IKHLAS [END]

By RidaFrelly

2.5M 141K 20.3K

"Menikahlah dengan Mas Adnan, Sa," ulang Dinda dengan pelan. "Kenapa aku harus menikah dengan suami dari saha... More

PROLOG
[1] BERBAGI SUAMI
[2] MEREBUTMU
[3] ADA YANG BERBEDA
[4] MENGHAPUS RASA SAKIT
[5] BERDOA DALAM DIAM
[6] BUKAN DIA
[7] TIANG KOKOH
[8] AMPUNI ANISA BUNDA
[9] KENAPA BEGITU EGOIS
[10] MEMBERI DAN MEREBUT
[11] BERDOSA KAH?
[12] DIA KEMBALI
[13] KEBOHONGAN
[14] BERDAMAI DENGAN HATIMU
[15] PENCEMBURU
[16] SAYA TELAH GAGAL
[17] MENTALKU RUSAK
[18] RASAKAN JADI AKU
[19] LELAKI YANG LAIN
[21] DIA KELIRU
[22] AKU INGIN EGOIS
IKHLAS
IKHLAS

[20] PERMINTAAN MAAF

59.5K 6.1K 990
By RidaFrelly

Takdirku rumit, kehidupanku jauh lebih rumit.

•••
••

Panggil aku Rida aja ya kak. Udah pada follow belum?
😍
•••

Tatapan Dinda dan Anisa menajam kala Adnan mengizinkan Dinda pergi dengan syarat ia harus ikut.

"Gak bisa dong Mas, Dinda ingin bahas hal penting sama Regal, Mas gak boleh dengar," ujar Dinda dengan nada yang sedikit ia dayu.

Adnan membulatkan matanya mendengar penuturan Dinda, kening lelaki itu mengerut. "Ya Allah, kamu sadar gak Din apa yang barusan kamu bilang. Mas gak boleh dengar?" tanyanya sembari menunjuk wajahnya sendiri, Dinda mengangguk cukup yakin.

"Kamu istri Mas Din, kamu bahkan gak boleh bertemu dengan lelaki dengan penampilan kayak gini!"

Napas Adnan memburu kuat, ia juga memutar wajahnya ke samping memperhatikan Nisa yang terus terdiam.

"Sebelum kamu membahasnya dengan lelaki itu, Mas harus tahu lebih dulu Dinda. Kamu harus cerita semuanya sama Mas!" tegasnya.

"Dinda gak bisa cerita Mas."

"Kenapa gak bisa? Kenapa kamu gak mau jujur sama suami kamu sendiri?"

Dinda melengos, dinding putih lebih menarik baginya dari pada menatap wajah Adnan, ia tertawa lirih di sana. "Mas ingin Dinda menjawab pertanyaan kamu dengan pertanyaan juga?" tanya Dinda sembari memutar wajahnya menghadap Adnan, kilatan mata Dinda cukup ketara bahwa dia sangat kesal.

"Apa maksud kamu Din?"

"Mas yang lebih dulu berbohong!" lantang Dinda, ia menunjuk wajah suaminya dengan geram. "Kenapa Mas gak pernah bilang kalau Mas keliru menikahi Dinda?"

"Kenapa Mas gak memutuskan untuk membatalkan pernikahan itu lantaran bukan Dinda yang kamu lihat di foto itu Mas, tapi Anisa!"

"Mas juga gak pernah bilang sama Dinda, kalau Mas alergi dengan udang? Dinda mengetahui segalanya dari Nisa? Kenapa?" tanya Dinda tanpa jeda, Adnan terpaku, dan wanita di sampingnya melongo tak percaya.

"Dinda," tangan Adnan terulur untuk mengusap bahunya, namun Dinda menepis lebih dulu tangan Adnan dengan kasar sehingga terjatuh paksa ke bawah.

Tepisan Dinda membuat jantung Adnan seakan mencelos keluar, tangan yang terkulai ia tatap dengan perasaan amat sakit, tak ia alihkan penglihatannya, hancur tak berbentuk perasaan lelaki itu setelah mendapatkan perlakuan mengerikan dari Dinda.

"Ya Allah Adinda," pekik Nisa sembari meraih lengan Adnan lalu menggenggamnya. "Sadar Din, apa yang kamu lakukan barusan itu dosa," tutur Nisa panik.

"Iya Nisa, kamu benar. Semua yang terjadi dengan kita tanpa ada keikhlasan di dalamnya, belum tentu mendapatkan pahala dari Allah!" jawab Dinda cepat.

Anisa terdiam, ia tak bisa mengatakan apa-apa lagi jika semua yang Dinda jelaskan memang sangat benar.

Adinda menelisik wajah Adnan yang tampak sangat syok, ia menghela napas dengan pelan sebelum mulai berbicara.

"Maaf Mas, Dinda gak tau kenapa bisa bertindak seperti ini. Tangan Dinda refleks, dan Dinda tiba-tiba gak ingin di sentuh!" Adnan menatap mata Dinda yang kian meneduh.

"Mas," panggil Dinda sembari meraih lengan yang di pegang Nisa, sehingga wanita itu mengalah untuk melepas pegangannya. "Mungkin ini keinginan dia Mas," ucap Dinda lalu meletakan tangan Adnan di perut yang masih datar itu.

