Drama banget file laptop lenyap cuma gegara keyboard error. Alhasil harus nulis ulang beberapa chapter yang sebelumnya udah disiapin, meski feel nya udah kerasa beda -_-
Berharap file BROKEN LINE masih bisa pulih, karena kalo sampe itu hilang permanen gak akan bisa nulis lagi dari awal -hiksu-
Dah ah, makin galau.
Enjoy and happy reading~
.
.
.
Hujan terus mengguyur kota tempat Wei Wuxian tinggal belakangan ini. Pantas saja karena sekarang sudah memasuki awal-awal musim gugur. Cuaca menjadi lebih dingin dan mendung hampir setiap hari memayungi langit.
Di cuaca seperti ini, tak banyak orang yang melakukan aktivitas di luar rumah. Jalanan menjadi lebih lengang bahkan taman kota yang biasanya ramai oleh pengunjung mendadak sepi. Dan bagi Wei Wuxian itu adalah sebuah keberkahan tersendiri.
Ia menyukai momen dimana dirinya tak perlu bersinggungan dengan banyak orang.
"Aku sedang di supermarket." Wei Wuxian berbicara sambil mengapit ponsel diantara telinga dan bahunya sementara kedua tangannya sibuk mengacak-ngacak freezer untuk mencari merk Frozen food favoritnya.
"Membeli hot dog lagi?" Tanya si penelepon.
"Mn."
"Wei Ying, sudah kubilang jangan terlalu sering mengkonsumsi makanan instan seperti itu. Itu akan merusak kesehatanmu."
Wei Wuxian memutar bola matanya. Bukan sekali ini saja Wangji mengomel soal kebiasaannya yang suka makan makanan seperti ini, Wei Wuxian sendiri sampai bosan setiap kali kekasihnya mulai mengomel tentang ini itu.
"Ayolah Lan Zhan, kenapa kau cerewet sekali? Lagi pula aku tidak mengkonsumsinya setiap hari. Hot dog yang kemarin ku beli sudah habis oleh kakakku. Kemarin dia membawa kolega nya ke rumah dan membuat pesta kecil-kecilan sampai menghabiskan semua stok makanan milikku." Jelas Wei Wuxian. Ia memasukan beberapa bungkus hot dog ke dalam troli lalu mendorongnya menuju rak berisi berbagai jenis ramen instant.
Kali ini tanpa banyak berpikir tangannya secara otomatis bergerak ke arah jajaran ramen yang sudah sangat familiar baginya dan memasukan hampir setengah stok yang dipajang ke dalam troli. Setengah tempat itu sudah penuh oleh stok makanan instan yang jika Wangji melihatnya pasti akan langsung mengomel panjang lebar sambil meletakan kembali semua benda itu ke dalam rak dan freezer.
"Tetap saja, kau terlalu sering memakan makanan yang tidak sehat. Bahkan saat di kantin pun-"
"Jika kau terus mengomel aku akan menutup sambungannya." Ancam Wei Wuxian memotong ucapan Wangji. Seketika itu juga pria di seberang sana menurut membuat Wei Wuxian menahan senyum karenanya.
Setelah Wangji tenang, mereka kembali melanjutkan obrolan ringan. Membicarakan hal-hal sepele tentang keseharian mereka selama akhir pekan.
Sejak mereka memulai hubungan romansa dua bulan lalu, banyak hal yang berubah diantara keduanya. Wei Wuxian yang biasanya sangat anti dengan percakapan-percakapan dangkal apalagi berbicara melalui sambungan telepon perlahan mulai menikmatinya saat bersama Wangji. Begitupun sebaliknya, Lan Wangji yang biasanya tertutup dan dingin akan berubah saat berada dihadapan Wei Wuxian. Meski masih belum bisa terbuka satu sama lain sepenuhnya, setidaknya begini saja sudah menjadi sebuah kemajuan.
Terlebih bagi Wei Wuxian.
Ia tak lagi takut untuk menunjukan diri. Kini Wei Wuxian bisa keluar tanpa harus bersembunyi dibalik Hoodie kedodorannya. Penerimaan Lan Wangji pada sosok Wei Wuxian yang apa adanya membuatnya perlahan-lahan bisa berdamai dengan masa lalu.
"Wei Ying, aku merindukanmu."
Pernyataan Wangji yang tiba-tiba cukup mengejutkannya. Entah kenapa tapi tiba-tiba saja wajahnya terasa panas, juga sudut bibirnya yang berkedut menahan senyum.
"Ah, bagaimana ini. Kekasihku merindukanku padahal kita baru berpisah sehari, ck. Lan Zhan, kau pasti sangat mencintaiku ya?" Kelakar Wei Wuxian sekedar untuk menghilangkan rasa gugupnya. Ia berharap Wangji tidak menanggapi candaannya, tapi sepertinya permohonannya tak terkabul. Ia lupa jika Lan Wangji yang sekarang berbeda dengan Wangji yang itu.
Seniornya yang ketus dan galak sudah berubah menjadi buntalan kapas yang lembut dan melelehkan.
"Tentu saja, aku sangat mencintaimu."
Pemuda yang lebih muda hanya bisa menutup kedua wajahnya yang sudah sangat memerah sambil tertawa kecil. Agak geli juga sebenarnya dengan percakapan mereka. Itu terdengar sangat menggelikan seperti remaja tanggung yang baru mengenal cinta.
