Duda Incaran Shana

By viallynn

1.3M 132K 9.4K

Handaru Gama Atmadjiwo tidak tahu jika keputusannya untuk kembali ke Ibu Kota menimbulkan petaka. Baru satu h... More

1. Berita Duka
2. Perubahan Strategi
3. Malam Petaka
4. Skandal Tersebar
5. Mencari Jalan Keluar
6. Permintaan Tak Terduga
7. Harta Tahta Atmadjiwo
8. Sebuah Kesepakatan
9. Tampil Bersama
10. Kembali Viral
11. Mantan Meradang
12. Berusaha Meyakinkan
13. Erina VS Harris
14. Persiapan Nikah
15. Peringatan Tegas
16. #PatahHatiNasional
17. Kehidupan Baru
18. Hidup Bersama
19. Fakta Berbicara
20. Handaru Gama Atmadjiwo
21. Perubahan Dalam Semalam
22. Jaga Jarak Aman
23. Akhir Pekan
24. Suara Hati Istri
25. Negosiasi
26. Berubah Pikiran
27. Serangan Fajar
28. Ibu Dadakan
29. Teka-Teki Arya
30. Hampir Saja
31. Selamat Pagi Dunia
32. Menjaga Jarak
33. Makan Malam Keluarga
34. Melarikan Diri
35. Hilang Kendali
36. Berubah Pikiran
37. Terasa Aneh
38. Undangan Asing
39. Tertangkap Basah
40. Mertua VS Menantu
41. Musuh Mendekat
42. Aksi Handaru
43. Kembali terulang
44. Resah Gelisah
45. Rasa Canggung
46. Diam-Diam
47. Kembali Muncul
48. Ada Apa?
49. Mulai Peduli
50. Kepedulian Sia-Sia
51. Prasangka Buruk
52. Peristiwa Tak Terduga
53. Tembok Besar
55. Sebuah Pembelaan
56. Demi Istri
57. Bertingkah Tak Biasa
58. Tertampar Fakta
59. Kesepian
60. Perhatian yang Berbeda
61. Kembali Asing
62. Kembali Fokus
63. Berpikir Realistis
64. Jemput Paksa
65. Menahan Amarah
66. Kalimat Menusuk
67. Ternyata Oh Ternyata
68. Hati ke Hati
69. Isi Hati
70. Hanya berdua
71. Melindunginya
72. Dilema Hati
73. Pasangan Halal
74. Penjara Istana
75. Dari Hati ke Hati
76. Pertengkaran Hebat
77. Titik Terang
78. Tertangkap Umpan
79. Di balik Topeng

54. Izin Suami

15.1K 1.7K 166
By viallynn

Maaf baru muncul 😁🙏🏽

Chapter 71-72 sudah tersedia di karyakarsa ya. Kalau malam ini rame, besok aku update lagi di wattpad dan karyakarsa ❤️

Selamat membaca 💕

***

Pagi ini, Putri sarapan bersama anak dan ayahnya. Semalam, Darma memang menginap di rumahnya. Pria itu ingin menemani cucunya menonton bola. Tanpa sosok Arya, sebisa mungkin Darma akan selalu berada di samping cucunya. Bukan bermaksud menggantikan. Dia hanya tidak mau Satria merasa sendiri sejak menantunya itu pergi.

"Nanti Papa ada rapat sama Pak Harris."

Putri hanya mengangguk, masih fokus memisahkan ikan dari tulangnya untuk Satria.

"Sebenernya rapatnya sama Ndaru, tapi mendadak dia nggak bisa. Jadinya diwakilkan sama Pak Harris." Darma menghela napas kasar. "Apa karena masalah kemarin? Dia marah?"

Putri ikut menghela napas kasar. Sepertinya pagi ini mereka akan membicarakan topik ini lagi. Memang sejak kejadian di ruangan kantornya, wanita itu tidak mengatakan atau menjelaskan apapun pada ayahnya. Dia menyimpan semuanya sendiri dengan rapat. Karena ini berhubungan juga dengan pekerjaan kotor suaminya.

