Lelaki itu terlihat bingung mencari-cari kado yang pas untuk bayi yang baru lahir. Ia sedikit menggerutu karena pacarnya hari ini batal untuk menemaninya pergi membeli kado karena ada meeting mendadak dan kemungkinan baru selesai pukul dua siang nanti. Terpaksa ia pun harus mencari kado sendiri karena ia sudah ada janji akan menengok bayi temannya pukul empat sore nanti.
DRRRRRRTT DRRRRRRRTT
Lelaki itu mengambil ponsel yang ada di saku celananya dan melihat layar ponselnya yang memberikan notifikasi adanya panggilan video. Illa♡. Nama kontak dan foto profil perempuan itu terlihat di layar ponselnya. Ia pun menghela napas lega.
"Hai," sapa perempuan itu dengan senyum lebarnya.
"Katanya meeting?"
"Barusan selesai, ternyata gak selesai sampai jam dua. Kamu udah ke Mothercare?" tanya Danilla.
Raga pun mengubah sorotan kameranya menjadi kamera belakang dan mengedarkan kameranya ke seluruh penjuru toko yang sedang ia kunjungi sekarang.
"Aku bingung banget mau beli apa," ucap Raga yang sudah mengganti sorot kamera menjadi kamera depan.
Danilla tertawa pelan. Ia paham sekali jika Raga bingung untuk mencari kado bayi. Ini pertama kalinya lelaki itu mencari kado untuk bayi yang baru lahir, sedangkan Danilla sudah beberapa kali membeli kado untuk teman-temannya yang sudah memiliki anak.
"Should I go there?" tawar Danilla.
Raga menggeleng sambil tersenyum. "Nggak, nggak usah, kamu kasih tau aja apa yang harus dibeli," jawab Raga.
Danilla mengangguk lalu kembali fokus pada Raga yang sedang melihat-lihat barang bayi yang lucu-lucu. Dilihatnya ekspresi Raga yang sangat serius dari layar ponselnya, membuat perempuan itu tertawa. Raga hanya membeli kado bayi tapi wajah lelaki itu terlihat serius dengan alis yang hampir bertaut.
"Kenapa ketawa?" tanya Raga yang bingung karena Danilla yang tiba-tiba tertawa.
"Kamu lucu," jawab Danilla dan membuat Raga menaikkan satu alisnya bingung.
"Abisnya kamu serius banget, padahal cuma cari kado bayi aja," lanjut Danilla masih sambil tertawa.
"It's my first time cari barang buat bayi, La,"
"Oke, oke." Danilla masih tertawa kecil karena Raga yang seperti sedang menggerutu itu.
Danilla lalu berpikir apa saja yang perlu Raga beli di toko perlengkapan bayi itu. Perempuan itu pun meminta Raga untuk sekali lagi mengedarkan kameranya ke seluruh penjuru toko tersebut, dan Raga menuruti perintah pacarnya itu untuk menyorot setia barang dan perlengkapan bayi yang ada disana.
"Kamu beli baju bayi aja, karena itu pasti kepakai, tapi gak usah terlalu banyak, karena bayi pasti kan cepet gedenya. Terus kamu cari aja baby bouncer, itu juga cukup berguna buat nidurin anak bayi. Terus-"
"La," Raga menatap Danilla tanpa ekspresi.
"Ya?"
"Pelan-pelan La, kamu lagi nge-rap apa gimana sih?" gerutu Raga dan lagi-lagi membuat Danilla tertawa. Raga pun ikut tertawa kecil karena suara Danilla yang tertawa itu mampu menyetrumnya dan membuatnya secara spontan ikut tertawa.
"Ada yang bisa dibantu, Pak?" Raga menoleh ke samping kirinya saat seorang perempuan usia dua puluhan menghampiri dirinya. Sepertinya dia salah satu pegawai dari Mothercare. Batin Raga menebak.
"Nah, biar aku yang ngomong sama Mbaknya aja, kamu kasihin hape kamu ke Mbaknya aja," ucap Danilla dan Raga pun memberikan ponselnya ke pegawai Mothercare itu.
"Ini Mbak, istri saya mau ngomong. Pusing saya gak ngerti mau beli apa," kata Raga sambil memberikan ponselnya pada Mbak-mbak Mothercare. Sedangkan di seberang sana, terlihat wajah Danilla yang memerah karena baru saja Raga menyebutnya sebagai istri dari lelaki itu. Emang suka asal ngomong tuh cowok, tapi Danilla suka.
