Serenade

By lattesyndrome

327K 57.6K 10.6K

"Ini udah mustahil gak sih?" collaboration with dreamizluv cover by happyytal More

Prakata dan Visualisasi
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
MEDIA
20
22
23
24
25
PLAGIARISASI
26
27
28
29
30
31
32

21

8.2K 1.8K 407
By lattesyndrome

“MAS!” Han terkejut setengah mati saat melihat Jeno yang berada di sebelahnya melotot tidak bergerak.

Diguncang guncang tubuh besar itu sambil berulang kali mengucap istighfar hingga akhirnya Jeno berhasil disadarkan. Pemuda yang terbaring itu lekas duduk dan menarik napasnya panjang hingga menyesakkan paru-paru nya.

Astaghfirullahalazim, mas kenapa mas?” tanya Han panik. Mana ia juga baru bangun. Mendapati orang di sampingnya bukan Mahes melainkan Jeno. Lalu kondisi Jeno pagi ini begitu mengejutkan, Han beneran hampir kena serangan jantung.

Nyong panggilin yang lain dulu ya...” tutur Farhan hendak pergi namun lengannya ditahan, “Gak usah. Gue gapapa.”

°°°

“Lo ngapain?” tegur Yiren saat melihat Haje bermain main di rerumputan.

Pemuda itu menoleh, “Nangkep belalang.”

Yiren membulatkan mulutnya dan memerhatikannya dari belakang saja. Sedangkan Haje meneruskan pekerjaannya hingga akhirnya ia mendapatkan cukup banyak belalang. Tidak sia-sia ia bagun sepagi ini, saat cuaca masih dingin, belalang jadi mudah untuk di tangkap.

“Lo kok udah bangun? Karin mana?”

“Masih tidur, katanya masih ngantuk banget,” ujarnya, “Terus hasil diskusinya gimana? Sorry ya kemarin gue gak enak badan jadi tidur duluan.” lanjutnya.

“Nanti bakalan di omongin pas makan. Kemarin juga gak semuanya ikut. Santai aja sih, yang terpenting kan kondisi lo. Jangan sampe sakit, Yi!” ucap Haje, “Yuk, balik ke tenda!” Yiren mengangguk dan berjalan di samping rekannya memerhatikan belalang di dalam botol plastik. Haje pun menyadari akan hal itu, “Udah pernah makan belalang?”

Yiren menggeleng.

“Ntar cobain ya, katanya bagus buat ibu hamil.”

Pemudi itu sedikit menunduk setelah mendengarnya. Ia mengelus perutnya sebentar, rasanya keras dan kian membesar setiap harinya.

“Tau dari mana?” tanyanya.

“Dari mba Chaay.”

“Dia kayaknya tau semua tentang ibu hamil ya.”

“Karena dia anak kebidanan, Yi,” jawab Haje memberi senyum miringnya.

Pemudi itu menganga, “Aaa, pantes...”

“Oy bang! Dapet banyak?” ujar Haje pada Malik dan Surya yang baru kembali dalam pencarian bambu subuh ini. “Lo tunggu di tenda aja biar anget. Nanti kalo makanan sama airnya udah jadi, gue panggil,” ucapnya pada Yiren.

“E-eh ikut!” tutur Yiren berusaha mengejar langkah pemuda itu meski ia tidak bisa cepat cepat.

Sedangkan di pusat lahan, 2 buah bambu telah tergeletak. Disusul oleh Nalen dan Chaaya yang datang dari tenda membawa jerigen kosong untuk di isikan air. Malik memotong bambu tersebut dengan parangnya dan Surya membantu agar air jatuh tepat di lubang jerigen. Air mulai mengalir dari ruas ruas bambu. Sepertinya akan cukup untuk memberikan rekan rekannya yang sudah tidak minum sejak kemarin malam.

“Di bambu, ada air?” tanya Yiren saat sudah tiba di pusat lahan. Haje mengangguk, “Hampir semua tanaman juga punya air.”

“Air di kamar mandi itu emang gak bisa di pake?” tanya Chaaya melirik bangunan yang ada di depan.

“Bau karat, terus keluarnya juga kecil.” jawab Malik. Pemuda itu mengangkat bambu nya kala air tidak lagi mengalir. Kemudian mengganti bambu yang lain, yang saat di ketuk tidak kopong pertanda di dalamnya ada air.

Karena merasa nganggur, Nalen pun mencari pekerjaannya sendiri. Ia merasa perlu membangunkan rekan rekannya karena sebentar lagi pasti akan ada banyak hal yang perlu di kerjakan.