"Tentang Shana, ada apa, Put? Dia masih ganggu kamu?"

Sebagai orang tua, Darma tahu akan hubungan Putri dan Shana yang tidak baik. Jauh sebelum Shana masuk ke keluarga mereka. Hanya saja, itu masalah internal keluarga mereka dan tidak terlalu menanggapinya serius. Namun seiring berjalannya waktu, sepertinya Shana semakin mengusik ketenangan anaknya.

"Bilang sama Papa. Jangan diam saja."

"Bisa kita jangan bahas hal ini, Pa?"

Darma kembali menghela napas kasar. "Jadi benar dia masih ganggu kamu?"

"Bukan masalah penting. Shana dengan keyakinannya masih sama. Nggak usah dipikirin, Pa. Orang dia asal tuduh tanpa bukti." Putri mengatakannya dengan santai. Padahal dalam hati dia kembali mengutuk perbuatan suaminya.

"Papa cuma khawatir sama kamu. Arya sudah nggak ada, tapi bukan berarti kamu sendiri. Ada Papa di sini, jadi kalau ada apa-apa atau butuh sesuatu, bilang sama Papa." Darma menatap anaknya lekat. "Jangan sampai pertengkaran kamu sama Shana berdampak pada bisnis Papa dan Atmadjiwo. Kamu tau kalau kita juga sudah keluar banyak untuk kampanye Guna dan IKN."

"Aku paham. Papa nggak perlu khawatir."

Senyum tipis Putri pun menjadi penenang untuk ayahnya.

***

Pagi ini Shana tidak lagi menghindar. Mengingat jika Ndaru bersikap biasa saja semalam, dia bertekad untuk melakukan hal yang sama. Peduli setan dengan ciuman, toh ini bukan kali pertama untuk mereka dan mereka juga sama-sama sudah dewasa.

Bukan hal yang harus dipikirkan, bukan?

"Selamat pagi, Bu Shana," sapa Bibi Lasmi saat Shana memasuki area dapur yang dibalas dengan senyuman manis.

Seperti biasa, Shana melihat Ndaru sudah duduk rapi di kursi utama dengan iPad dan secangkir kopi. Pria itu memang sangat rajin. Shana tidak bisa mengelak fakta itu.

Tidak seperti Shana, dia hanya bangun pagi saat akan mengantar Juna sekolah. Seperti hari ini, dengan kemeja berwarna biru serta celana putih, Shana sudah terlihat rapi, bersiap untuk menemani Juna ke sekolah.

"Pagi, Mas Juna," sapa Shana mengusap pelan kepala Juna. "Sarapan apa, nih?"

"Mau makan sama Mama." Juna meletakkan brokolinya dan mengulurkan kedua tangannya pada Shana.

Melihat itu, Shana tersenyum haru. Dengan segera dia menggendong Juna untuk duduk di pangkuannya. Dengan gemas, Shana memeluk Juna erat. Seharian tidak bermain dengan Juna membuatnya sedikit merasakan rindu.

Ah, ternyata mengunci diri di kamar juga tidak baik.

"Mas Juna makan sendiri, ya? Kan sudah besar." Kalimat Ndaru membuat Shana menatap pria itu.

Cukup lama mereka bertatapan sampai akhirnya Shana yang mengalihkan pandangannya dengan berdeham pelan.

"Nggak apa-apa, Pak. Saya juga kangen sama Mas Juna."

"Siapa suruh kunci diri di kamar seharian?"

Mata Shana membulat mendengar itu. Dia kembali menatap Ndaru dengan alis bertaut.

Apa maksud pria itu? Menyindirnya?

"Memangnya kenapa? Bapak nyindir saya?"

Ndaru mengedikkan bahunya dan kembali fokus pada iPad-nya. Membaca berita bisnis pagi ini.

"Ini buahnya, Bu." Bibi Lasmi datang membawa buah potong. Makanan yang wajib ada untuk Shana.

