Part 28 - Donat 🔞
Setiap kali penagih hutang datang, Bella selalu kehabisan uang. Mereka merampas semuanya tanpa ampun, dan sayangnya, Bella tidak bisa menyisihkan sedikitpun untuk kebutuhannya sendiri. Perasaan takut dan cemas selalu menyelimuti ketika mendengar suara mereka mengetuk pintu dan menuntut pembayaran. Bahkan untuk makan hari ini saja tidak cukup. Bella terpaksa berhemat dengan tidak jajan di sekolah. Uang yang tersisa hanya akan dipakai untuk membeli makan malam agar dia bisa tetap fokus saat bekerja nanti.
Sepanjang istirahat sekolah, Bella memilih tetap di kelas. Dia meletakkan kepalanya di atas meja, mencoba tidur untuk melupakan rasa lapar yang semakin menjadi. Sejak pagi, perutnya belum terisi apa pun. Setiap menit yang berlalu hanya memperparah rasa lelah dan haus yang terus dia tahan.
Satu per satu teman-temannya mulai kembali ke kelas, suara mereka mengusik tidurnya. Bella terpaksa bangun, namun rasa lapar yang dia harap akan berkurang justru semakin menyiksa. Dia mengutuk dirinya sendiri karena lupa membawa air minum. Meski keran air ada di luar kelas, Bella terlalu lelah dan malas untuk bangkit dari kursinya.
Sambil melamun, dia menatap ke luar jendela. Angin sepoi-sepoi menerpa wajahnya, sedikit memberikan rasa nyaman. Tiba-tiba, dia merasa ada seseorang mendekat. Bella menoleh spontan, dan di depannya, Kaivan meletakkan sebuah donat dan sebotol air mineral.
Kaivan duduk di belakang Bella dengan santai, tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Bella berbalik dan menatapnya, masih sedikit terkejut.
"Makasih," ucap Bella dengan suara pelan, namun senyum lebar muncul di wajahnya. Tanpa ragu, dia segera membuka donat itu dan memakannya dengan lahap, seolah donat itu adalah penyelamat hidupnya.
Sementara itu, Bella melirik ke arah teman-teman Kaivan yang baru saja masuk ke kelas sambil bercanda dan tertawa keras. Anak-anak lain ikut bergabung dalam percakapan mereka, membuat suasana kelas semakin riuh.
"Cabut sekarang yuk?" ajak Kael, melirik ke jam dinding yang menunjukkan waktu istirahat hampir habis.
"Yuk," sahut Elio, dan Vian mengangguk menyetujui.
Bella menoleh lagi pada Kaivan, penasaran apakah dia akan ikut dengan teman-temannya. "Lo mau pergi?" tanyanya sambil mengunyah.
Kaivan hanya mengangguk kecil, namun Bella merasa khawatir. Wajahnya menunjukkan keberatan yang tak bisa dia sembunyikan. Dia tahu bahwa teman-teman Kaivan sering mengajak bolos sekolah, dan Bella tidak suka jika Kaivan ikut terlibat.
Namun, Bella tidak berani bicara banyak. Dia hanya bisa diam, memandang Kaivan dengan cemas sambil menghabiskan donatnya. Kaivan sudah bersiap-siap, tasnya diletakkan di atas meja, sepertinya dia akan ikut pergi.
"Kai," panggil Vian dari depan kelas, menunggu Kaivan yang masih duduk santai, sementara yang lainnya sudah siap meninggalkan kelas.
Kaivan menoleh, tetapi tidak segera bangkit dari kursinya. "Gue nggak jadi ikut," ucapnya, membuat semua orang terkejut, termasuk Bella.
"Lo ngapain di sini? Bentar lagi jam kosong, Pak Giat nggak masuk," Vian mencoba meyakinkan Kaivan untuk ikut cabut.
"Nggak, gue ada urusan," jawab Kaivan santai.
"Lo yakin, Kai?" tanya Kael, masih berusaha membujuknya.
"Ya, gue yakin," balas Kaivan mantap.
Akhirnya, ketiga temannya memutuskan untuk pergi tanpa Kaivan. Bella masih memandang Kaivan dengan tatapan tidak percaya. Dia benar-benar terkejut bahwa Kaivan memilih untuk tetap tinggal.
"Lo nggak pergi?" tanya Bella sekali lagi dengan suara pelan.
Kaivan menggeleng sambil tersenyum kecil. "Nggak, gue di sini aja."
Bella tidak bisa menyembunyikan senyum di wajahnya. Rasa bahagia perlahan membuncah di hatinya. Meski dia tidak pernah secara langsung mengatakan apa yang dia rasakan, sikap Kaivan yang memutuskan untuk tetap bersamanya membuatnya merasa sangat dihargai.
Selanjutnya, Bella kembali menghadap ke depan. Kelas mulai sepi karena Pak Giat, guru berikutnya, sudah memberi kabar pada ketua kelas bahwa hari ini dia tidak bisa mengajar. Waktu kosong itu membuat suasana semakin santai.
Kaivan yang duduk di belakang Bella tidak lama kemudian menelungkupkan tubuhnya di atas meja, tangannya bermain-main dengan rambut Bella. Awalnya Bella tidak terlalu mempermasalahkan hal itu, merasa nyaman dengan kedekatan mereka. Namun, tiba-tiba tangan Kaivan mulai bergerak lebih jauh, menjalar ke lehernya dan turun perlahan.
Bella terkejut dan dengan cepat menepuk tangan Kaivan, menghentikan gerakannya sebelum melewati batas.
