Aku kembali 🙌🏼
Cerita full sampai extra chapter bisa diakses di karyakarsa Viallynn ❤️
Ini panjang, selamat membaca 💕
***
Untuk yang pertama kali setelah beberapa bulan terakhir Ndaru terlihat antusias untuk berkunjung ke rumah ayahnya. Tidak ada perasaan terpaksa, tidak ada wajah tak suka, dan tidak ada rasa gelisah di dada. Yang ada hanya perasaan tak sabar menanti apa yang akan terjadi selanjutnya.
Sesuai rencana, dua hari kemudian Ndaru benar-benar mengumpulkan keluarganya. Berniat untuk membicarakan masalah keluarga yang cukup pelik untuknya. Mencoba memancing tersangka yang pasti akan berbuat hal tak terduga. Jika prasangkanya benar, maka dipastikan kejutan akan didapat Ndaru dan keluarga.
Selama dua hari terakhir Ndaru benar-benar dibuat sibuk. Bukan hanya dirinya, melainkan Gilang yang juga terus mencari informasi sampai hari tiba. Benar saja, sudah banyak informasi yang Ndaru kantongi saat ini. Sekarang dia tahu jika semuanya memang berkaitan dan terdengar masuk akal. Selain itu, Ndaru juga tetap meminta Gilang untuk menyebarkan berita palsu. Yaitu kabar bahwa ia sudah mengetahui semuanya.
Jika memang benar pelaku berada di sekitar mereka, bisa dipastikan Ndaru akan tidak aman. Oleh karena itu, dia mempekerjaan beberapa pengawal untuk keluarganya. Benar, semua keluarganya, termasuk untuk Darma. Namun lagi-lagi rencananya tidak sesederhana itu.
Dalam perjalanan menuju rumah Harris, Ndaru menggunakan mobil yang berbeda. Tidak bersama Nanang seperti biasa. Melainkan ia datang dengan mengendarai mobilnya sendiri. Sedangkan Gilang yang ia minta untuk bersama Nanang. Ia juga berangkat lebih awal untuk antisipasi.
Di dalam mobil, Ndaru mengendarai mobilnya dengan hati-hati. Di belakangnya ia diikuti oleh dua pengawal yang khusus Gilang berikan padanya dan berbeda dengan pengawal keluarga lainnya.
Hati Ndaru lega saat ia berhasil tiba di rumah ayahnya. Tidak langsung turun, Ndaru bergegas menghubungi Gilang. Mencoba bertanya apa ada yang terjadi dalam perjalanan. Tak perlu menunggu lama untuk panggilan Ndaru terjawab. Suara Gilang langsung ia dengar dengan cepat.
"Apa kalian aman?" tanya Ndaru langsung.
"Sesuai dugaan, Pak. Bapak diincar," jawab Gilang.
"Apa yang terjadi?" Ndaru menegakkan duduknya.
"Bapak sudah sampai di rumah Pak Harris?"
"Sudah."
"Bagus. Saya sedang menunggu orang bengkel, Pak. Secara mendadak mobil yang harusnya Bapak gunakan ini remnya blong di jalan tol."
"Kalian nggak apa-apa? Ada luka?" Ndaru terkejut. Takut jika anak buahnya menjadi korban. Meski kenyataannya mereka sudah menjadi korban.
"Saya dan Pak Nanang baik-baik saja, Pak. Beruntung jalanan tidak padat. Kalau iya, kecelakaan beruntun bisa terjadi. Cuma mobil Bapak aja yang rusak. Sepertinya pelaku sudah tau kalau nggak ada Bapak di dalam mobil."
Ndaru menghela napas kasar. Hatinya tak tenang menyadari jika ia memang diincar. Rem blong bukanlah pertanda baik. Ndaru selalu meminta Nanang untuk merawat mobil mereka. Rem blong adalah hal yang tak mungkin terjadi, karena Ndaru juga tak pernah mengalaminya selama ini.
"Setelah ini kalian langsung ke rumah sakit. Periksa semua keadaan kalian dan pastikan tidak ada apa-apa. Minta tambah pengawalan. Saya akan menyelesaikan sisanya di sini."
"Baik, Pak. Tetap hati-hati. Jangan lengah."
"Terima kasih, Lang. saya janji setelah ini kamu bisa ambil cuti dan bonus liburan."
Terdengar tawa Gilang di seberang sana. "Terima kasih, Pak. Saya tunggu."
"Oke, setelah itu langsung ke rumah dan jaga keluarga saya. Saya tutup teleponnya."
Setelah itu panggilan benar-benar berakhir. Ndaru keluar dari mobil dan bergegas untuk masuk ke dalam rumahnya. Tidak ada sambutan hangat seperti biasa. Tidak ada suara ejekan Mala untuk Satria. Keadaan tampak hening, tetapi Ndaru tahu jika semua anggota keluarganya telah berkumpul di ruang makan.