“Gue bangunin anak anak ya, biar pada bantuin. Udah subuh juga sekalian pada sholat,” ucap pemuda alis tebal itu di satu dengan anggukan oleh beberapa rekannya.

Tak berselang lama setelah ia meninggalkan pusat lahan, ia berpapasan dengan Jeno dan Han yang sudah bangun sebelum ia bangunkan. Wajah yang paling depan tampak kusut sedangkan yang belakang tampak cemas.

Jeno tidak menyapa, pandangannya terus kearah depan. Sedangkan dengan Farhan, ia bertukar senyum simpul dan bergegas pergi.

Tujuan pertama yaitu tenda laki laki, yang mana berarti hanya menyisipkan Ekal dan Mahes yang belum bangun. Semalam, Jeno minta bertukar tenda. Rasanya gak enak kalo pemuda yang baru saja terlibat masalah dengan rekan setimnya harus tidur bersama dalam satu tenda. Alhasil, Mahes pun yang tidur di tenda Ekal dan Haje karena semalam Han sudah tidur lebih dulu.

Didepan tenda, Nalen memanggil nama keduanya sebelum masuk, “Kal? Hes? Udah bangun belum?”

Tidak ada jawaban, ia pun membuka resleting tenda dan masuk kedalam. Membangunkan keduanya yang masih tidur pulas. Ah, tidak untuk Mahes. Keningnya mengerut, seperti gelisah dalam tidurnya. Nalen pun memilih untuk membangunkannya lebih dulu.

“Woy! Mahes?” Perlahan kerutan di keningnya mengendur. Sentuhan di pundaknya membuat ia tersadar. Perlahan, ia membuka matanya.

“Subuh,” ujar Nalen. Ya....hanya itu. Tidak ada niatan bertanya atau basa basi lainnya. Pemuda alis tebal itu juga segera beralih membangunkan Ekal. Mengguncangnya perlahan sambil menyerukan namanya.

“Anak anak lagi pada siapin makan. Abis sholat, bantuin mereka.”

“Kita bisa makan pagi ini?” tanya Ekal dengan suara paraunya. Memaksa membuka matanya yang masih lengket terpejam.

“Hmm, minum juga. Yaudah cepet bangun, gue mau bangunin yang lain.” final Nalen kemudian keluar dari tenda. Dan kemudian berkeliling untuk membangunkan ke 4 anggotanya yang masih terpejam.





°°°






“Karin mana?”

“Lima menit lagi katanya bangun, masih ngantuk dia.” jawab Nalen sambil berjalan kearah pusat setelah selesai membangunkan teman temannya juga menunaikan shalat.

Haje pun menyisihkan bagian Karin dan mempersilahkan rekan rekannya untuk makan. Banyak ekspresi yang bisa terlihat saat mereka semua mencicipi belalang. Ada yang menggigitnya perlahan dan mendeteksi rasanya, ada yang langsung mengunyahnya tanpa pikir panjang, dan ada juga yang hanya menatapnya dengan ekspresi datar.

Haje tidak ambil pusing, yang mau makan ya dipersilahkan, yang tidak juga tidak apa apa. Yang terpenting ia sudah berusaha untuk anggota anggotanya.

“Kita sambil omongin hasil diskusi semalem gue sama beberapa temen temen di sini ya.” ujar Malik yang mendapat atensi dari seluruh anggota.

“Jadi kita akan naik lagi ke atas, ke tempat kejadian dimana rekan kita melanggar suatu peraturan. Dan akan melakukan suatu ritual permbersihan diri, apa namanya, Kal?”

“Semacam mandi wajib, ini sih gak yakin tapi kita coba aja nanti.” jawab Ekal menanggapi pertanyaan Malik.

“Di antara kalian ada yang inget tempatnya lebih spesifik gak?” lanjut nya memancing interaksi dalam perbincangan ini.

“Kejadiannya itu tepatnya pas kapan? Soalnya banyak tempat yang udah kita lewatin, aku agak lupa.” tanya Windu.

“Yang waktu itu kita bertiga di dalam tenda maghrib maghrib sama Maudy. Trus kamu keluar buat nyiapin makanan.” tutur Lia sambil menunduk. Windu memiringkan kepalanya, masih mengingat ngingat medan yang pernah ia singgahi.

“Yang Karin, Ekal, Yiren berantem pas makan malem?” tanya Haje menunjukkan kejadian yang pernah terjadi disana lebih spesifik. Lia mengangguk agak ragu.

“Ohhh itu....tempat yang tanahnya gak rata ya?” ucap Farhan mengingat ngingat bentuk lahan pada malam itu. Kini Lia mengangguk dengan yakin. Ia ingat dengan pasti, bahwa tanah yang ia tempati kalau itu tidak rata, alias berundak.

