In Another Life (NOT BXB)

By Halu223

1.7M 164K 23K

⚠️ NOT BXB ⚠️ Ini hanya sepenggal kisah Reno Aron yang terlempar ke dimensi dunia lain dari dirinya. "Gue, di... More

[0.0]
[0.1]
[0.2]
[0.3]
[0.4]
[0.5]
[0.6]
[0.7]
[0.8]
[0.9]
[10]
[11]
[12]
[13]
[14]
[15]
[16]
[17]
Another Life; Keano (1)
[18]
[19]
[20]
[21]
[22]
[23]
[24]
[25]
[26]
[27]
[28]
[29]
[30]
[31]
[32]
[33]
[34]
[35]
[36]
[37]
[39]
[40]
[41]
[42]
[43]
[44]
[45]
[46]
[47]
[48]
[49] New chap.
[50] New Chap
[51] NEW.
[52] NEW

[38]

19.7K 1.7K 311
By Halu223

Curiga sama Nelson memanglah epic tp pernah gak sih curiga sama Belvina & Justin?
🤡🤡🤡
















































>>>

AYO SPAM EMOT '🐥' SEBELUM BACA!


[CERITA INI FIKSI!]

Bukan cerita BXB.
Please respect

TINGGALKAN JEJAK VOTE DAN KOMEN!
Happy Reading♡

-Bantu koreksi utk kesalahan informasi dan tanda baca-

-Dominan narasi-

>>>


Pukul 02.20 lampu ruang kaca berlapis tembok cat warna putih itu terlihat masih menyala, menandakan sang empu masih setia terjaga.

Sosok Diego mengenakan baju lab dengan warna senada tembok tampak ada di sana. Laki-laki itu terlihat kacau, tubuhnya bergetar hebat dengan kedua tangan yang mencengkeram pinggiran meja, tergesa-gesa dalam membuka laci untuk mencari sesuatu yang bisa meredakan rasa sakit yang membelit tubuhnya.

"Dominic benar-benar harus aku musnahkan! Dasar keparat!" desisnya di sela-sela kegiatan, wajah putra ketiga Nelson itu sudah memerah padam.

Ruang lab sekaligus ruang pribadi milik Diego seketika berubah bak kapal pecah, semua perkakas milik pria itu berserakan tidak beraturan.

"Dapat, dapat, aku mendapatkannya..." Diego tersenyum sumringah begitu satu buah suntikan injeksi berhasil ia temukan, tanpa menunggu lama si dokter menancapkannya pada nadi tangan.

Sedikit demi sedikit rasa sakit yang dirasakan berangsur hilang, pun wajahnya yang memerah perlahan pulih.

Diego jatuh terduduk bersandarkan meja praktek, napasnya masih terdengar putus-putus meski tubuhnya tidak lagi merasakan sakit.

"Tidak! Aku tidak berkhianat, Dad! Aku masih melakukan operasi darurat saat daddy menghubungiku. CCTV rumah sakit buktinya." Diego menyanggah tuduhan Dominic yang dilayangkan padanya, sedikit gugup pria itu menatap was-was presensi Dominic yang tengah memainkan pisau lipat di depannya.

Pria paruh baya yang mengenakan kupluk warna dark cokelat itu spontan tertawa menatap ekspresi putranya, "Kau takut dengan pisau?" Langkahnya dibawa semakin mendekat manakala Diego semakin beringsut mundur.

Diego seketika menutupnya mata erat ketika Dominic mulai mengayunkan pisau ke arahnya, salivanya terasa tertahan saat sesuatu membentur dada sebelah kiri.

"Huh? Tidak sakit?" beo batin Diego.

Suara tawa Dominic menggelegar mengisi ruang markas N'L Shadow. Maxmilan dan Javier yang duduk santai di sudut ruangan terlihat anteng menikmati perubahan ekspresi saudaranya.

"Aku tidak sebodoh itu Profesor," ucap Dominic seraya mengulas senyum.

"Sial, aku tertipu." Diego merutuki diri saat tau bahwa sang daddy membalik posisi pisau sehingga bilah tajam benda itu tidak berhasil merobek kulitnya.