Seperti yang sudah ia duga, sudah ada Harris, Guna, Dayanti, Mala, Putri, dan juga Satria. Semua orang berkumpul menjadi satu dengan ekspresi wajah yang tak baik. Tentu saja, mereka menunggu apa yang ingin Ndaru katakan. Tak sabar untuk mengetahui apa yang sudah Ndaru ketahui, yaitu pelaku pembunuh Arya.
"Akhirnya bintang utama datang," ucap Harris.
Ndaru tersenyum miring dan mencium semua tangan kakak-kakaknya.
"Om, kemarin aku liat tas bagus di Singapura. Belum ada di Indonesia." Kalimat pertama yang Mala ucapkan saat mencium tangan Ndaru membuat pria itu tersenyum.
"Mala...," Yanti memperingati anaknya.
Mala mengerucutkan bibirnya. "Salah sendiri Papa nggak mau beliin."
"Kamu sudah beli tas baru dua minggu yang lalu. Jangan boros, Nak." Guna memberi nasihat.
"Om!" Mala menatap Ndaru dengan manja.
"Nanti Om transfer," jawab Ndaru menepuk kepala Mala pelan.
"Yes!"
Ndaru beralih pada Satria. "Nanti Om juga belikan Satria mainan." Ia tak mau pilih kasih. Dia menyayangi semua keponakannya.
"Jangan terlalu manjain anak-anak, Ru." Guna memperingati.
"Apa salahnya?" Ndaru mengedikkan bahu dan duduk di kursinya.
"Kayaknya suasana hati Ndaru sedang bagus," sahut Yanti.
"Mas Juna nggak ikut?" tanya Harris.
"Mas Juna di rumah sama Shana."
Harris berdecak pelan. "Sudah Papa bilang jangan biarkan wanita itu terlalu dekat sama Mas Juna."
"Jangan bahas itu, Pa. Kita bahas aja tujuan Ndaru minta kita berkumpul." Guna melerai, menghentikan perdebatan tak berguna yang akan terjadi.
"Mala sama Satria main dulu di atas, ya? Nanti Bibi antar makanan ke sana." Harris meminta para cucu untuk pergi, tak mau jika permasalahan rumit ini di dengar oleh para anak muda.
Begitu para cucu sudah pergi, Ndaru menatap satu-persatu anggota keluarganya. Senyum tipis muncul saat dia tidak menemukan satu orang di sana.
"Di mana Pak Darma?" tanya Ndaru menatap Putri.
Seperti biasa, Putri tampak diam atau bahkan memilih diam. Mungkin karena perdebatannya dengan Shana beberapa hari yang lalu.
"Papa ke Kalimantan," jawab Putri.
"Kok mendadak? Bukannya semalam masih main catur sama Papa?" Harris menjawab.
"Anak Mas Ari sakit, jadi Papa langsung ke sana tadi pagi." Ari, kakak Putri yang menetap di Kalimantan.
"Ari?" Yanti mengerutkan keningnya. "Bukanya mereka di Jepang? Mbak liat status istri Ari tadi pagi."
Senyum Ndaru sedikit bertambah. Dia mengamati ekspresi Putri yang masih tenang.
"Aku nggak tau, Mbak. Kata Papa sih gitu."
Harris berdecak pelan. "Ya sudah, Mas. Ayo ceritakan semua yang kamu dapat. Kamu buat Papa nggak bisa tidur akhir-akhir ini."
"Bener. Mbak juga risih sama pengawal yang Ndaru kasih. Kenapa harus tiga?" Yanti menggelengkan kepalanya tidak percaya.
"Sebenarnya ada apa, Ru?" Putri bertanya.
"Nggak ada apa-apa."
Guna menatap adiknya tidak suka. "Maksud kamu apa?" Dia sudah meluangkan waktu sibuknya untuk makan malam bersama. Dia membutuhkan hal yang lebih dari sekedar kata tidak ada apa-apa.
"Sebenarnya banyak yang terjadi akhir-akhir ini." Ndaru menatap makanan yang tersaji di atas meja dengan tidak berselera. Fokusnya kali ini adalah membahas hal penting yang ia selidiki bersama Gilang.
"Jelaskan, jangan bertele-tele." Harris bahkan mendorong piringnya menjauh.
Ndaru menunduk sebentar sampai akhirnya dia mengangkat wajahnya dan menatap satu-persatu orang yang menatapnya penasaran. Diamnya membuat Guna gemas dan melemparnya dengan anggur hijau di depan mata.
Tenangnya Ndaru membuat semua orang berang.