"Makasih, Bi. Bibi kok udah di dapur aja? Tangannya udah sembuh?" tanya Shana sedikit menyentuh tangan Bibi Lasmi yang terlihat memerah. Bisa dipastikan tak lama lagi akan muncul benjolan dengan air di dalamnya.

"Udah mendingan, Bu. Nggak sepanas kemarin, berkat obat dari dokter. Kata Bapak saya juga berobat lagi nanti biar nggak infeksi."

"Nanti biar diantar sama Nanang," sahut Ndaru masih fokus pada bacaannya.

"Terus Bapak sama siapa nanti? Saya berangkat sendiri aja, Pak. Didaftarin ke dokter buat berobat aja saya sudah berterima kasih banget."

"Biar saya sama Gilang. Hari ini Nanang di rumah buat jaga-jaga."

Melihat Bibi Lasmi yang akan membantah, Shana dengan cepat menggeleng. Meminta wanita paruh baya itu untuk menurut. Percuma saja membantah titah sang raja. Mustahil tentu rasanya. Shana sudah sering merasakannya.

Melihat perhatian Ndaru pada Bibi Lasmi juga membuat Shana akhirnya bisa berpikir jernih. Mengenai perhatian pria itu semalam, tentang nasi goreng dan buah potong, Shana tidak akan kembali bertanya-tanya. Ternyata bukan hanya pada dirinya, buktinya Ndaru juga memberikan perhatiannya pada Bibi Lasmi. Shana yakin jika bukan hanya pada mereka berdua, pada yang lain pun sama. Bedanya perhatian Ndaru tidak tersampaikan dengan jelas. Malah ketegasan pria itu yang lebih dominan.

Baiklah, Shana tidak perlu lagi dibuat bimbang dengan pikirannya sendiri. Sepertinya benar jika dia harus melupakan kejadian kemarin. Melihat Ndaru yang bersikap biasa dan sama menyebalkannya membuktikan jika ciuman kemarin memang tak berarti apa-apa.

Anehnya, ada sedikit rasa kesal di hati Shana. Ternyata dia sendiri yang merasakan perasaan tak nyaman ini.

"Nanti habis anter Mas Juna pulang saya mau ketemu Mas Raja, Pak." Shana sedang meminta izin saat ini.

"Hanya Raja?" tanya Ndaru memastikan.

"Nggak ada Dito kalau itu yang Bapak maksud."

Ndaru berdeham dan menutup iPad-nya. "Oke, biar Roro yang antar."

"Emang kalau bukan Roro siapa lagi?" cibir Shana pelan. Dia yakin jika Ndaru mendengarnya tetapi pria itu memilih tak acuh dan mulai bersiap.

"Papa berangkat dulu. Sekolah yang pintar, jangan nakal." Ndaru mengusap kepala Juna dan mencium keningnya.

"Mama juga cium, Pa," ucap Juna setelah mencium tangan Ndaru. Mulutnya yang penuh akan makanan membuatnya tampak lucu. Namun berbeda dengan kalimat yang ia keluarkan, karena itu terdengar mengejutkan.

"Apa?" tanya Shana bodoh.

"Mama cium." Juna menunjuk kening Shana dan keningnya bergantian.

Shana yang mengerti maksud Juna langsung menatap Ndaru dengan wajah bodoh. Begitu juga Ndaru, pria itu juga terdiam dan menatap kening Shana ragu.

"Cium, Pa!" Juna mulai merengek.

"Boleh?" tanya Ndaru pada Shana. Masih dengan rasa ragu.

Seketika senyum Shana merekah. Dia mengangkat wajahnya cepat, bermaksud agar Ndaru lebih mudah untuk mencium keningnya.

Ndaru masih tampak ragu. Dia menatap Juna dan Shana bergantian.

"Ayo, Pak. Mas Juna loh yang minta. Atau mau yang di sini, saya nggak masalah, kok." Shana menunjuk bibirnya dengan kekehan kecil.

Tak ada lagi rasa canggung seperti kemarin. Shana sudah memantapkan diri jika semuanya tidak berarti apa-apa.