"Ah-hahaha ka--kau benar Dad." Diego memaksakan tawanya, mencoba ikut masuk dalam sandiwara yang dilakoni sang daddy meski rasa gugup masih ia rasakan.

Dominic mengangguk, "Aku tidak mungkin meninggalkan luka ditubuhmu, itu bisa membuat Keano curiga, benar?"

Diego mengangguk heboh, "Be-benar dad, bisa-bisa dia curiga dengan kita." sedikit lega saat Dominic melempar pisaunya sembarang sambil berjalan menuju sofa, duduk dengan santai lalu mulai memantik lipatan tembakau kemudian menghisapnya.

Baru saja Diego hendak ikut bergabung, suara Dominic kembali membuatnya tidak berkutik.

"Ah, jika tidak bisa meninggalkan luka, bagaimana kalau mencoba racun yang berhasil kau buat? Kau punya penawarnya bukan?"

"Ta-tapi Dad-- hei lepaskan aku!" Diego memberontak saat dua orang suruhan Dominic menekan paksa tubuhnya untuk bersimpuh lalu satu di antaranya mulai menyuntikkan cairan bening itu ke arah leher.

Setelahnya mereka melepaskan tubuh Diego begitu saja. Racun buatan Diego sendiri membuat si penerima merasakan sensasi sakit dari segala sisi sebelum akhirnya meregang nyawa. Racun itu menyebar dengan cepat dalam kurun waktu satu jam.

Jantung Diego berdetak ribut, napasnya terengah dengan perasaan marah. Ia merasa terhina akan perlakuan sang daddy yang semena-mena.

Dominic beranjak lalu berjongkok di depan putranya yang sebentar lagi akan merasakan sekarat akibat obat buatannya sendiri.

"Kau mengatakan obat itu mulai bekerja lima belas menit kemudian."

"Bertahanlah, hmm? Ambil sendiri obat penawarnya, Daddy tau kau kuat." Senyum manis Dominic berikan kepada Diego sebelum melangkah pergi.

Kepalan tangan Diego menguat, mulutnya bungkam dengan gigi saling bergemelatuk. Ia bersumpah untuk membalas semua perlakuan Dominic suatu saat nanti.

Diego mendecih tak suka saat sekelebat reka adegan beberapa jam lalu kembali muncul dalam benak. Telat beberapa menit dalam menemukan obat pemawar, ia rasa nyawanya benar-benar diambang batas.

"Dasar picik!" dengkusnya sinis.

Dirasa tubuhnya sudah jauh membaik, perlahan Diego bangkit berdiri sambil mengatur napasnya agar stabil.

"Rasanya begitu mengerikan tetapi aku rasa daddy akan suka dengan sensasi sekarat dari obat milikku."

Senyum miring terbit dari belah bibir Diego, "Kalau aku bisa membuat semuanya mati, kenapa tidak? Keano bilang ia juga butuh teman bukan?"

💣💣💣


Pagi ini ada yang berbeda dari salah satu penghuni Mansion, sesuatu yang begitu mencolok lantaran warnanya yang tampak mentereng dari yang lain.

Bak anak itik yang biasa dijual dipasar, rambut halus Keano tampak memantul seirama dengan pergerakan sang empunya yang berjalan dengan kaki menghentak lantai, bibir tipis anak itu turut mengerucut sejak keluar dari kamar.

Seragam sekolah menengah dominasi biru tua juga celana panjang hitam begitu apik membalut tubuh kecil si bungsu, namun sayangnya outfit menawan yang dikenakan Keano sangat bertabrakan dengan viasualnya yang kini begitu masam.

"Sumpah, pokoknya gue marah!"

"Gue kan minta di cat blonde kenapa malah jadi siluman pitik warna-warni begini!" Gerutuan demi gerutuan terus terlontar sepanjang Keano berjalan menuju meja makan.

Sebenarnya ini bukan salah Zamora sepenuhnya, karena nyatanya Keano malah jatuh tertidur saat prosesi pemwarnaan sehingga anak itu tidak tahu betul bagaimana step by step yang dilakukan.