Kaivan, yang sadar bahwa dia sudah terlalu jauh, segera menarik tangannya dari leher Bella dan kembali memainkan rambutnya.
Suasana di antara mereka kembali tenang. Bella menghela napas lega. Meski Kaivan kadang bersikap terlalu bebas, Bella tahu dia tidak bermaksud buruk. Hanya saja, ada batas-batas tertentu yang tidak boleh dilewati, dan Kaivan biasanya mengerti itu.
Setelah jam sekolah berakhir, Kaivan mengajak Bella untuk pulang bersama. Bella, yang memang sedang tidak punya uang, dengan senang hati setuju. Dengan begitu, Bella dapat menyimpan uang yang tersisa.
Dalam perjalanan, Kaivan mengajak Bella mampir makan. Meskipun sebenarnya Bella merasa segan, tapi dia tidak bisa menolak. Terlebih lagi, perutnya memang kosong sejak pagi. Ketika Kaivan menanyakan mau makan di mana, Bella bingung untuk memilih, jadi dia menyerahkan keputusan pada Kaivan.
"Lo belum makan dari pagi?" tanya Kaivan, memperhatikan wajah Bella yang pucat dan bibirnya yang kering.
"Iya," jawab Bella pelan, merasa sedikit malu.
"Yaudah, kita makan nasi aja," putus Kaivan cepat. Dia paham bahwa Bella pasti sudah sangat kelaparan.
Mereka akhirnya berhenti di sebuah warung makan sederhana. Ketika diberikan pilihan menu, Bella langsung memilih yang paling murah. Itu sudah kebiasaannya; meskipun sedang bersama Kaivan, dia tidak ingin membebani dengan memesan yang mahal. Bahkan untuk minum, Bella hanya meminta air putih biasa.
Kaivan memesan beberapa lauk tambahan tanpa memberi tahu Bella. Mereka duduk di sebuah meja kecil yang cukup untuk dua orang, suasana warungnya sederhana, namun nyaman.
"Kenapa lo nggak makan dari pagi?" tanya Kaivan, kali ini dengan nada yang sedikit khawatir.
Bella hanya tersenyum tipis, berusaha menyembunyikan alasan sebenarnya. Dia tidak ingin Kaivan tahu tentang penagih hutang yang sering merampas semua uangnya. Bella merasa sudah cukup banyak bercerita tentang masalah hidupnya, dan dia takut Kaivan akan bosan mendengar cerita yang selalu sama.
"Lupa bawa uang," bohong Bella, meskipun dia tahu Kaivan mungkin tidak percaya.
Kaivan memang tahu Bella sedang tidak jujur, tapi dia tidak ingin menekannya. Dia memilih untuk membiarkan Bella bicara saat dia sudah siap, daripada memaksanya sekarang.
Tak lama kemudian, makanan yang mereka pesan datang. Bella terbelalak kaget saat melihat banyaknya makanan yang memenuhi meja. Kaivan memesan lebih dari yang Bella bayangkan.
"Kai, ini banyak banget," ucap Bella pelan, merasa sedikit malu dengan jumlah makanan yang tersaji.
"Habisin sampai muka lo nggak pucat lagi," kata Kaivan tegas, tanpa sedikit pun nada bercanda.
Bella merasa terharu mendengar ketegasan Kaivan. Dia tahu itu adalah caranya untuk menunjukkan perhatian. Kaivan kemudian dengan santai menambahkan beberapa lauk ke piring Bella, seolah tahu bahwa Bella terlalu malu untuk mengambilnya sendiri.
"Kebanyakan," protes Bella dengan nada pelan, merasa sungkan menerima begitu banyak.
"Habisin semua," balas Kaivan dengan nada serius, tak mau Bella merasa bersalah.
Dengan sedikit enggan tapi tak bisa menolak, Bella mulai makan. Rasa lapar yang sejak tadi dia tahan membuatnya makan dengan sangat lahap. Satu donat yang dimakannya tadi siang sama sekali tidak cukup untuk mengisi perut yang kosong sejak pagi.
"Kai, kalau nambah nasi boleh?" tanya Bella dengan malu-malu, perutnya masih belum terasa kenyang.
Kaivan langsung memanggil pelayan tanpa berkata apa-apa, lalu meminta tambahan nasi untuk Bella. Melihat itu, Bella merasa semakin nyaman dan lega. Dia benar-benar kenyang setelah menghabiskan makanannya, perut yang tadinya kosong kini terasa penuh.
Sambil melihat Bella yang akhirnya tampak lebih segar, Kaivan tersenyum kecil. Dalam hati, dia bersyukur karena mereka sekarang berada di situasi yang jauh lebih baik. Dulu, sebelum mereka berdamai, Kaivan sering kali memusuhi Bella. Dia tidak pernah menyadari betapa berat hidup yang dijalani Bella. Dulu, setiap kali melihat wajah Bella pucat, dia sering bercanda menyebutnya sedang hamil. Tapi kenyataannya, Bella hanya kelaparan, sesuatu yang kini membuat Kaivan merasa bersalah karena tidak pernah peka akan situasi Bella.
Sambil menyantap sisa makanannya, Kaivan sesekali mencuri pandang ke arah Bella, berandai-andai tentang bagaimana nasib gadis itu tanpa bantuannya. Bagaimana Bella bisa bertahan jika penagih hutang terus-menerus menghabiskan uangnya? Kaivan sendiri tidak berani memikirkan terlalu jauh.
***
Jakarta, 25 November 2024
Kaivan jadi perhatian ya😁
Next part 200 komen
Baca duluan novel ini di Karyakarsa