Selama sekitar 20 menit ponsel Raga dibawa oleh pegawai itu sambil mengelilingi setiap sudut Mothercare. Sedangkan Raga hanya duduk manis pada kursi silinder yang ada di samping kasir.
"Sudah Mbak?" tanya Raga saat pegawai itu mengembalikan ponselnya.
"Sudah, Pak. Ada baju bayi 5 setel, perlengkapan mandi bayi, sama baby bouncer. Silakan ke kasir ya, Pak," ucap pegawai itu dan Raga mengangguk mengerti lalu setelahnya ia melihat ponselnya yang masih tersambung dengan Danilla.
"Emang muka aku kelihatan kayak Bapak-bapak ya?" gerutu Raga pada Danilla.
Danilla dibuat tertawa lagi oleh Raga. Ia hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya karena gerutuan Raga itu. "Ya kan biar sopan, Raga," jawab Danilla.
"Ya udah, nanti aku jemput jam tiga ya? Molor-nolor setengah empat lah sampe kantor kamu,"
"Oke, Raga. See you,"
"See you," Raga mengunci ponselnya saat Danilla sudah memutuskan sambungan telepon. Ia lalu menyelesaikan transaksi jual beli di kasir.
Saat lelaki itu sedang menunggu barang yang dibeli dibungkus kado, kedua mata tajam lelaki itu melihat seorang anak laki-laki yang berjalan sendirian sambil memegang boneka gajahnya erat. Anak laki-laki itu terlihat kebingungan dan sepertinya habis menangis karena hidung anak itu memerah. Raga pun mendekati anak itu saat anak itu mendekat ke tempat Mothercare.
"Hai," sapa Raga ramah. Tapi anak itu malah memundurkan langkahnya karena takut dengan Raga.
"It's okay, Om orang baik kok," ucap Raga menenangkan anak itu.
"Kata Bunda, nggak boleh ngomong sama orang asing," ucap anak yang mungkin berusia tiga atau empat tahun itu.
Raga menghela napas pelan. Bener juga sih, tapi kan barusan anak itu menanggapi dirinya sambil ngomong juga. "Nah itu kamu ngomong barusan."
Anak itu terlihat bingung karena apa yang dikatakan Raga itu benar. Ia lalu mencebikkan bibirnya dan terlihat akan menangis lagi. Membuat Raga langsung panik dan menggandeng tangan anak itu pelan.
"Jangan nangis," ucap Raga sambil menghapus air mata yang sudah menetes di pipi anak itu. "Bunda kamu mana?"
Anak itu menggeleng dan menangis semakin kencang. Raga terlihat semakin panik dan berakhir menggendong anak kecil itu. "Ssst, jangan nangis. Kamu kepisah sama Bunda?"
Anak itu mengangguk dan mengeratkan tangannya pada boneka gajah yang dipegangnya. "Tadi aku nakal, kata Bunda, aku harus tunggu Bunda, tapi aku malah lari-larian terus," jawab anak itu sambil sesenggukan.
"Pak," panggil pegawai Mothercare yang sudah selesai bungkus kado yang tadi dibeli oleh Raga. "Sudah selesai bungkusnya, barangnya sudah bisa dibawa."
"Oh oke, makasih ya Mbak," ucap Raga mengambil bingkisan kado yang lumayan besar itu, masih dengan posisi menggendong anak laki-laki di tangan kirinya.
"Kita ke bagian security ya buat cari Bunda kamu," ucapnya pada anak kecil itu dan anak kecil itu mengangguk.
****
Raga menatap anak kecil yang sedang asyik memakan es krim. Lelaki itu tersenyum kecil melihat wajah anak itu yang belepotan es krim rasa coklat yang Raga belikan. Raga memang menyukai anak kecil, sangat menyukai. Ia selalu suka bermain dengan anak kecil karena anak kecil itu selalu tulus menyampaikan apa yang ada di pikiran mereka. Otak dan hati mereka masih bisa berjalan beriringan. Tidak palsu seperti orang dewasa.