"Ndaru?" Yanti memanggilnya.
"Tentang Shana."
Kalimat pertama Ndaru membuat Harris lemas. Pria itu itu menyandarkan tubuhnya dan beralih menatap Putri yang menunduk. Melihat sang menantu yang kembali sedih membuatnya tak enak hati.
"Kenapa bahas itu?" Harris menatap Ndaru tajam.
"Dengarkan dulu." Ndaru beralih pada Putri. "Ucapan Shana benar, kan, Mbak?"
"Maksud kamu?"
"Mbak tau maksud aku." Ndaru menghela napas. "Ayah Shana benar dijebak, kan? Dan Mas Arya disuap untuk memalsukan bukti."
"Ndaru! Keterlaluan kamu!" Harris mulai berang.
"Aku sudah selidiki tentang perusahaan Artana Bara Group." Ndaru kembali duduk bersandar. "Mbak Putri pasti tau nama perusahaan itu."
"Perusahaan Ayah Shana bekerja?" tanya Yanti. Dia berusaha untuk bijak dengan mendengarkan dari segala sisi.
"Atas dasar apa kamu menuduh kakak kamu sendiri, Mas? Ucapan istri kamu itu nggak ada buktinya."
"Bukti sudah dihancurkan, Pa." Ndaru menatap Putri yang langsung membuat wanita itu menunduk seketika. "Karena lawan Ayah Shana bukan orang sembarangan."
"Siapa?" Guna memajukan badannya.
"Nurdin Hasan."
"Orang itu!" Yanti menggeram marah.
"Nurdin adalah pemilik saham terbesar Artana Bara Group. Untuk dokumennya sudah Gilang kirim ke email kalian." Ndaru memainkan gelas air putih di hadapannya.
"Lalu apa hubungannya sama Arya?" Guna masih belum menemukan kesinambungan di sana.
Ndaru kembali menatap Putri, yang lagi-lagi membuat wanita itu mengalihkan pandangannya. Meski terlihat tenang, tetapi tatapan Ndaru begitu mengintimidasi.
"Kalau boleh tau, sejak kapan Papa bekerja sama dengan Pak Darma?" Ndaru beralih pada Harris.
Harris tampak berpikir. "Cukup lama. Semenjak Mas Arya menjalin hubungan sama Putri. Kenapa?"
"Papa ingat dulu Pak Darma sempat menentang hubungan Mas Arya dan Mbak Putri?"
"Maksud kamu apa, Ru?" Putri membuka suara. Dia merasa Ndaru berusaha untuk memojokkannya sedari tadi.
"Apa yang membuat Pak Darma tiba-tiba merestui hubungan Mbak sama Mas Arya?" Ndaru bertanya pada Putri.
"Karena Papa menawarkan kerja sama yang bagus?" Guna mencoba menebak.
Ndaru menggeleng dengan senyuman tipis. "Pak Darma nggak butuh itu. Pak Darma juga pengusaha sukses."
"Lalu?"
"Pak Darma juga punya saham di Artana Bara Group." Ndaru mengatakannya langsung tanpa aba-aba.
"Bagaimana bisa?" Guna terkejut dan bergegas membuka email yang Gilang kirim. Dia membacanya dengan seksama.
"Nggak mungkin." Putri menggeleng tegas.
"Demi mendapat restu untuk menikahi Mbak Putri, Mas Arya membantu Artana Bara Group lepas dari tuntutan."
Harris menyentuh dadanya yang mendadak berdetak kencang. Informasi yang ia dengar cukup mengejutkan. Dibalik benar atau tidaknya, semua memang saling berkaitan.
"Artana Bara Group terbukti melakukan pencucian uang." Ndaru menghela napas panjang. "Dan Ayah Shana yang menjadi kambing hitam."
"Nggak mungkin! Nggak mungkin Papa ngelakuin itu, Ru!" Wajah Putri memerah. Dia juga baru mendengar hal ini malam ini. Namun lagi-lagi ucapan Ndaru terdengar masuk akal.
Restu adalah salah satu kata yang sulit untuk Arya dan Putri dapatkan dulu. Namun secara tiba-tiba Darma memberikan restu tanpa syarat. Otak bisnis Darma tentu tidak akan melakukan hal itu.
"Kamu yakin, Ndaru?" Yanti meremas lengan Guna erat. "Ucapan kamu harus bisa dipertanggung-jawabkan."
"Sekarang di mana Pak Darma, Mbak? Setelah aku meminta pertemuan penting ini, aku belum lihat Pak Darma sama sekali sampai malam ini."
"Sudah aku bilang Papa di Kalimantan!" Putri tiba-tiba membentak. Namun satu detik kemudian air mata mulai mengalir. "Itu nggak mungkin, Ru," ucapnya lirih.
