Sepertinya yang diucapkan Elgar benar. Aksa sedang sibuk karena sedari tadi tidak terlihat dimana pun.
Elgar membawa Zafriel berkeliling mansion dan mengenalkannya pada seluruh maid dan pekerja yang ada di sana.
Mereka berhenti pada ruangan yang menyimpan barang-barang penghargaan dan Piala piala.
Ada banyak sekali piala yang berjejer rapih dalam lemari kaca. Piagang penghargaan juga tak ketinggalan.
"Zafi."
Elgar menuntun Zafriel agar duduk di sofa yang tersedia.
"Kak El cerita. Mau denger"
"Apa?"
Elgar manarik nafasnya mencoba menguatkan diri untuk berbagi pada pasangan hidupnya.
"Kak El bukan anak Papa dan Daddy. Kak El punya keluarga sendiri."
"Oh ya? Dimana?"
Elgar menarik Zafriel kedalam pangkuannya, menyenderkan kepalanya pada bahu si manis.
"Mereka disini. Tapi cuma tinggal Ibu. Ayah dan adikku sudah meninggal."
Zafriel mengelus lengan yang melingkari pinggangnya.
"Kak El nggak mau tinggal sama Ibu. Karena kalau saja Ibu mau berubah, Ayah dan adikku pasti tak akan pergi."
Zafriel masih setia mendengarkan dan mengelus lengan suaminya pelan.
"Apa Kak El membencinya?"
Pelukan Elgar mengerat. Sorot matanya penuh amarah dan kebencian yang nyata.
"Sangat. Aku sangat membencinya. Kenapa orang bisa berubah hanya karena harta dan tahta."
"Ibu ku Maria Dayu. Model yang terjerat banyak sekali terseret penggerebekan karena bermain dengan banyak pria muda dihotel."
"Aku membencinya. Adikku korban pelecehan pacarnya yang kala itu sedang ke rumah kami. Aku pergi sekolah hingga tidak bisa menjaga adikku Zafriel. Aku Kakak yang buruk sekali."
Terdiam cukup lama Elgar menangis dalam diam. Zafriel membalikkan badannya dan segera memeluk Elgar.
Membiarkan suaminya meluapkan seluruh emosi yang ada dalam hatinya. Elgar tak mengeluarkan suara, namun bahunya bergetar hebat.
Zafriel bahkan bisa merasakan sakit dan kosongnya hati Elgar saat bercerita tadi.
"Zafi tidak tahu apa yang bisa membantu Kak El. Tapi Zafi bisa berjanji satu hal, Zafi tak akan meninggalkan Kak El sendirian."
"Janji?"
Elgar mengurai pelukannya. Bisa Zafriel lihat mata suaminya yang memerah.
Mengecup bibir Elgar pelan. Hanya mengecup.
"I'm promise my hubby."
Elgar menyambar bibir kecil Zafriel sedikit kasar. Kembali meluapkan emosi yang ada di hatinya.
"Eh-mmh."
Elgar menggigit kecil bibir bawah Zafriel. Meminta akses untuk masuk kedalam mulut kecil istrinya.
"Ka-k Ellhh."
Perih menerpa bibir Zafriel. Namun lumatan dan permainan lidah Elgar terasa begitu memabukkan.
Tangan Elgar bergerak liar di area pinggang kecil Zafriel. Mengelus dan menggoda tubuh istrinya.
Tangan satunya menahan tengkuk Zafriel agar mudah memperdalam ciuman keduanya.
"Kak El ih!"
Sekuat tenaga Zafriel mendorong bahu Elgar karena nafasnya hampir tercekat. Tak perduli akan protes si manis Elgar kembali melumat bibir tipis yang sudah bengkak dan lecet itu.
"Ehmm."
Erangan tertahan Zafriel terdengar samar. Elgar kembali menggigit bibir Zafriel.
Elgar melepaskan pagutannya dan mengelap bibir Zafriel yang sudah merah bengkak. Mengusap lelehan saliva yang ada di dagu Zafriel.
Saat hendak kembali memakan bibir itu Elgar mengantikan nya.
"Nanti ada yang liat. Zafi kan malu."
Sedari tadi Zafriel sudah was-was takut ada yang tiba-tiba masuk ruangan dan mendapati aksi mesum Elgar yang tidak tahu tempat.
"Tak akan."
"U-udah ah Zafi mau mandi. Nanti keburu malem."
Zafriel buru-buru bangkit dari pangkuan Elgar dan mengambil ancang-ancang untuk kabur. Naas tangannya kembali ditarik membuatnya jatuh ketempat semula.
"Kabur eh?"
Elgar mendekatkan wajahnya pada leher Zafriel.
"Baby Zafi?"
Suara Avram menginterupsi keduanya. Membuat Zafriel kaget dan segera bangkit dari pangkuan Elgar.
'Pengganggu.'
Tatapan mematikan ditayangkan Elgar pada Avram yang masih berdiri didepan pintu.
Namun Avram sama sekali tak peduli.
"Baby ada yang mencarimu dibawah."
Zafriel mendekati Avram.
"Siapa?"