Diperhatikannya wajah anak kecil itu dalam diam. Wajah kecilnya terlihay seperti mirip seseorang yang ia kenal tapi ia berusaha menepis perkiraan itu. "Mirip Ersha," batinnya mengatakan apa yang ada dipikirannya.
"Cemong semua gini," Raga dengan telaten mengelap pipi dan bibir anak itu dengan sapu tangannya.
"Makasih, Om," ucap anak itu sambil tersenyum. Raga sempat kaget karena anak di depannya itu sangat sopan dan terlihat pintar dari caranya berbicara.
"Nama kamu siapa?" tanya Raga yang masih intens menatap anak itu.
"Noah," ucap anak bernama Noah itu. Raga masih kagum dengan Noah, karena anak itu sangat pintar dan selalu menjawab pertanyaan Raga dengan baik dan sopan. Tidak seperti anak kecil kebanyakan yang ditemuinya. Padahal Noah masih terlihat seperti anak berusia tiga atau empat tahun, tapi bisa diajak untuk memperhatikan lawan bicaranya bertanya.
"How old are you?" tanya Raga dan Noah memberikan jawaban dengan empat jari-jari kecilnya. Ternyata benar, anak itu masih berusia antara empat tahun.
"Emang kamu tau usia kamu dari mana?" tanya Raga lagi yang penasaran, karen biasanya anak seumuran dia tidak banyak yang tahu berapa usia mereka.
"Dari Bunda. Setiap aku nakal, Bunda pasti bilang, Noah sekarang udah four year old, jadi udah gak boleh nakal lagi. Gitu Om," ucap Noah yang sepertinya kembali teringat pada Bundanya karena lagi-lagi ia seperti akan menangis.
Raga terlihat kembali panik saat ia melihat mata Noah mulai berkaca-kaca. "Eh, jangan nangis lagi,"
"Bunda," rengek anak itu.
"Iya, Bundamu pasti sebentar la-"
"Noah!" panggil seorang perempuan yang sukses membuat Raga kaget karena suaranya yang menggelegar. Bahkan orang-orang yang sedang berjalan di area security juga ikut kaget karena suara perempuan itu. Dan yang membuat Raga lebih kaget lagi adalah perempuan yang Noah panggil dengan sebutan Bunda itu adalah Ersha, tepat seperti apa yang ia pikirkan di awal ia memperhatikan wajah Noah dengan seksama.
Raga memperhatika Ersha yang langsung memeluk Noah dan mengecek setiap inchi tubuh anak itu dari depan dan belakang tubuh mungilnya. Raga dapat menangkap ekspresi khawatir sekaligus lega yang terlihat wajah Ersha saat mengecek tubuh anak laki-laki itu.
"Ehm, Cha," panggil Raga, menginterupsi kegiatan Ersha yang sedang mengecek keadaan anaknya dari atas sampai bawah.
"Raga?" Ersha pun tak kalah kagetnya dari Raga yang tadi juga kaget dengan kedatangan Ersha. Ekspresi kaget perempuan itu sangat tidak bisa ditutupi.
"Lo, Bundanya Noah?" tanya Raga yang seperti ingin memastikan. Karena Raga sama sekali tidak mendapat kabar jika Ersha menikah atau apapun itu. Berita Ersha lulus kuliah saja ia bisa mendapatkan kabarnya dari Sam, kenapa saat Ersha menikah ia tidak mendapat kabar apapun? Bahkan Noah sekarang sudah berusia empat tahun, itu artinya paling tidak Ersha sudah menikah dari empat tahun yang lalu bukan?
"Iya," jawab Ersha sambil tersenyum canggung.
"Ceritanya panjang, Ga," lanjut Ersha yang seperti bisa menjawab pertanyaan yang ada di otak Raga. Raga hanya menanggapinya dengan mengangguk saja, ada perasaan tidak enak karena sepertinya ia terlalu memperlihatkan ekspresi kaget dan tanyanya yang mungkin saja membuat Ersha tidak nyaman.
"Kalau ada waktu, ayo kita makan siang bareng. Sebagai ucapan terima kasih karena sudah jaga Noah hari ini."
Raga terlihat ragu dengan ajakan Ersha untuk makan siang hari ini. Bukan tanpa alasan, pasalnya Raga sudah ada janji dengan Danilla untuk menjemput perempuan itu pukul setengah empat paling lambat, sedangkan sekarang, saat lelaki itu melihat jam tangannya, waktu sudah pukul setengah empat lebih lima menit.
