Jie bangun kala jam menunjukkan pukul 12 siang catat itu jam 12 siang dimana hujan sudah reda dan matahari sedang tinggi-tingginya. Jie keluar dari kamar masih menggunakan piyama dan rambut acak-acakan. Jie menuruni tangga tanpa tahu bahwa di rumahnya sedang ada tamu.
"Bentar." gumam Jie
"Jie goblok banget gue malu banget anying gimana gue balik ke kamar." gerutu Jie
Dengan segenap rasa malu yang ada Jie berlari kencang dari dapur menuju kamarnya. Jie langsung menutupi tubuhnya dengan selimut karena malu.
"Haduh maaf ya, tadi dia sudah dibangunin tapi ya gitu gak mau bangun." ujar Yura
"Gak papa mbak, malah lucu lihat Jie begitu." ujar Sonya
"Biasanya kita lihat Jie yang petantang petenteng terus lihat Jie yang begini lucu sekali." Imbuh Desi
"Lagian Gianna kalau di rumah juga begitu."
"Maaa."
"Lho kan bener."
"Ya nggak usah di omongin di sini to."
Jie turun dengan perasaan malunya yang masih ada itu, Jivan menahan tawanya kala melihat Jie turun itu membuat Jie menjambak rambut Jivan.
"Anjir sakit." Ringis Jivan
Jie duduk di samping ibun-nya itu. Jie tidak suka tamu, kalau ada tamu rasanya Jie mau minggat aja dari rumah.
"Kenalan gih sama Gianna." Titah Yura
Jie dengan malas menyodorkan tangannya, "salken, Jie."
"Salken too, Gianna."
Lalu keduanya kembali canggung. Jie itu susah untuk dekat dengan orang baru. Ia butuh waktu sekitar 1 sampai 2 minggu untuk mengenal lebih dekat.
"Jie, sini." panggil ayahnya
Jie dengan langkah malas menghampiri ayahnya lalu duduk di sampingnya.
"Kenapa yah?" tanya Jie
"Ini lho om Deka mau ngobrol sama kamu."
Jie menunjuk dirinya sendiri yang diangguki oleh ayahnya.
"Mau bicara apa om?" tanya Jie
"Nanti temenin Langit ambil barang buat kamu ya?"
"B-buat saya?"
"Iya, buat kamu sama Jivan. Selamat ulang tahun ya."
Hari ini memang ulang tahun kembar, kemarin sudah ditanya mau apa pas ulang tahun mereka gak mau apa-apa jadi ya nggak ada perayaan khusus.
"Terimakasih om." ujar Jie dan Jivan
****
"Kenapa sih, a? Mama perhatikan dari kemarin mukanya murung terus. Lagi berantem sama Jie?" tanya ibunya
"Iya. Hari ini Jie ulang tahun aa gak tau harus gimana."
"Sudah coba bicara belum?"
"Sudah tapi kayanya Jie yang nggak mau bicara. Kemarin kita berantem sampai teriak-teriakan dan kayanya aa kelepasan bentak Jie."
"A, apa masalahnya sampai aa bentak Jie?"
"Akhir-akhir ini aa sadar kalau jarang bales chat Jie, Jie minta ngobrolin soal itu tapi aa nolak."
"Pergi minta maaf a, mama nggak pernah ajarin aa buat bentak perempuan."
"Kalau Jie nggak mau?"
"Minta maaf sampai Jie mau maafin aa."
Hajun langsung berdiri untuk mengambil jaket dan kunci motornya. Sesudahnya ia pamit kepada ibunya lalu tancap gas cari hadiah dulu lah baru ke rumah Jie.
Setelah mendapatkan kado, Hajun tancap gas ke rumah Jie. Namun, sesampainya di sana justru dia mendapatkan sakit hati karena melihat Jie berboncengan dengan Langit.
"Nyari siapa mas?" tanya art yang hendak pulang itu
"Mau ngasih ini buat Jie, tolong dikasih ke Jie ya bi."
"Oh baik mas."
Hajun pergi meninggalkan rumah Jie dengan perasaan sakit. Bibi kembali ke dalam untuk memberikan kado ulang tahun itu kepada Jie.
"Non, ini tadi cowok di depan mau ngasih ini buat non Jie."
"Cowok? Motornya gimana bi?" tanya Jie
"Motornya cb, orangnya agak tinggi."
"Cb?" tanya Jie memastikan
"Iya."
Saat itu juga Jie berlari menuju gerbang namun nihil Hajun sudah pergi. Jie menatap paper bag itu dengan tatapan sendu.
Hajun 🐼 : happy birthday
Hajun 🐼 : semoga suka kadonya
Hajun 🐼 : dan maaf soal kemarin gak sengaja bentak kamu
"Argh Jie lo goblok banget sumpah." maki Jie kepada dirinya sendiri
Jie masuk dengan langkah gontai, tangannya membawa dua paper bag. Langkahnya ia bawa ke kamarnya.
"Ya Allah, apa tadi dia liat gue boncengan sama kak Langit ya?" gumam Jie
Jie membuka paper bag berwarna biru itu isinya bukan hal mewah namun membuat Jie senang bukan main. Sebuah gelang dan kuncir rambut. Jie dengan cepat mengambil handphonenya untuk mengucapkan terima kasih.
Tok tok tok
"Jie." Panggil Jakti
"Iya?"
"Ayo turun makan."
"Gak laper ah."