Yang Keano tau ketika terbangun pagi tadi ia dibuat melongo saat menatap cermin di mana pantulan diri yang memperlihatkan warna rambutnya yang berubah menjadi warna pink terang bukan blonde seperti yang ia pinta pada sang mommy sebelumnya.

"Hi, baby. Good morning~" Zamora menyapa si bungsu dengan riang, wanita yang semula sibuk mengoleskan selai stroberi ke atas roti itu kini berjalan menghampiri Keano yang malah terdiam masih dengan ekspresi kesal.

"Mommy kenapa rambutku jadi warna pink? Aku kan mau warna blonde mom, yang putih kaya bule itu loh~" Entah apa yang Reno rasakan, secara naluri rengekan mengalun begitu saja dari bibirnya.

Zamora mengusap-usap rambut si bungsu yang terasa begitu halus menyentuh telapak tangannya, "Kemarin cat warna yang baby inginkan habis, stoknya tidak ada jadi mommy pilihkan saja yang menurut mommy cocok. Dan mommy rasa pilihan mommy itu tepat," ujarnya riang, mencubit pelan pipi Keano, "You're so cute~"

"Ini tante Zamora perlu gue anter periksa mata gak sih?"

"Sejak kapan gue imut?"

Keano kembali menggerung tak suka, wajahnya kian merengut, "Mommy mah! Kan bisa bangunin aku, tau gitu di cat dark blue aja daripada pink!"

"Tau ah!" Si bontot melengos lalu berjalan menghampiri meja makan di mana Dominic beserta yang lain sudah duduk manis.

Zamora kelabakan, Keano merajuk baru pertama kali ia dapatkan. Maka dengan tergesa ia menyusul langkah anak itu.

"Baby, mommy minta maaf, hmm?"

•••

Acara drama merajuk ala bontot gadungan ternyata masih berlanjut hingga kini Keano sedang dalam perjalanan menuju sekolah.

Kali ini hanya Dominic beserta Luke yang mengantarkan si bungsu ke sekolah, bukan tanpa alasan melainkan hal tersebut permintaan langsung Keano memgingat ia masih kesal lantaran rambutnya tidak sesuai request.

Anak dengan rambut pink mentereng tersebut duduk tepat di samping Dominic yang sedari tadi diam menyimak segala ocehannya, sesekali pria paruh baya itu melotot manakala Keano kelepasan mengumpat.

"Iya kan, dad? Aku ini tampan rupawan loh gak ada imut-imutnya! Oh apa aku pake wig aja ya? Sumpah malu nanti kalo ada yang ngejek gimana?"

"Anjing banget pasti-- eh, anu salah," Keano nyengir saat sang daddy kembali menatapnya datar, "Koreksi, koreksi. Maksudnya bukan anjing tapi ayam. Ayam banget! Pasti itu mereka pada ketawa-ketawa sambil nunjuk-nunjuk."

Dominic menghela napas, "Tidak akan ada yang berani menertawakanmu, Keano. Lagipula ada lima bodyguard bersamamu nantinya. Jadi berhentilah berpikir yang tidak-tidak atau kita akan pulang saja ke Mansion."

"Dih ngancemnya jelek amat!"

"Issh! Gak asik, ini tuh namanya lagi curhat. Kalo orang lagi curhat harusnya di dengerin bukan diancem!" omel Keano memberikan side eye lalu melipat tangan.

Bertepatan dengan itu suara Luke mengintrupsi keduanya, "Lima menit lagi kita akan sampai tuan."

"Baiklah, beri kabar pada Papa bahwa kami akan segera sampai."

Luke mengangguk dari balik kaca tengah, "Baik, Tuan."

Diam-diam Keano tersenyum sumringah, batinnya bersorak puas pun ekspresi masamnya yang kini luruh diganti antusias.

"Akhirnya~"

💣💣💣

"Jika dilihat dari serangkaian hasil penilaian tuan muda Keano, bagaimana jika saya tempatkan pada tingkat pertama? Sambil tuan muda berdaptasi dengan lingkungan sekolah." Benedict selaku kepala sekolah Neo School menyambut kehadiran rombongan Dominic dengan hangat.