Lelaki itu pun menolak ajakan Ersha dengan sopan. "Sori, Cha, gue udah ada janji hari ini."
"Oh, kalo gitu, gimana kalo besok? Pas jam makan siang. Aku bener-bener nggak enak karena udah ngerepotin kamu yang jagain Noah hari ini," tawar Ersha pada Raga dengan penuh harap.
Raga pun akhirnya mengangguk, mengiyakan ajakan makan siang Ersha pada besok siang. "Tempat sama waktunya kabarin gue aja ya, ini kartu nama gue, lo bisa hubungi gue pakai nomor itu," ucap Raga sambil memberikan kartu namanya.
Bukannya tidak mau menolak, tapi dari tatapan Ersha, sepertinya perempuan itu butuh teman untuk bercerita tentang kehidupannya. Kedua mata perempuan itu masih sangat bisa Raga baca. Dan sebagai teman, tidak ada salahnya kan untuk membantu walapun hanya sekedar sebagai pendengar yang baik?
"See you, Ga. Ayo Noah, say thank you ke Om Raga," ucap Ersha yang akan pamit.
Noah pun langsung berdiri dari duduknya dan mengucapkan kalimat terima kasih dengan sangat formal pada Raga, membuat lelaki itu tertawa kecil melihat tingkah laku anak itu.
"See you. Lain kali nggak boleh nakal ya, Noah," ucap Raga pada Noah dan mengusap puncak kepala anak laki-laki itu.
****
Perempuan itu terlihat mondar-mandir di depan pintu kaca lobi kantornya. Dirinya dari tadi mencoba menelepon pacarnya tapi ponsel pacarnya itu sepertinya mati karena sedari tadi yang menjawab teleponnya adalah mbak-mbak operator.
"Ck, gimana sih? Katanya jemput jam 3, molor-molornya setengah 4. Ini udah jam 4 lebih, dia malah-"
TIN!
Astagah, demi apapun Danilla ingin mengumpat pada klakson mobil yang sukses membuat jantungnya hampir copot. Dilihatnya mobil sport warna merah dengan logo kuda jingkrak berhenti dengan rapi di depannya.
"La, maaf ya aku telat," ucap lelaki itu saat turun dari mobil.
"Ayo buruan, udah jam empat lebih ini, nanti keburu malem," ucap Danilla ketus sambil berjalan ke arah pintu penumpang mobil Raga.
Raga pun mau tidak mau hanya menuruti perintah Danilla. Dirinya tahu jika salah, jadi ia memilih untuk tidak membantah perempuan itu atau menjelaskan apapun sampai emosi pacarnya itu mereda.
Di dalam mobil pun mereka berdua hanya diam saja. Tidak ada yang berbicara, ditambah wajah Danilla yang enggan menatap lurus ke depan dan lebih memilih menatap jalanan dari kaca mobil di sampingnya.
"La, maafin aku ya," ucap Raga yang sekarang mencoba untuk menggenggam tangan Danilla saat lampu lalu lintas menyala merah. Tapi Danilla masih tetap membungkam mulutnya. Sepertinya dia benar-benar kesal dengan Raga.
"Sayang," panggil Raga lagi.
"Seenggaknya itu kabarin aku kalau kamu bakalan telat," Danilla mengungkapkan kekesalannya pada Raga. "Ditelpon juga nggak bisa," lanjut perempuan itu ketus.
"Iya maaf, hape aku tadi mati, baru aku charge sekarang," kata Raga mencoba menjelaskan.
"Dasar ngeselin,"
"Maaf,"
"Tadi aku harus nemenin anak kecil yang kepisah sama ibunya di mall," Raga menceritakan kejadian yang tadi membuatnya terlambat menjemput Danilla dengan hati-hati dan ternyata sukses membuat Danilla menoleh ke arahnya.
"Terus?" tanya Danilla yang sekarang memberikan perhatian penuh pada Raga dan itu membuat Raga tersenyum.
"Udah ketemu sih. Nanti aku ceritain deh lengkapnya," ucap Raga yang langsung menginjak gasnya saat lampu mulai berwarna hijau. Danilla kembali mendengus tetapi malah membuat Raga tertawa kecil.