"Haha, hentikan Lan Zhan. Aku tidak sanggup lagi ini sangat menggelikan."
Wangji di seberang sana juga ikut terkekeh, "Kau masih mencari sesuatu?"
"Tidak, aku sudah selesai. Sedang menuju kasir."
"Baiklah, nanti ku hubungi lagi setelah sampai di rumah."
"Kau tidak bosan bicara terus denganku? Besok juga kita bertemu di sekolah."
"Oh, apa kau bosan bicara denganku?"
"Hey!"
Terdengar tawa tertahan dari seberang telepon. Pria itu pasti sedang mengolok-olok dirinya. Wei Wuxian berdecak sebal.
"Ku tutup, bye!"
"Tunggu! Wei-"
Wei Wuxian keburu menutup sambungan secara sepihak tanpa membiarkan Wangji melanjutkan kalimatnya. Biar saja kekasihnya itu galau semalaman. Ia tertawa nista dalam hati.
.
.
.
Niatnya untuk langsung pulang ia urungkan saat aroma kopi menggoda indra penciumannya begitu keluar dari area supermarket.
Pada akhirnya Wei Wuxian memilih masuk ke salah satu kedai kopi tak jauh dari sana dan memesan frappuccino juga satu slice cheesecake. Ia menghiraukan tatapan aneh pengunjung di sebelahnya yang mungkin tengah berpikir bahwa dirinya cukup gila karena memesan minuman dingin disaat cuaca di luar sana sudah cukup membekukan.
Setelah menerima pesanannya Wei Wuxian memilih duduk di meja paling pojok. Mengeluarkan ponsel lalu mengirim gambar frape juga cheesecake nya pada Wangji. Dan tak butuh waktu lama sampai pria itu membalasnya dengan kalimat cukup pedas.
Lan Zhan
Sebentar lagi pasti ada seseorang yang akan merengek sakit kepala. Aku tidak peduli.
Wei Wuxian tidak bisa menahan tawanya. Terbayang dalam benaknya bagaimana ekspresi Wangji saat ini. Kekasihnya pasti sedang mengerutkan dahinya dalam-dalam sambil memandang ponsel. Dua bulan bersama membuatnya sedikit banyak mulai menghapal kebiasaan Lan Wangji yang sering membuat ekspresi aneh. Well, tentu saja jika hanya sedang bersamanya saja. Ia cukup bangga dengan satu fakta itu.
Kau tidak mau bergabung denganku? Cuaca sedang bagus untuk berkencan.
Balasnya sambil melampirkan foto langit terselubung mendung.
Lan Zhan
Berhenti mengatakan omong kosong dan cepat pulang. Cuaca sedang sangat buruk, Wei Ying.
Kau tidak seru, Lan Zhan!!!
Lan Zhan
Baiklah, aku juga mencintaimu.
Rahangnya jatuh saat membaca pesan terakhir Wangji. Apa-apaan?! Wei Wuxian merinding. Terkadang dalam beberapa kesempatan ia masih belum terbiasa dengan sikap Wangji yang cheesy begini. Mungkin karena terbiasa dikasari jadi menghadapi sisi Wangji yang seperti ini agak membuatnya geli.
Yah, meski tidak bisa dipungkiri juga bagian hati terdalamnya berbunga-bunga- ekhm.
Wei Wuxian menyendok cheesecake nya sambil bersenandung kecil. Ketika rasa manis dan gurih meleleh di mulutnya ia tak bisa menahan eskpresi senangnya. Mungkin juga karena pesan terakhir Wangji barusan yang membuat mood nya seketika melejit ke level maksimal. Tak tau lah, yang pasti saat ini Wei Wuxian senang sekali.
Disaat tengah menikmati dessert nya, tak sengaja matanya menangkap seseorang yang baru saja memasuki kedai. Seiring dengan wajah orang itu yang kian jelas, senyum Wei Wuxian pun ikut memudar. Ia tak bisa melepaskan tatapannya dari sosok itu. Seorang pria dengan setelan jas hitam yang sangat familiar untuknya.
Wei Wuxian menunggu dengan was-was. Mengira-ngira apakah orang itu akan pergi atau duduk di salah satu meja disana. Ia mengabaikan ponselnya yang berdering. Matanya sempat menangkap nama Lan Zhan terlihat di caller id namun Wei Wuxian tak berniat mengangkatnya. Saat ini atensinya jatuh sepenuhnya pada orang itu.
Pria itu duduk di salah satu meja di tengah kedai dan entah kenapa Wei Wuxian merasa senang karenanya. Itu artinya ia tak perlu repot mengejar orang itu keluar.
Meninggalkan bangkunya, Wei Wuxian berjalan lurus ke arah orang itu lalu duduk disana begitu saja sampai membuat orang itu terkejut. Cangkir yang hampir menyentuh mulutnya tertahan, "kau-" kalimatnya ikut tertahan, ia tak tau apa yang harus dikatakan karena kemunculan Wei Wuxian yang tidak pernah dirinya duga.
"Kau orang yang selalu mengawasi Lan Zhan selama ini, kan?"
.
.
.
Tebece