Aaa nice! Yang berundak itu ya? Bener Li, Jen?” tanya Malik untuk memastikan. Keduanya mengangguk.

“Kalo gak salah itu ada di pos 5 menuju pos 4. Kita gak nemuin shelter kan ya malam itu? Kayaknya gue inget.” lanjutnya.

Sekiranya sudah ada gambaran tentang tempat tersebut. Mereka hanya perlu teliti saat sudah sampai disana, memerhatikan dengan detail apakah benar itu tempatnya

“Oh, dan sebelum berangkat, kita bakalan ke sungai lebih dulu untuk isi air. Buat ritual nanti.” ucap Malik hampir lupa.

“Izin nambahin, kita gak pergi ke atas semua. Cuma gue, bang Malik, Surya Ekal, Jeno, Lia, Karin. Sisanya tunggu disini,” ucap Haje.

“Loh kenapa?” tanya Chaaya terkejut padahal ia sudah menyiapkan diri. Haje terdiam bingung untuk menjelaskannya. Ia hanya menggerakkan bola matanya patah patah dan mengulum bibirnya. Hingga tak sengaja matanya bertemu dengan pemudi di hadapannya.

“Karena gue ya?” tanya Yiren mengernyitkan keningnya.

“G-gak juga...banyak alasannya.” jawab Haje gugup.

“Tapi gue salah satu alasannya kan?” ucap pemudi itu membenarkan posisi duduknya menjadi sangat serius menghadap rekan di depannya.

“Maksud gue kenapa beberapa orang disini aja ya supaya gak capek, yang perlu perlu aja yang naik ke atas. Lagian kak Chaay juga lagi sakit kan....jangan capek capek.” ujar Haje tidak menjawab pertanyaan yang Yiren lempar padanya.

“Aku gak sakit, Je....” jawab Chaaya. “Kapan aku bilang aku sakit?”

“Tapi kak, semalem itu lo lemes banget.” ucap Haje masih berusaha agar rekan rekannya menyetujui kesepakatan 50 persen semalam itu.

“Itu semalem...sekarang? Aku udah baik baik aja.” ucap Chaaya, “Udah lah, jangan di pecah pecah lagi kelompoknya. Takutnya nanti malah gak ketemuan lagi.”

“Ini daerahnya gak familiar soalnya.” tambahnya.

“Jadi gimana, Nalen, Windu, Maudy, Mahes, Farhan, yaaa yang tadi di sebutin bakalan disini aja, mau tetap disini atau ikut naik ke atas?” tanya Malik.

“Gue ikut aja lah bang, kalo lo sama Surya ikut mah.” ujar Nalen.

“Yaudah, lo sepaket sama Windu. Yang lain?” Malik kembali bertama sambil mengedarkan pandangan. Orang yang ditanya malah diam, seperti kesulitan memutuskan satu pilihan karena ada yang saling bergantung.

"Gak ada?” kini giliran Haje yang memastikan.

Nalen berbisik pada orang di sampingnya tanpa merubah posisi duduknya yang tegap, “Angkat tangan lo!”

Mahes yang sedari tadi terlihat sendu menatap rerumputan, melirik sekilas. Lalu mengangkat tangannya perlahan, disusul oleh Maudy yang sedari tadi juga menunggu pergerakan dari teman kecilnya itu.

“Aku ikut naik mas...”

“Ya kalo begitu inyong juga ikut, toh. Mung inyong siji sijine (hanya aku satu satunya).”

Chaaya menoleh kearah Haje, memberi sebuah senyum setelah dinyatakan semuanya akan ikut naik ke atas. Sedangkan pemuda itu merapatkan giginya hingga si rahang menjadi keras

Sorry, gue baru bangun. Pada ngomongin apa?” tanya Karin yang baru datang. Mengucek-ngucek matanya dan mengambil tempat di samping Chaaya.

“Semuanya bakalan ikut naik ke atas, Rin.” Karin mengangguk paham.

Kemudian hening, dingin pagi ini perlahan menusuk celah celah pakaian. Membuat bulu kuduk berkali kali berdiri sebab anginnya datang dan pergi memancing rinding.

“Udah selesai kan?” tanya Jeno dengan suara beratnya. Tatapannya bertemu dengan Malik, ia sengaja tidak menatap orang selain Malik. Pemuda berdarah campuran Kanada itu mengusap usap tangannya dan mengangguk dengan perasaan janggal.