Saat ini Keano sedang berada diruang private kepala sekolah untuk menentukkan kelas mana yang akan anak itu ambil.

Dominic tidak menjawab, ia menoleh pada si bungsu, membiarkan putranya untuk memilih, "Bagaimana Keano? Daddy serahkan keputusannya padamu."

Bocah yang kepalanya ditutup kupluk hitam tersebut menggeleng, "Gak setuju, aku mau sesuai jenjang sekolahku sebelumnya waktu masih homeshcooling. Jadi aku mau tingkat dua. Kalo masalah adaptasi kalian tenang aja. Aku bisa beradaptasi dengan cepat."

Benedict tidak menolak, ia mengangguk patuh menerima pinta si bungsu Nelson, "Baiklah, jika seperti itu tuan muda akan menempuh tingkatan dua. Dan untuk ruang kelas yaitu kelas 2A yang terletak di lantai tiga."

"Dikarenakan peraturan yang sudah ditetapkan oleh tuan Justin bahwa wali murid hanya diperbolehkan mengantarkan sampai di sini saja. Selanjutnya saya sudah mengutus putra sulung saya untuk memandu tuan muda mengenal lingkungan sekolah." Benedict berucap lugas seraya tersenyum manis.

Justin yang turut mengantarkan cucunya sekolah umum untuk pertama kali itu tampak tertawa kecil, menepuk-nepuk pundak Benedict, "Kau sangat mengenalku dengan baik, Ben. Putramu itu yang menjabat sebagai ketua OSIS bukan?"

Benedict merasa tersanjung, diam-diam bangga pada pencapaian putranya, "Ah, itu sudah menjadi kewajiban saya untuk mengingat tentang anda, Tuan Justin. Dan tebakan anda benar sekali tuan, putraku menjabat sebagai pemimpin organisasi baru-baru ini."

"Hadeh lama bener, gue gak sabar mau keliling!!"

"Sekolahnya gede banget cokk! Dua kali lipat sekolah gue sebelumnya."

"Tetapi putraku akan membawa lima pengawal, kurasa kau tidak keberatan untuk itu," ucap Dominic, ikut masuk dalam obrolan keduanya.

"Tentu saja, tuan. Saya tidak mempermasalahkan hal tersebut. Saya tau benar kekhawatiran tuan Dominic pada tuan muda Keano."

Saat mereka asik berbincang akhirnya Keano memilih menatap lukisan denah sekolah yang tergantung di sudut ruangan, membaca beberapa tata terbit yang tertuang di sana.

"Seru nih, peraturannya gak ketat. Poinnya tuh yang penting sikap sama adab. Soal penampilan mereka gak aneh-aneh bahkan dibolehin ngerokok TERUS ADA TEMPAT KHUSUS BUAT NGEROKOK DONG?!"

"Anjing sekolahnya seru nih, berjiwa anak muda."

Kegiatan Keano terhenti saat Dominic memanggilnya untuk mendekat, "Setelah ini Daddy dan Opa akan pergi. Jangan melakukan hal-hal yang daddy larang atau daddy akan membatalkan sekolahmu, mengerti?"

Keano mengangguk semangat, "Easy! Daddy don't worry kalo gak percaya nanti bisa tanya Om Benben. Aku anak baik, kok. Iya kan Opa?" Si bontot menatap Justin dengan manik berbinar, menghasut supaya sang Opa membenarkan ucapannya barusan.

Justin terkekeh melihat ekspresi sang cucu, "Alright, cucu Opa memang anak baik."

Dominic mengangguk saja bersamaan dengan itu pintu ruangan dibuka disusul satu anak dengan seragam dibalut jas hitam masuk, "Maaf, aku datang terlambat, Ayah. Ada sedikit kendala yang harus aku selesaikan."

Belum sempat Benedict menjawab, pekikan Keano lebih dulu menyambar, Yang otomatis membuat semua kepala menoleh ke arahnya.

"Gogo?!"

Jiwa Reno menatap tidak percaya sosok yang diduga putra sulung Benedict tersebut, si bocah kepala pink melotot sambil meneliti presensi pemuda yang masih berdiri di ambang pintu itu dari kepala sampai ujung kaki.

