Gala sedikit berlari menghampiri Deral dan Axelyn, dengan tersenyum manis Gala menyapa mereka. "Apa kabar, Bang?"
Deral menatap penampilan Gala dari atas sampai bawah, tubuh yang dulunya gempal kini sudah berubah menjadi tubuh yang lumayan atletis. Usaha yang Gala lakukan selama ini rupanya tidak sia sia, dan menghasilkan hasil yang cukup drastis.
Deral mengangguk dengan membalas senyuman Gala, "Gue baik."
"Lo berubah, Gal...sumpah, lo, beda banget." kata Xe sambil menatap tubuh Gala yang sudah tidak seperti dulu lagi.
Gala tertawa pelan, "Ini juga berkat kakak, gue jadi punya tekad buat berubah."
Xe mengerutkan keningnya bingung, kenapa dengan dia? perasaan selama ini ia tidak melakukan apapun. "Kok gue?" Tanya Xe.
"Kalau dulunya kakak gak comblangin aku ke Lara, mungkin aku gak ada tekad buat berubah kaya sekarang." jawab Gala.
Xe baru ingat dengan Lara, gadis yang pernah ia dekatkan dengan Gala. Gadis yang pernah menjadi masa lalu suaminya, Deral. "Oh, iya.. Lara mana?"
"Dia lagi keluar kota, ngurus universitasnya."
Deral dan Xe mengangguk paham, "Kayak nya gak enak deh kalau ngomong sambil berdiri kayak gini, mending kita makan sambil ngobrol disana." kata Xe sambil menunjuk kearah restoran yang ada didalam mall.
Deral dan Gala mengangguk setuju, "Boleh."
Mereka bertiga berjalan beriringan menuju restoran cepat saji yang dihiasi lampu bewarna warni, mirip seperti yang ada di barr. Namun, bedanya lampu restoran itu tidak kelap kelip yang mampu membuat mati sakit, namun ini lebih ke kalem.
Mereka memilih tempat yang sedikit jauh dari pintu masuk, Deral dan Xe duduk berdampingan dengan Gala yang duduk di depan sepasang suami istri itu.
"Mau pesan apa?" tanya Deral menatap Xe dan Gala untuk meminta jawaban.
"Aku gak usah deh bang, aku tadi udah makan."
"Yaudah lo nasi goreng, lo Xe mau apa?" Tanya Deral sambil menatap Xe disampingnya. Sedangkan Gala hanya mampu menghela nafasnya pelan.
"Nasi goreng juga, yang spesial." kata Xe sambil menimang Jesslyn.
Deral mengangguk paham, "Nasi goreng spesialnya tiga."
"Baik Mas, ditunggu ya.." kata waiters wanita tersebut lalu pergi meninggalkan mereka.
"Aku gak makan bang," kata Gala tidak enak.
"Gapapa, sok gaenakan lo. Yakali kita berdua makan, lo cuman plongo plongo liatin kita."
Gala tersenyum kaku sambil menggaruk telinganya yang tiba tiba saja gatal. "Hehehe iya...makasih bang."
"Santai."
"Gimana keadaan adek lo?" Tanya Xe yang teringat akan adik Gala yang dulu ia tau sakit.
"Dia udah membaik kak, terlebih lagi dia udah dapat perawatan yang baik."
"Syukurlah." gumam Xe.
Sejenak suasana hening, hanya terdengar dentingan sendok pelanggan lain yang sedang makan. Gala menatap bayi mungil cantik yang berada digendongan Xe. Melihat tatapan bingung Gala, Deral berdehem, "Dia anak gue. Cantik 'kan?"
Gala sedikit terkejut namun ia hanya mengangguk tanda setuju. Bayi itu sangat cantik dan imut, namun setelah ia amati. Bayi itu lebih mirip ke Deral daripada Xe.
"Cantik." kata Gala sambil menatap bayi mungil itu.
"Iyalah, anak gue gitu." Deral mencubit pelan pipi Jesslyn yang mulai sedikit menggembul.
Melihat itu, segera Xe memukul tangan Deral dan menatap lelaki itu tajam. "Berapa kali gue bilang, jangan cubitin pipi Jesslyn. Pipinya itu masih sensitif tau!"
Deral meringis pelan melihat tatapan tajam Xe, "Iya-iya maaf."
Xe mendengus kemudian mengusap pelan pipi Jesslyn bekas cubitan Deral. "Papa kamu nakal ya, sayang.." kata Xe menatap mata Jesslyn yang terbuka lebar yang juga sedang menatap kearah dirinya.
"Apasih Ma, kan Papanya gemes " Xe bergidik ngeri mendengar kalimat yang menurutnya sedikit aneh dan ia tidak terbiasa dengan hal itu.
