HAI KAMU CAPE YA EVE? Yuk nikah sama gue.
HAI SAYA KEMBALI MEMBAWA SENYUMAN YANG PENUH LUKA ANJAY
JANGAN LUPA BACA
HAPPY READING!
—————————————
Sebuah mobil melaju dengan sedang dan berhenti, tepat di samping devano. Evelyn yang masih di dekapan devano, harus memeluk Evelyn yang tiba-tiba pingsan.
"Kasih ke gue," Austin yang tiba tiba turun dari mobil hitamnya, tatapannya datar dan tajam memandang devano yang sudah menggendong Evelyn.
"Biar gue, gue tunangannya." Devano menolak.
"Ralat Mantan." Koreksi Austin.
"She Is Mine,Dev," Sambung Austin dan menatap devano dengan tatapan tajamnya.
Devano tidak berbicara lagi, karena itu memang faktanya,"Jangan lukain Eve, walaupun gue yang pernah lukain Eve, cukup gue aja yang lakuin, dan lo jangan Austin." Jelasnya datar dan mendekat dimana keberadaan Austin.
"Sekalipun lo bilang gitu, gue tetap jagain pacar gue."
Austin mengambil Evelyn dari gendongan devano dan membawanya ke mobil hitamnya.
Austin mendekat ke arah devano dan menepuk bahunya pelan,"Thanks, Bro."
Sebelum Austin memasuki mobilnya, teriakan pelan membuatnya menoleh.
"JAGA DIA, LO LUKAIN EVE, GUE REBUT DIA KEMBALI!!"
Austin mengangguk sebagai jawaban dan memasuki mobilnya, ia memandang Evelyn yang pingsan dan menatap devano dari luar. Kemudian ia melajukan mobilnya meninggalkan devano.
Devano tertegun, apakah ini akhir kisah dari dirinya dan Evelyn, ia mengacak surai rambut tebalnya dan mengusap wajahnya pelan. Pandangannya kembali tajam dan melangkah dimana mobilnya berada.
"Evelyn is Mine," tekadnya pada dirinya, ia kemudian memasuki mobilnya. Matanya memejam sesaat.
"Apakah ini sebuah arti penyesalan." Batinnya penuh Miris.
Kemudian ia kembali melajukan mobilnya,Netranya memandang Nathan yang menelepon, ia memelankan laju mobilnya dan mengambil handphonenya.
Devano kemudian menggeser telepon berwarna hijau dan mengangkat telepon dari Nathan,"Halo Nath."
"Eve sama lo?," Ucapan Nathan membuat Devano bingung,Eve dan Nathan dekat?,pikirnya.
"Sama Austin," jawabnya lagi, Sambil melajukan mobilnya dengan pelan.
"Oh, thanks bro," Nathan hanya bertanya itu dan mematikan sambungan teleponnya.
Devano berkerut tak mengerti dan menyimpan kembali handphonenya, ia kembali melajukan mobilnya dengan kecepatan cepat, agar sampai ke apartemennya.
————————————
Austin melajukan mobil hitamnya dengan kecepatan sedang, ia kemudian melirik Evelyn yang masih pingsan dan kemudian kembali menatap jalanan aspal.
Enghh....
Lenguhan dari Evelyn membuat Austin menoleh sekilas dan focus kembali.
"Lo, baik?"
Pertama kali yang Austin ucapkan hanya itu, dan cuman itu yang terpikir langsung dari otaknya.
Evelyn mengerjap-ngerjapkan matanya perlahan, agar menyesuaikan cahaya, ia menoleh dengan tatapan sayunya yang masih menatap Austin.
"Dev, Mana?" Tanyanya balik, Evelyn memegang kepalanya yang sakit dan mengusapnya perlahan.
"Udah pulang."
Dahi evelyn mengernyit bingung dan kembali menatap Austin,"Kenapa kamu yang bareng Eve?"
Austin menghela nafasnya, Netranya kembali menajam,"Gue bahas di apartemen," Tekannya datar.
Evelyn meneguk ludahnya kasar, dan kembali menyandarkan tubuhnya. Ia memejamkan matanya pertanda kepalanya sangat sakit, batinnya lelah, Semuanya Capek hati dan pikiran.
Mobil Austin terhenti tepat didepan Apotek,Austin keluar dari mobilnya,"Lo tunggu kesini," Ucapnya, Dan berjalan memasuki Apotik obat.
Beberapa menit kemudian, Netra Evelyn menangkap Austin yang sudah keluar dari Apotek membawa sebungkus obat di tangan kanannya.
Austin membuka pintu mobilnya dan kembali menutupnya, Netra dinginnya menatap Evelyn yang menatapnya dengan polos.
Evelyn mengerjap matanya pelan dan menatap Austin dengan raut bingungnya,"A-pa, Kenapa?" Tanyanya dengan raut muka bodohnya.
Austin menghela nafasnya lagi, ia menepuk pahanya dan menatap Evelyn dengan raut datarnya.
"Apa?" Lagi-lagi Evelyn bertanya dengan raut bingungnya.
Raut Austin datar , ia kemudian mengangkat tubuh evelyn yang mungil ke atas pangkuannya, posisi evelyn sekarang duduk menyamping di atas pangkuan Austin.