"Gak ada kaya gitu, ayo makan." ujar Jakti sambil menarik tangan Jie
Jie hanya bisa pasrah bukannya gimana-gimana ya, Jie itu canggung kalau harus makan sama orang lain.
"Lu pasti kesel karena harus jaim begini." bisik Jivan
"Asal lo tau, image gue udah ilang gara-gara gak ada yang briefing gue tadi kalau ada tamu." balas Jie
"Untung tadi gak ada kak Langit, kalau ada mau ditaruh mana muka lo. Udah mau kemarin berantem sama Bu rt depan dia kalau kejadian tadi ada dia juga gue yakin lu gak akan berani turun--aduh sakit anjir." ujar Jivan yang diakhir dicubit Jie
"Jie, Jivan." tegur ayahnya
"Jie nih yah." adu Jivan
"Enggak kok yah, Jivan aja ini lebay."
"Wah enak ya kalau punya saudara, gak kesepian." Celetuk Gianna
"Jangan pernah berpikir begitu gi, karena sesungguhnya kalau sodara lo kaya Jivan hidup lo gak akan tenang." sahut Jie
"Harusnya gue gak sih yang ngomong begitu?" tanya Jivan
"Sudah sudah, silahkan dimakan." ujar Yura
Suasana hening hanya ada sendok beradu dengan piring. Mereka makan dengan khidmat.
"Kapan-kapan kita piknik di luar yuk." saran Desi
"Boleh boleh." sahut Sonya
"Wah ide bagus itu." imbuh Yura
Jivan, Jie dan Jakti hanya saling beradu pandang. Big no banget buat mereka piknik begitu karena sudah sering setiap weekend mereka piknik di luar. Mereka menatap ayahnya agar tidak setuju dengan rencana ini karena mereka sudah muak dengan agenda piknik ini.
"Boleh itu, bapak-bapak gimana?" tanya Wira
"Kalau ibu-ibu maunya begitu ya sudah kita tentukan saja waktunya." jawab Yogi
"Betul itu, kan sekalian biar anak-anak kita saling dekat." imbuh Deka
"Uhuk."
Jie tiba-tiba tersedak air minumnya. Jie merasa ada yang tidak beres.
"Kalau minum pelan-pelan aja kali dek." ujar Jakti
"Bener, terutama Jie sama Langit." ujar ayahnya
Jie tambah keselek air minum.
****
Jie di taman belakang kakinya sedari tadi tidak berhenti menendangi rumput. Merasa kesal sebab seharian tadi rasanya Jie dipaksa untuk dekat dengan Langit.
"Nyebelin, padahal dari sekali lihat aja gue sama kak Langit tuh kaya langit sama bumi alias beda banget." gerutu Jie
"Arghhhhhh, rumit banget deh ini hidup. Gue lama-lama kaya Josha deh hidup segan mati tak mau."
Sedari tadi Jie hanya menggerutu karena sungguh ia lelah dengan hidup.
"Kenapa sih? Gerutu mulu dari tadi." tanya Jakti
"Kakak mah enak, pacarnya udah di restuin ayah. Gak perlu capek-capek mikirin gimana kedepannya." ujar Jie
"Jadi dari kemarin tuh kamu galau? Sampai males makan, iya?"
"Hmmm. Aku sama Jivan sama-sama mikir gimana kedepannya. Mana kayanya ayah maksa banget buat aku deket sama kak Langit terus Jivan sama Gianna. Aku gak lagi nebak-nebak tapi emang kayanya begitu karena semuanya tergambar jelas di wajah ayah. Dari aku diajak meeting waktu itu, nyuruh aku ngajak kak Langit keliling komplek, sampai hari ini. Tau gak sih kak? Tadi Hajun dateng, tapi kayanya dia lihat aku boncengan sama kak Langit buat ambil barang tadi jadi dia titipin kadonya ke bibi. Ya aku tau aku lagi berantem sama dia tapi kaya kesannya aku nyakitin dia gak sih dengan aku boncengan sama kak Langit?"
"Setiap orang tua pasti maunya yang terbaik buat anaknya. Kalau ayah gak kasih restu buat kalian berarti ada yang salah sama kalian. Kakak tau kamu kurang nyaman dengan cara kaya gini tapi coba deh kamu jalanin aja dengan enjoy anggap aja Langit itu kaya bang iel, kamu malah nyaman kan sama bang iel meskipun kamu pernah digosipin jadi pacarnya? Kalau menurut kamu Langit itu nyebelin ya udah anggap aja itu bang iel yang nyebelin itu. Jalanin itu tanpa mikir aneh-aneh. And the last point, iya kamu bisa aja nyakitin dia dengan boncengan sama Langit tapi kamu nggak tau kalau dia bakalan dateng kan? In this case kalian berdua salah. Kalian terlalu membiarkan sebuah masalah semakin membesar dengan saling diam yang berujung kalian gak saling komunikasi."
"Kita aja berantem gak tau akar masalahnya di siapa, aku cuma ngajak ngobrol kalau ada masalah tapi dia malah bilang aku capek aku gak mau berantem sama kamu. Padahal jelas-jelas ada masalah diantara kita yang aku sendiri gak tau masalahnya apa. Kita berantem sampai teriak-teriakan dan di ending dia bentak aku. Kakak jangan marah."
"Solusinya cuma satu dek, ngobrol dari hati ke hati tapi tenangin diri masing-masing dulu takutnya nanti malah tambah emosi."
─────⊱To Be Continue⊰────