"Baby lihat saja sendiri."
Terlampau penasaran Zafriel menarik segera lengan Avram untuk turun ke bawah bersama. Meninggalkan Elgar yang mendengus malas di ruangan itu.
"Bayiiii...."
Zafriel berlari menghampiri Alva di ruang tamu. Bayi Alva datang bersama dengan pawangnya, siapa lagi kalau bukan Vano Natanegara.
"Zafi kok makin cantik aja."
Lama rasanya tidak bertemu dengan bayi satu ini.
"Lo makin gembul tau pipi nya. Dikasih makan apa sama Vano?"
"Dikasih minum susu strawberry."
"Zafi tambah cantik, tambah putih. Perawatan ya?"
Zafriel mencubit pipi tembam Alva.
"Iya Zafi dibawa ke spa sama waktu di mansion sana."
Alva mengangguk paham.
"Zafi sama Kak El udah halal dong. Kan udah nikah, sayang banget Alva nggak dateng."
Menyenderkan punggungnya pada sofa, Zafriel memutar bola matanya malas.
"Lagian lo kalo dateng juga cuma mau numpang makan aja kan?"
"Ehehehe kok tau?"
"Van bayi lo kurang asupan kayaknya."
"Masa?"
"Ya masa makan mulu nggak kenyang kenyang."
"Masih pertumbuhan."
"Pertumbuhan gundulmu."
Avram yang melihatnya hanya tersenyum saja.
"Lalu kapan kau akan menyusul Elgar, Vano?"
"Nanti. Tunggu bayiku siap."
"Kenapa datang?"
Dari tangga Elgar sudah meluncurkan pertanyaan menyebalkan.
"Kak El!"
"Kenapa? Mengganggumu?"
"Hmmm."
Elgar bergabung dengan mereka diruang tamu. Memilih duduk di sofa singel agar dekat dengan Zafriel.
"Itu barang-barang Zafi yang ada di toko. Udah kita beresin."
Alva menunjuk dua koper besar dan tas ransel hitam milik Zafriel.
"Makasih bayi."
"kunci toko."
Vano menyerahkan kunci toko bunga Zafriel pada pemiliknya. Zafriel sampai melupakan nasib toko bunganya itu, entah bagaimana keadaannya sekarang.
"Tokonya?"
"Aman. Ada pekerja suruhan El."
Zafriel menatap Elgar. Menggerakkan bibirnya pelan dan berucap terimakasih tanpa mengeluarkan suara.
"Udah nggak kerja lagi sekarang. Alva nggak dibolehin sama Vano"
"Nggak papa bayi. Sekolah aja yang bener nggak usah kerja. Yang kerja biar Vano aja."
Beberapa maid datang membawakan minuman dan camilan ringan.
"Zafi tinggal disini mulai sekarang?"
"Zafi ikut Kak El."
"Tinggal di sini kan El?"
Avram tentu saja berharap Elgar mau tinggal bersama. Ia senang karena ada Zafi yang bisa ia manjakan jadi ia tak akan bosan.
Elgar mengangguk saja. Lagipula Zafriel bisa menemani Aksa yang biasanya selalu sendirian dan hanya bersama para pekerja di mansion besar ini.
"Alva sering main ke sini ya."
Alva mengangguk senang. Tentu saja ia suka bermain bersama Zafriel, ia tak akan kesepian.
"Boleh kan Vano?"
"Boleh."
Avram merasa ternistakan karena hanya dia yang belum punya pasangan.
"Baby Zafi bisa ajak Alva main. Abang Av, Vano sama Elgar mau bahas pekerjaan dulu okay?"
Zafriel mengangguk "oke Abang."
"Emm boleh pinjam laptop?"
Elgar menyuruh salah satu pekerja untuk mengambil laptop di kamarnya.
Avram bangkit dari duduknya mengkode dua pria Yang lebih muda untuk mengikuti langkahnya.
Sebelum berlalu menyempatkan diri untuk mengelus kepala bayi-bayi itu sayang.
"Eskrim moci nya ada di kulkas. Banyak banget, nanti dimakan ya."
"Makasih Abang."
"Nanti Abang beliin mobil. Dibilang jangan makasih nanti hadiahnya Abang tambahin."
Setelahnya para pria dominan itu berlalu mengikuti Avram. Meninggalkan dua bayi yang katanya akan menonton drama setelah mendapatkan laptop dari pekerja itu.
"Alva kita nonton drama apa nih?"
"Drama Korea? Drama thailand? Atau drama lokal?"
"Drama Korea aja Zafi. Yang Zombie itu tuh."
"Oke kita nonton ini."
Merek duduk lesehan diruang tamu yang dibawahnya ada karpet bulu-bulu tebal. Zafriel mengambil eskrim moci dari kulkas dan kembali menghampiri Alva.
Mereka memakan camilan dan fokus menonton. Bahkan tak sadar jika ada yang memperhatikan keduanya.
"Baby boy, sedang apa?"
Thanks for Reading❤
.
.
.
.
.
Give me a vote and comment.
Kasih recomend series thai sini. Dah lama nggak maraton :v
26-03-2022