Evelyn memekik dengan tiba-tibanya Austin mengangkatnya dengan tak ada beban diatas pangkuannya, Evelyn berdehem canggung,"Ka-k, Evelyn di samping aja ya?,Jangan diatas kakak."
Austin yang mendengar ucapan Evelyn yang bercampur ambigu itu, mendongak dan menatap datar ke arahnya,"Nurut, hm," Tekannya dan meremat pinggangnya pelan.
Evelyn hampir memekik, tangan kekar Austin sudah bertengger manis di pinggangnya.
"Mendekat kearah gue, gue yang bakal obatin lo."
Evelyn mengernyit bingung,"Kaka, tobat?"
"Gue, Masih Austin yang dulu."
Evelyn menelan ludahnya kasar,ia takut sungguh, Austin akan melukainya lagi, bibirnya bergetar,"Jan-gan lukain Eve ya kak," Netranya kembali berkaca-kaca.
Austin hampir tertawa dan menatap Evelyn yang sebentar lagi akan menangis, ia kemudian mendongak menatap datar ke arah Evelyn,"Kalo, Lo nurut ama gue," tekannya dengan raut muka datarnya.
Evelyn berdehem, ia menganggukkan kepalanya, pertanda jawaban.
"Good girl." Austin mengusap pipinya perlahan. Dan kembali membuka obat yang ia beli tadi.
"I'm sorry, kalo gue pernah lukain lo sampai separah dulu," jelasnya , Austin menuangkan cairan atau obat merah di kapas dan mengolesnya di pipi Evelyn dan berakhir di bibirnya yang mungil.
"Papa gue, udah jelasin ke semua, gue salah paham, Sampai-sampai gue lampiasin perbuatan buruk gue ke lo."
Evelyn mengernyit bingung dan menatap Austin dengan raut bingungnya,"Maksud Kakak, Apa?"
"Nama Lo, Kurang..."
Evelyn menggigit bibir bawahnya pelan,"Kak- jangan bikin Eve bingung."
"Nggak jadi, Maafin gue." Netra Austin menatap tepat ke manik bulat Evelyn yang membuat larut kedalamnya.
"Lo, boleh siksa gue Eve," Netranya kembali teduh dan menatap evelyn dengan perasaan bersalah.
Evelyn bingung sungguh, Netranya kembali berkaca kaca, bibirnya kelu entah apa yang ingin ia ucapkan.
"Tampar gue, Eve."
Austin membelai pipi Evelyn dan mengusapnya pelan,"tampar, hm."
Tangan Austin menggenggam tangan mungil Evelyn dan menamparnya tepat di pipinya,"Ayo, Eve,hm."
"TAMPAR GUE EVE!!" Sarkasnya. Dan menatap Evelyn dengan Netranya yang sudah berkaca-kaca.
Evelyn langsung tersentak dan membalas tatapan Austin yang sudah berkaca-kaca, ia menggigit bibirnya dan bersiap menampar Austin.
Plak!!
Wajah Austin tertoreh dan kembali menatap Evelyn,"Tampar lagi, Eve, Atau lo bisa tonjok gue." Jelasnya dan memegang tangan mungil Evelyn agar kembali menamparnya.
"Kak.. Austin...." Air mata Evelyn luruh begitu saja.
"Sst...,Eve jangan nangis, hm," Austin mengusap pipi Evelyn yang sudah karena air mata. Ia kemudian menarik kepala Evelyn agar bersandar di dahinya.
"Kak... stop....." lirihnya. Evelyn berusaha menjauh dari Austin.
"Jangan kek gini kak." Tuturnya lembut dan memandang Austin. Ia mengusap air matanya perlahan dan menunduk menatap Austin.
"Jangan kek gini—
"Gue suka lo." Potong Austin cepat, dan memandang netra Evelyn yang kaget.
Evelyn kaget mendengar penuturan Austin,"kak—"
"Sampai-sampai bikin gue mati perlahan, Andaikan gue bisa ngelawan takdir, Eve..." potongnya lagi, Air matanya turun. Austin menangis pertama kalinya, tepat didepan mata Evelyn.
Austin memejamkan matanya sesaat,"Maafin gue, pah." Batinnya kecil.
Penjelasan papanya terus terngiang-ngiang dikepalanya dan itu membuat harus mengulangi tindakannya atau tidak.
"Austin, ini akta kelahiran Evelyn."
Setelah pertengkaran papanya dan Austin, akhirnya papanya bisa menjelaskan akar dari masalah ini.
Austin mengambil akta kelahiran itu, lagi lagi ia membeku, terdiam, pikirannya sontak hilang pergi kemana. Nama itu.
"Evelyn Gracia Anatasya Collins."
"Itu nama anaknya, dan ibunya bernama sera Collins, Adek kandung papa, Austin."
"Dan Evelyn adalah sepupu kamu, Austin."
————————————-
AKHIRNYA FINALLY SEMUA RAHASIA TERBONGKAR SUDAH.
Kalian kaget? Sama gue juga.
JANGAN LUPA FOLLOW, COMMENT,VOTE JUSEYO
TBC!