Ndaru mendengkus dan mulai menunduk. Dia meraih kepala Shana dan mencium keningnya cepat. Ternyata Ndaru menggunakan ibu jarinya agar bibirnya tak langsung menyentuh kening Shana.

Ternyata tembok besar itu masih ada.

"Mama cium."

Ternyata belum selesai. Shana yang tersenyum puas langsung menghilangkan senyumnya. Dia menatap Juna tak percaya.

"Mama cium Papa juga?" Mata Shana mulai membulat.

Juna mengangguk dan menarik tangan kanan Ndaru. Dia menunduk dan mencium tangan Ndaru untuk yang kedua kalinya.

"Kaya gini, Ma. Kata Miss Lia itu bagus."

"Oh, bener, sih, bagus," gumam Shana mengusap lehernya.

Tatapannya kembali beralih pada Ndaru. Ekspresi mereka kali ini seperti tertukar. Shana yang tampak ragu, sedangkan Ndaru sudah bersiap dengan tangan kanannya.

"Ayo, Mas Juna, loh, yang minta." Ndaru meniru kalimat Shana sebelumnya.

Dengan senyum masam, Shana meraih tangan kanan Ndaru dan menciumnya. Namun tak berhenti di sama, mulut Shana terbuka dan langsung menggigit tangan Ndaru cukup keras. Hal itu membuat Ndaru menarik tangannya cepat.

"Kamu gila?" geramnya tertahan.

Shana tak menjawab. Dia hanya menjulurkan lidahnya dan kembali berbalik menatap makanannya.

Gelengan kepala Ndaru berikan. Dia langsung berlalu untuk berangkat ke kantor. Mengabaikan tingkah tengil Shana adalah pilihan terbaik. Hanya akan menghabiskan tenaga jika berdebat dengan gadis itu.

***

Di sebuah ruang kerja, tampak dua orang pria tengah duduk saling berhadapan. Keheningan yang ada menjadi bukti jika keduanya tengah fokus berpikir saat ini. Mencari jalan keluar yang pastinya tidak akan merugikan mereka berdua.

"Kita nggak bisa abaikan Shana."

"Dia nggak bisa apa-apa. Nggak perlu khawatir."

Salah satu pria itu menghela napas kasar. "Jangan remehkan dia, Mas. Mungkin dulu dia memang masih ingusan, tapi sekarang dia berbeda. Tekadnya sangat kuat, terbukti dari dulu sampai sekarang dia masih mencari bukti kalau ayahnya tidak bersalah."

"Dan Shana tidak punya buktinya, kan? Satu-satunya saksi hidup yang tau semuanya pun sudah kita singkirkan."

Lagi-lagi hela napas lolos dari mulutnya. "Tetap saja kita harus hati-hati. Perasaan saya nggak enak."

"Kalau gitu saya percayakan dia sama kamu. Apa kamu bisa?"

Pria itu menatap pria tua di hadapannya terkejut. "Seperti Arya?" tanyanya memastikan.

"Benar, seperti Arya."

***

TBC

Shan, mending lu di rumah aja dikekep Mas Ndaru sambil pelukan, dari pada keluar jadi the next Arya nanti 😌

Follow ig viallynn.story

Jangan lupa vote dan commentnya ya 😘

Viallynn

Continue Reading

You'll Also Like

55.4M 1.8M 66
Henley agrees to pretend to date millionaire Bennett Calloway for a fee, falling in love as she wonders - how is he involved in her brother's false c...
29.2M 811K 52
"Curiosity killed the kitty Miss Adams." My body stiffened. Slowly I turned around just to see Mr. Parker standing in front of me with hands in his...
227M 6.9M 92
When billionaire bad boy Eros meets shy, nerdy Jade, he doesn't recognize her from his past. Will they be able to look past their secrets and fall in...
196M 4.6M 100
[COMPLETE][EDITING] Ace Hernandez, the Mafia King, known as the Devil. Sofia Diaz, known as an angel. The two are arranged to be married, forced by...