"Ah, maaf tuan muda. Apakah sebelumnya tuan muda mengenal putraku?"

Keano sontak mengangguk, "Kenal, banget." Dua tungkainya dibawa mendekati sosok yang ia panggil Gogo.

"Nama lo--" lidah Keano tercekat saat sebuah name tag yang bertengger pada seragam anak itu berbeda dengan nama temannya dulu.

"Setau gue namanya Hilmi... kenapa berubah jadi Helios?"

Melihat sosok Keano malah terdiam, pemuda itu berinisiatif mengulurkan satu tangannya lebih dulu, "Maaf sepertinya kamu salah orang, perkenalkan nama saya Helios Marlon Benedict, kamu bisa panggil saya Helios."

Rasa-rasanya Reno ingin menjitak ubun-ubun pemuda di depannya ini, bagaimanapun sosok Helios yang ia kenal di dunianya sebelumnya tidak seperti ini, Helios yang Reno tau adalah anak yang banyak tingkat juga sedikit nakal, jarang berpakaian seragam lengkap juga seringkali mengajaknya membolos jam pelajaran.

"Jangan-jangan si Gogo tukeran jiwa juga kaya gue?!"

"Tapi kenapa gue jadi pendek banget anjing? Gue sama si Gogo aja tinggian gue!"

Keano memicingkan mata menatap sinis Helios sebelum akhirnya menyambar uluran tangan pemuda itu, "Keano Jeva Nelson, panggilannya baginda raja."

Helios menaikkan satu alisnya, bingung memahami ucapan anak di depannya.

Si tersangka malah nyengir kemudian berdiri tepat di samping Helios, "Dad karena pemanduku udah dateng, jadi aku pergi duluan. Dadah Daddy, Dadah Opa!"

"He-hei!" Helios memekik manakala Keano merangkul lehernya kuat sampai-sampai tubuhnya sedikit menunduk sebab tinggi Keano yang lebih pendek darinya.

Keano hanya tersenyum manis lalu menyeret begitu saja Helios keluar dari ruangan.

Dominic memberi kode pada Betrand untuk segera mengikuti putranya membuat kelima boadyguard tersebut berbondong-bondong menyusul langkah si bungsu Nelson.

•••

Setelah memastikan ia jauh dari ruang kepala sekolah, Keano melepaskan rangkulannya. Kemudian anak itu menunjuk wajah Helios dengan ekspresi serius. Saat ini mereka sedang berada di salah satu lorong koridor yang cukup sepi karena jam mengajar sudah dimulai sejak setengah jam lalu.

"Sekarang udah aman, lo bisa ngaku yang sebenernya."

"Gue yakin Lo itu Gogo! Go ini gue Reno. Jiwa gue nempatin--"

"Jadi seperti ini perilaku anak dari orang terpandang? Tau kah kamu bahwa apa yang barusan kamu lakukan itu sangat tidak sopan." Helios berucap tegas, air mukanya begitu datar menatap Keano.

Keano menatap tidak percaya sosok di depannya, "Wah gak bener nih. Ketempelan setan teladan sebelah mana lo?"

"Sok-sokan gatain gue gak sopan. Terus apa kabar sama lo yang doyan ngambil gorengan lima tapi bilangnya dua? Sopan sopin sopan, makan noh sopan."

Helios kembali dibuat tidak mengerti akan ucapan Keano, alisnya kembali menyatu, "Apa maksudmu? Gorengan apa yang aku ambil? Aku tidak pernah melakukan apa yang kamu ucapkan barusan."

Keano masih teguh pada pendiriannya, "Tapi Gogo yang ini sama yang gue kenal beda jauh anjir. Yang ini rapi, kalem mana ngomongnya lempeng plus nyebelin."

"Komuknya juga songong minta ditabok mentang-mentang Ketos."

Keano menatap sangsi sosok Helios yang sedang memandangnya tanpa ekspresi.

"Ya udah, biarin gue buktiin kalo lo Gogo atau bukan."

