendir atau penyempitan saluran bronkus.

Histologi : Salah satu cabang ilmu biologi yang mempelajari struktur jaringan secara detail di bawah mikroskop.

Biopsi : Pengambilan jaringan tubuh untuk menegakkan diagnosa suatu penyakit.

Pneumonia : Radang paru-paru yang disebabkan oleh infeksi.

Continue Reading

You'll Also Like

4M 360K 78
"Aku benar-benar akan membunuhmu jika kau berani mengajukan perceraian lagi. Kita akan mati bersama dan akan kekal di neraka bersama," bisik Lucifer...
2.1M 68.7K 42
Jangan baca kalau cuma mau plagiat!! Gua nggak ikhlas!! Lu plagiat, nyolong ide, seluruh dosa gue lu yg tanggung, aamiin. Dax, bangun di sebuah kamar...
4.3M 246K 57
"Di tempat ini, anggap kita bukan siapa-siapa. Jangan banyak tingkah." -Hilario Jarvis Zachary Jika Bumi ini adalah planet Mars, maka seluruh kepelik...
1.1M 7.3K 15
Edgar merasa beruntung memiliki Flora sebagai kekasihnya. Tak peduli jika Flora adalah gadis nerd disekolahnya. Hanya orang bodoh yang tak menyadari...