"Lalu bagaimana dengan kecelakaan Mas Arya?" Harris menahan diri untuk tidak terjatuh lemas.
"Aku yakin sampai saat ini Pak Darma masih berhubungan dengan Nurdin. Kecelakaan Mas Arya terjadi saat menangani Proyek Benasaka milik Nurdin." Ndaru membuka ponselnya dan memberikan rekaman CCTV kecakaan Arya dari salah satu kafe di lokasi kejadian. "Kalian lihat sendiri."
Gilang mendapatkan rekaman itu tadi pagi setelah berkeliling mencari CCTV yang berfungsi di sekitar lokasi kejadian.
"Pak Darma." Guna bergumam tak percaya saat melihat pria itu duduk di salah satu kafe.
"Nggak mungkin." Harris menggelengkan kepalanya.
"Shana memang ada di lokasi kejadian kecelakaan Mas Arya, tapi Pak Darma juga ada di sana," jelas Ndaru.
"Jadi maksud kamu, Papa yang bunuh Mas Arya?" Air mata Putri kembali mengalir.
Ndaru mengedikkan bahunya. "Dan aku juga hampir menjadi korban selanjutnya."
"Maksud kamu?" Yanti menatap adik iparnya khawatir.
"Aku datang sediri dengan mobil yang berbeda. Gilang dan Nanang pakai mobil yang biasa aku pakai. Mereka kecelakaan di tol karena rem mobil blong."
"Ndaru!" Yanti membulatkan matanya. "Gimana keadaan mereka sekarang?"
"Info terakhir tidak ada luka. Mereka sudah di rumah sakit sekarang." Ndaru menatap ayahnya dan Putri bergantian. "Jadi, ada yang ingin ditanyakan?"
"Kamu cari tau semuanya sendiri, Ru?" Guna memijat kepalanya yang terasa pening.
Ndaru mengangguk pelan. "Aku nggak percaya sama orang lain, Mas."
"Nggak mungkin Papa ngelakuin itu, Ru." Putri berusaha menghubungi Darma.
Ndaru menatap Putri prihatin. Belum selesai dengan kematian Arya, sekarang nama ayahnya ikut terseret dalam kegilaan ini. Wanita itu pasti benar-benar tersiksa saat ini.
"Diangkat?" tanya Ndaru tenang.
Putri menggeleng dan melempar ponselnya kesal ke atas meja. Dia menunduk dan kembali menangis. Membuat Yanti yang duduk di samping bergerak memeluknya erat.
"Kita harus cari Darma." Harris mengepalkan tangannya. "Dia harus menjelaskan semuanya."
Sekarang kebingungannya akan Nurdin yang selalu mengetahui rencananya terkuak. Darma, bisa saja pria itu yang menjadi mata-mata Nurdin selama ini.
"Pengawalan akan tetap kalian terima sampai Nurdin dan Pak Darma diamankan. Usahakan jangan sering muncul di publik." Ndaru bertitah.
"Bagaimana bisa?" Guna tampak kesulitan. Dia harus terus muncul di publik sampai pemilihan berlangsung.
"Untuk sementara aja, Mas." Yanti juga menenangkan suaminya.
Dering ponsel berbunyi. Melihat nama Gilang, Ndaru segera mengangkatnya. Mereka harus tetap berkomunikasi agar informasi tersalurkan dengan baik.
"Ada apa?" tanya Ndaru langsung.
"Kabar buruk, Pak."
"Katakan." Perubahan wajah Ndaru membuat semua mata kembali tertuju padanya.
"Maafkam saya, Pak. Saya sudah lalai."
"Ada apa, Lang?!" Ndaru menaikkan suaranya.
"Bu Shana tidak ada di rumah. Bibi Lasmi dan Roro terluka. Ibu diculik, Pak."
"Sialan!" Ndaru mengumpat di depan semua orang. "Bagaimana dengan anak saya?"
"Suster Nur dan Mas Juna aman, Pak. Sepertinya mereka memang mengincar Bu Shana."
"Cari istri saya sekarang. Kalau perlu libatkan polisi dan media." Setelah itu Ndaru mematikan ponselnya dan berdiri dengan cepat.
"Ada apa?" Semua orang ikut berdiri kecuali Putri yang masih lemas.
"Shana, dia diculik." Matanya langsung tertuju pada Putri dengan rahang mengeras. "Kalau istri saya terluka, saya nggak akan tinggal diam. Meski Pak Darma pelakunya."
***
TBC
Jeng jeng jeng, akhirnya kita sampai di titik ini kawan. Ndaru tunjukan pesonamu 🫣
Follow ig viallynn.story
Jangan lupa vote dan commentnya ya 😘
Viallynn