Jeno berdiri, membuat seluruh perhatian tertuju padanya. Tak terkecuali Lia yang sedari tadi menunduk. Kemudian ia pergi begitu saja. Ke 13 pasang mata itu mengekori perjalanannya.

Beberapa orang saling senggol, berbicara dengan isyarat melalui mata tentang prilaku Jeno. Hal ini berhasil membuat Haje bertambah kesal, namun Chaaya yang ada di sampingnya mengusap lututnya. Mengisyaratkan agar Haje tidak perlu kesal. Mungkin Jeno sedang butuh waktu sendiri bersama pikiran di kepalanya. Tidak ada yang tau apa isi kepalanya.

“Ini siapa lagi yang belum makan?” tanya Windu



°°°


Kilas balik, 30 Desember 2017. Malam setelah tragedi salah sasaran.

Karina dibawa oleh Haje dan Surya kedalam suatu tenda untuk di tenangkan. Keadaan Karina yang sekujur tubuhnya gemetar membuat kedua pemuda itu harus memeganginya agar tidak jatuh. Lututnya lemas dan ia masih dalam keadaan shock.

Di dalam tenda, Karina menarik kakinya, menggulung jemari kakinya dan hendak menggigit kuku jarinya. Namun hal itu berhasil di tahan oleh Surya. Dikeluarkan sebuah sapu tangan dari dalam kantongnya dan mengelap jemari yang terkena cairan merah.

"Lo kenapa? Nggak biasanya lo kayak gini." Tanya Haje lembut sambil mengusap pundak Karin. "Gue tau lo gak akan semarah ini tanpa sebab. Ada apa, hmm?”

Karina mengalihkan tatapannya, masih dalam keadaan gemetar, ia mencoba memahami perasaan amarah yang telah lewat. Pemudi itu memejamkan mata dan menghela napasnya berat. Membuka matanya di kemudian memutar bola matanya kelain arah sambil menggigit kecil bibir bawahnya.

"Rin?" Panggil Haje sekali lagi. “Kenapa?”

“I don't think it's a good things for us to talk about,” ujarnya menatap matras dengan sungguh.

“Tapi mendem masalah sendirian juga bukan hal yang bagus, Rin,” saut Surya. Karina menoleh kearah pemuda itu, mengerutkan sedikit alisnya dengan bibir yang ragu ragu untuk mengucap.

“They had sex.” singkatnya.

Lagi, Haje dan Surya saling melempar tatapan tanya.

“Jeno sama Lia maksud lo?”

“Who else?”

“Are...you sure?” Haje bertanya dengan hati-hati.

Karin menatap dalam pemuda dihadapannya tersebut dengan aura dingin yang semakin kuat. “I've seen them with my eyes.”

“Tapi mana mungkin, Rin. Ini di alam bebas, mereka pasti paham kalau—”

“Don't asking me if you don't trust me, Sa. Lo sendiri yang minta gue untuk jujur,” tutur Karin serius.

Haje meneguk ludah kasar, sedikit terkejut dengan fakta yang baru saja didengarnya. Masih di ambang antara harus percaya atau tidak. Ia pun menghela napas setelahnya “Okay then...lo marah karena?”

“Gue nggak terima.”

“Nggak terima atas?”

Dengan sabar Haje menunggu jawaban, membiarkan Karina terdiam beberapa saat hingga akhirnya berujar pelan namun penuh penekanan.

“She took it too far....Jeno is mine, not hers.”

Serenade

Hai, sebelumnya makasih banget kalian masih excited nunggu update-an serenade ♡ Aku tau update seminggu sekali itu lamaaaa banget. Tapi kalian masih ada disini untuk baca serenade dan aku berterimakasih bangett.

Untuk sekarang aku belum ada stok draft, jadi updatenya masih seminggu sekali. Mungkin nanti kalau draft nya banyak, aku akan update lebih sering lagi. Mohon pengertiannya ya manteman ° ͜ʖ ͡ -

Continue Reading

You'll Also Like

172K 23.5K 37
Karir dan buah hati yang sama-sama penting untuk seorang wanita bernama Shani. Ketika anaknya beranjak dewasa, Shani dihadapkan dengan pilihan sulit...
112K 22.5K 42
mereka bilang dia berbeda, tapi bagi kita dia spesial yang harus selalu kita jaga. jangan biarkan tangisan merenggut senyumnya, senyum yang selalu...
88.5K 7K 38
Nani tidak pernah menyangka Sky akan membuatnya merasakan perasaan aneh, yang disebut jatuh cinta oleh orang-orang. Sky adalah bodyguard pribadinya y...
958K 63.5K 60
Romance story🤍 Ada moment ada cerita GxG