****
Raga membantu Danilla yang kerepotan membawa kado yang tadi dibelinya keluar dari mobil. "Kan aku udah bilang, biar aku aja yang bawa, La," kata Raga mengambil alih bungkusan besar kado itu.
"Kan kamu udah beli, jadi aku yang bawa,"
"Ada banget tuh aturan kayak gitu?" cibir Raga yang malah membuat Danilla tertawa.
"Mas Raga," sapa seorang lelaki dengan kaos oblong putih berlari ke arah Raga.
"Sini saya bawain, Mas. Loh? Mbak Danilla bareng sama Mas Raga?" lanjut lelaki itu yang kaget karena ia baru pertama kali ini melihat Raga dan Danilla ke rumah majikannya bareng.
"Mas Mar, minta tolong dibawain ya," ucap Danilla tanpa menjawab pertanyaan Mas Mar tadi dan hanya tersenyum sambil berjalan ke arah pintu masuk rumah besar yang ada di depannya.
"Pacar gue tuh," ucap Raga sambil menaikkan alisnya dua kali.
Mas Mar hanya bengong sambil melihat Raga yang berjalan mendekati Danilla. Mas Mar pun kelihatan berlari menghampiri Raga dan Danilla lalu membukakan pintu kayu yang besar itu. "Monggo," ucap Mas Mar mempersilakan Raga dan Danilla masuk. "Bapak sama Ibu ada di lantai dua," lanjut Mas Mar memberitahu dimana majikannya berada.
Raga dan Danilla pun mengangguk dan berjalan ke arah tangga untuk bertemu dengan si pemilik rumah.
"Halo!" sapa Danilla ceria saat melihat di ruang santai lantai dua rumah itu sudah ada Baskara, Sam, dan Reyhan yang sedang berbincang dengan si pemilik rumah.
"Hai, Dan... Oh my God!" perempuan itu terlihat kaget saat melihat Danilla dan Raga datang bersama.
"Hai Kak Summer, selamat ya, udah punya jagoan sekarang," ucap Danilla memberikan selamat pada Summer.
"Selamat ya Rin, selamat Bang," ucap Raga memberikan selamat pada Summer dan Zakky. Pasangan suami istri itu malah bengong melihat Raga dan Danilla yang datang bersamaan. Tanpa canggung dan terlihat sangat akrab.
Tidak hanya Summer dan Zakky yang kaget. Sam, Baskara dan Reyhan pun juga dibuat kaget karena mereka berdua yang datang bersamaan. Mereka pikir, acara ini adalah cara yang tepat untuk memperbaiki hubungan Raga dan Danilla, karena mereka sudah menyusun rencana agar Danilla dan Raga bisa dipertemukan pada hari ini. Tapi sepertinya mereka tidak perlu susah-susah menyatukan kembali hubungan mereka, karena Danilla dan Raga memang sudah balikan.
"Kalian berangkat bareng?" tanya Summer pada Danilla dan Raga. Keduanya pun mengangguk kompak sekaligus terlihat bingung dengan reaksi teman-teman mereka.
"Kenapa sih?" tanya Raga yang bingung dengan keadaan sore hari itu.
"Oh astagah!" Raga akhirnya paham dengan maksud tatapan Summer dan yang lainnya. Ia pun merangkul pundak Danilla. "Gue balikan sama Danilla," lanjutnya dan langsung membuat heboh lantai dua rumah itu.
Summer langsung memeluk Danilla dan Raga langsung diberi selamat oleh Zakky dan teman-temannya yang lain. Seolah-olah pasangan itu sedang mengumumkan tanggal pernikahan mereka, padahal hanya pengumuman jika mereka kembali menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih.
"I'm so happy to hear that, really!" Summer benar-benar dibuat heboh dengan pengumuman Raga barusan.
"Selamat!" Summer masih heboh dengan memeluk Danilla. Sampai suara tangisan bayi terdengar dari dalam kamar.
"Eh, ada yang nangis," ucap Danilla.
"Mau lihat Bara?" tawar Summer sambil menggandeng Danilla.
"Namanya Bara?"
"Iya, Papahnya yang kasih nama, gue sih nurut aja," jelas Summer saat berjalan memasuki kamarnya dan Zakky untuk mengecek keadaan anaknya.