"Geli banget tolong"
"Dibiasain dong, masa nanti Jesslyn udah besar, gue manggil lo pakai nama. Nanti kalau dia manggil kita pakai nama, gimana?"
"Jesslyn masih kecil kok, jadi masih aman." jawab Xe.
Deral menggeleng pelan melihat tingkah Xe, "Gak terasa nanti Jesslyn udah gede, mampus lo."
Namun, mata Deral gagal fokus menatap lengan Xe yang dihiasi oleh lebam biru keunguan. Tangan besarnya mengusap lebam tersebut dan sedikit menekannya.
Xe meringis pelan, ia menatap Deral dengan tatapan kesal. "Sakit tau!"
"Kenapa?"
"Apanya yang kenapa?"tanya balik Xe.
"Ini kenapa?" Tanya Deral sambil mengusap lebam tersebut.
"Kemarin jatuh didapur, terus kena pembatas pintu."
"Gak hati-hati banget, ini kulit lo jadi jelek gini."
"Yaudah kalau jelek jangan liat." Xe mencibir menghentakkan tangannya sehingga tangan Deral yang tengah mengusap lebam tersebut terlempar.
"Gue khawatir Xe, bukan apa-apa."
"Gue ga nyuruh lo khawatir."
"ck! bandel banget sih, gue gini karena gue sayang sama Lo, dodol!" geram Deral kembali menarik tangan Xe kemudian mengusap kembali lebam tersebut.
"Sakit pasti 'ya?" tanya Deral.
Xe mengangguk, "Tapi gapapa, nanti juga hilang."
Deral menggeleng, "Gak! nanti kita kerumah sakit buat minta resep obatnya."
"Apaansih! pakai salep juga sembuh." Kata Xe menatap Deral tidak percaya, masalah lebam seperti ini dibawa kerumah sakit. Jelas ia malu, ia sudah membayangkan dokternya yang tertawa karena ia dan Deral datang untuk meminta resep obat untuk luka lebam.
"Bandel banget! yaudah, nanti kita ke apotik beli salep. Nanti juga gue bakal suruh pembantu yang ada di mansion datang kerumah. Gue gak akan biarin lo lagi beresin rumah. Mending lo fokus urus Jesslyn."
"Lo sendiri yang bilang kalau lo pengen tinggal sendiri sama gue tanpa adanya pembantu."
"Gue batalin deh, liat lo gini..gue jadi ga tega, nanti lo kecapean. Mending lo urus anak kita dan urus diri kamu sendiri, perawatan atau apa kek itu."
Xe terkekeh lucu. Semenjak ia melahirkan, perasaan yang capek kerja itu Deral. Yang capek jagain dan bersihkan rumah itu Deral. Ia selama ini belum melakukan apapun, luka lebam yang ada di lengannya pun ada karena ia tidak sengaja terjatuh dilantai dapur yang sedikit licin. Sumpah, ia belum melakukan pekerjaan rumah apapun.
"Makin sayang deh, pelukk" pinta Xe menatap Deral disampingnya. Ia tidak bisa memeluk Deral karena ada Jesslyn dipangkuannya.
Deral segera membawa Xe masuk kedalam pelukannya dan menghirup kuat kuat aroma vanilla yang ada di rambut Xe. "Istri gue wangi banget."
Xe tertawa pelan dalam pelukan hangat Deral.
Sedangkan Gala yang melihat adegan dihadapannya spontan terduduk kaku, tidak tau apa yang harus dilakukan kecuali diam sambil menatap mereka berdua.
"Permisi Mbak, Mas..ini pesanannya." Kata Pelayan tersebut sambil meletakkan tiga nadi goreng dan tiga buah botol air putih.
"Oh iya, gue belum pesen minumannya. Kalau gitu, minumannya lemon tee tiga."
"Baik Mas, Segera"
Gala berdehem canggung menatap mereka berdua. Ia kembali menggaruk telingannya, tidak tau harus berbuat apa. Deral yang melihat itu mengerutkan keningnya bingung, "Kenapa lo?"
"ha? eh hehehe...itu bang, gu-gue laper." kata Gala asal kemudian menarik satu piring nasi goreng didepannya.
"Tadi katanya udah makan." kata Deral bingung.
"hahaha" Gala tertawa canggung "Engga, ini aku laper."
Xe yang melihat itu hanya tersenyum, kemudian melahap nasi gorengnya. Mereka bertiga akhirnya bercerita panjang lebar selama makan, menceritakan tentang kelanjutan sekolah ataupun tentang perasaan dan juga kehidupan.
***
Continue
by Rifka Stepani