Helios tersenyum pongah seraya melipat tangan, "Sure, silah--apa yang kamu lakukan!" pemuda dengan seragam khas Neo school itu seketika menepis tangan Keano yang tiba-tiba saja menusuk area pusarnya dengan jari telunjuk.

Batin Reno terdiam tatkala dugaannya meleset, "Gogo wudelnya keluar kalo dia engga..."

"Berarti si Heli Heli ini beneran bukan Gogo dong?"

Masih mencoba mencerna fakta yang baru dirinya dapatkan, jiwa Reno kembali dibuat kaget oleh seruan suara yang tidak asing.

"Woy ketos! Hukuman gue udah selesai--eh siapa nih, murid baru yang katanya anak bungsu Nelson bukan?" Sosok pemuda dengan seragam yang dikeluarkan juga rambut berwarna ungu itu sukses membuat Keano tercengang untuk yang ketiga kalinya pagi ini.

"Anjing si Eja cok Eja?!"

"Ngapa bentukannya jadi terong-terongan begitu?"

"Pergilah, Miss Rebecca sudah masuk kelas sejak dua puluh menit yang lalu," jawab Helios datar.

Sosok berambut ungu tersebut tampak menghiraukan ucapan Helios terbukti dari tingkahnya yang malah menarik paksa satu tangan Keano untuk berjabat tangan dengannya.

"Kalo ngeliat dari respon lo kayaknya gue bener. Kenalin, gue Ruby Zion Dashiel biasa dipanggil Ruby atau Zion, kalo nama lo, siapa?"

Keano menelan ludahnya susah payah, bagaimanapun ia tidak akan menduga hal seperti ini akan ia dapati, "Gu-gue Keano Jeva Nelson."

"Bajingan, lutut gue lemes!"

"Gue bener-bener gak berpikiran bahwa gue bakal nemuin kloningan temen-temen gue disini?"

-To Be Continue-

Panjang banget, semoga kalian tetep enjoy bacanya🥲

Terima kasih buat yg udah kasih kritik kalo ceritaku alurnya terlalu lambat. Kritiknya aku terima karna dari aku pribadi juga udah ngerasa waktu masuk chapter 25 ke atas.

Aku berusaha ngakalin dgn potong beberapa scene dan aku ganti dgn scene lain tapi ternyata gak ngaruh banyak yg ada malah bikin aku bingung sendiri :) dan akhirnya aku tetep kembali pakai alur yg sebelumnya.

My bad, aku minta maaf buat kalian yg kurang nyaman sama alur yg aku tentuin🙏🏻 dan tolong jangan berekspektasi sama cerita ini, aku takut kalian kecewa sendiri nantinya.






















-UNLOCKED CAST-

Helios Marlon Benedict

15 thn
Ketua Osis Neo School

Anw, Helios asal mulanya dari sini, karna aku bingung mau pake nama yg mana jadi aku adain polling, thankyouu yg udh ikutan bantu aku pilih😆💌



>>>

Ruby Zion Dashiel
15 thn
Biang rusuh Neo School

(Dashiel dibaca dashi-el bukan dasil)


-batas fiksi-

Kira-kira mungkin begini gambaran komuk kagetnya si Reno🤭

Sayangkuu❤❤❤

Continue Reading

You'll Also Like

26.3K 1.8K 20
Dia Atlas,pemuda 16 tahun tingkat SMA berstatus sebagai anak bungsu di keluarganya. Hobi masak untuk ibunya..walau sang ibu tak ingat pada dirinya. M...
1.6M 3.5K 16
REPOST!!! Cerita sebelum nya ke banned. Ini bakal ttp lanjut sebagian aku post full di apk sebelah. Warning!!! This is content not for children! ar...
87.8K 10.1K 31
[BROTHERSHIP | NOT BXB] Setelah sekian lama menjadi adik dari Minho, dan menjadi anak bungsu dari keluarga Hwang. Hyunjin akhirnya memiliki dua Adik...
41.3K 2.7K 68
Keluarga Arkana Keluarga harmonis beranggotakan 13 cowo yang kata orang mereka itu tampan dengan kepribadian dan kelakuan berbeda-beda. Namun ada rah...