Kedua mata Danilla terlihat berbinar saat ia melihat bayi yang berumur belum genap satu bulan itu digendong oleh ibunya dan langsung berhenti menangis. Kedua mata Danilla entah kenapa terasa panas saat ia melihat bagaimana Summer dengan sayang dan hati-hati menggendong anaknya agar nyaman dan tenang. Ia tahu bagaimana perjuangan Summer dan Zakky untuk bisa memiliki anak setelah enam tahun menikah. Semuanya terasa terbayar lunas saat ia melihat bagaimana bahagianya Summer dan Zakky yang sedang memperhatikan anak mereka di box bayi.
"Kok nangis?" tanya Raga yang berdiri di samping Danilla yang tiba-tiba terisak.
Summer langsung mengalihkan pandangannya pada Danilla yang sudah memerah hidung dan pipinya. "Dan, kamu kenapa?" panik Summer yang langsung memegang kedua tangan Danilla.
"Nggak tau, aku cuma bahagia aja ngelihat keluarga kecil kalian. Setelah 6 tahun, akhirnya ada suara bayi di rumah segede ini. Semua perjuangan kalian, terbayar karena hadirnya Bara," ucap Danilla tulus dan membuat Summer juga ikut meneteskan air mata.
"Thank you." Summer mengucapkan terima kasih atas kalimat tulus yang Danilla berikan.
"Both of you desserve all the happiness, Kak."
****
Danilla duduk di sofa ruang tengahnya sambil melipat piyama lengan panjangnya sampai ke siku. Kebiasaan yang selalu ia lakukan jika belum ingin tidur. Ia menyalakan televisi dan mencari tontonan yang bagus di Netflix.
Kedua mata perempuan itu teralih pada seorang laki-laki yang keluar dari kamar mandi apartemennya. Rambutnya yang sedikit basah itu membuat wajah Raga terlihat semakin atraktif. Danilla menepuk-nepuk sofa di sebelahnya, memberi tanda agar Raga duduk di sebelahnya.
Raga pun menuruti perintah Danilla dan langsung merangkulkan tangannya pada bahu Danilla agar perempuan itu duduk mendekat ke arahnya.
"Jadi tidur disini?" tanya Danilla sambil memencet remote, masih mencari acara yang ingin ia tonton.
"Kalo gak jadi, mendingan mandi di apartemen aku lah, Illa," jawab Raga gemas.
Danilla tertawa mendengar jawaban dari Raga. Dan yang paling ia sukai, entah sejak kapan, Raga mulai menggunakan aku-kamu saat bicara dengan Danilla. Dan itu terdengar sangat manis di telinga Danilla. Ditambah lagi, ia kadang-kadang memanggil Danilla dengan panggilan Sayang yang mampu membuat Danilla tak berhenti tersenyum.
"Money Heist?" tanya Raga saat serial itu diputar di smart tv milik Danilla.
"It's shuffling. Abisnya aku bingung mau nonton apa," jawab Danilla.
"Untung ke shuffle nya bukan Fifty Shades of Grey ya," ucap Raga dan langsung membuat Danilla memukul dada lelaki itu pelan.
Raga tertawa saat Danilla terlihat salah tingkah dengan ucapannya barusan. Ia suka sekali melihat pacarnya yang salah tingkah itu. Lucu dan menggemaskan. Tingkah laku yang tidak berubah dari lima tahun yang lalu.
"La," panggil Raga pelan.
"Hm?"
"Besok ikut aku ya," ajak Raga yang sedang memainkan rambut Danilla.
"Kemana?"
"Makan siang. Sama ibu dari anak yang hilang di mall tadi," jawab Raga. Danilla pun langsung menatap Raga penuh tanya.
"Kenapa aku harus ikut?"
"Emm," Raga sedikit ragu untuk menjawab, tapi ia ingin Danilla tahu jika dirinya akan bertemu Ersha besok siang. Dan dari pengalamannya yang dulu, ia sepertinya sudah belajar bagaimana berkomunikasi yang baik agar hubungan bisa sehat dan saling percaya.
"Kenapa, Raga?"
"Ibu dari anak itu, Ersha, La," jawab Raga dan Danilla mengedipkan kedua matanya beberapa kali.
"Maksud kamu, Ersha mantan kamu?"
Raga mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Danilla. "Ikut ya?" pinta Raga sekali lagi dan Danilla hanya terdiam.
-to be continued-