Adnan mengelus lembut perut Dinda dengan perasaan campur aduk, lalu mengangkat wajahnya.

"Dinda tahu semuanya?" tanya Adnan ragu-ragu.

Dinda mengangguk dengan santai. "Semua kenyataan itu lah yang membuat Dinda mati rasa Mas!" pungkasnya.

Tangan Adnan terlepas dari perut Dinda, lalu ia angkat dengan getaran yang tampak sangat jelas, sedetik kedua belah tangan itu menempel dengan lembut lalu mengatup wajah Dinda, Adnan menangis saat itu juga.

"Dinda_"

Lagi, Dinda menggapai tangan Adnan agar terlepas dari wajahnya. "Gak ada gunanya ditangisi Mas, semuanya sudah terjadi. Jika Mas meminta maaf, Dinda udah memaafkan Mas jauh hari, tapi Dinda bukan Allah yang bisa melupakan segalanya," titah Dinda.

"Din_"

"Maaf, dokter bilang Dinda gak boleh mikirin itu sekarang, Karena bayi ini harus sehat dan selamat, dia satu-satunya harapan Dinda Mas."

Adnan menatap mata Dinda nyalang.

"Karena jika dia pergi, kalian pasti akan menyakiti Dinda lagi," Adinda mengakhiri ucapannya dengan senyuman, hal itu membuat dada Adnan semakin sesak, dipukul kuat pun akan menjadi tambah sakit.

"Mas," panggil Dinda. "Regal udah menunggu dari tadi, bisa kita berangkat sekarang?" ajak Dinda ke arah suaminya, Adnan mengangguk kurang yakin, apakah ini benar keputusan yang baik.

"Mas."

Panggilan pelan dari Nisa yang baru saja Adnan lewati membuat lelaki itu menghentikan langkahnya. Darahnya berdesir kuat, Adnan tak melihat istri keduanya beberapa menit yang lalu.

"Apa Anisa boleh ikut?" pinta Nisa takut-takut.

Adnan mengangguk dengan cepat, tatapan dengan rasa bersalah tersorot jelas di sana. "Boleh Nisa," jawab Adnan dan langsung membuat garis bibir Nisa tertarik, ia tersenyum senang.

I K H L A S
•••

Pranadi terpaku dengan sangat hebat di ruang tamu rumah Sari dan Hamid, kepala nya ia topang kan di kepalan tangannya.

"Pranadi, sebaiknya kita tak perlu ikut campur urusan anak-anak kita! Dia bisa mengatasi semuanya dengan baik," jelas Hamid dengan lantang.

"Saat ini Dinda lagi hamil muda, jangan sampai cucu kita kenapa-kenapa hanya karena masalah ini," sambung Sari yang baru sampai dengan tangan memegang nampan berisikan teh panas.

Pranadi mengangkat wajahnya. "Kalian hanya peduli dengan cucu kalian. Bagaimana dengan putriku?" pertanyaan Pranadi membuat mereka membisu.

"Dua puluh satu tahun aku menjaganya, belum pernah aku mendengar putriku mengatakan dia terluka Hamid!" tekan Pranadi.

"Selama bertahun-tahun dia di lukai fisik bahkan mentalnya oleh orang di sana lantaran putriku mencintai lelaki yang beda agama dari kita. Wajah Dinda pernah memar akibat pukulan dari orang yang tidak bertanggung jawab. Apa kamu tahu jawaban Dinda saat aku mendesaknya?"

"Ayah, putri kuat Ayah tak akan lemah hanya karena pukulan kecil ini."

"Dia tersenyum mengatakan itu, putriku menutupi sakitnya dengan senyuman."

Pranadi memukul-mukul dadanya dengan brutal. "Kemarin aku mendengar Adinda meminta mati di setiap doanya. Hati bahkan tubuh putriku telah hancur Hamid," Pranadi terisak sangat sendu, begitu patah hati Pranadi ketika putri kuatnya telah melemah.

"Mas," panggil Rani, ia mengusap punggung suaminya yang tengah menunduk.

"Ini salah aku Mas, aku yang membuat putri mu sakit." pilu Rani. Pranadi mengusap lelehan yang membasahi pipinya.

"Kamu bilang Adnan mencintai Dinda dan ingin menikahi putri kita, tapi kenapa Dinda gak bahagia?"

"Setelah tiga tahun, kamu menyuruh Dinda untuk membujuk suaminya menikah lagi, aku tahu putriku, dia gak akan mengizinkan itu Rani! Apa kamu yang memaksanya?"

Keringat dingin memenuhi tubuh Rani, tangan yang ia letakkan di punggung Pranadi terlepas, terlebih lagi tatapan tajam dari suaminya membuat Rani menelan air ludahnya susah payah.

"Dan Anisa, Dinda gak akan mau membagi suaminya dengan wanita sesempurna Anisa Rani, meskipun mereka berdua bersahabat."

"Jelaskan sekarang! Apa yang kamu katakan kepada Dinda, apa yang kamu lakukan kepada putriku?" teriak Pranadi di sana, ia tak peduli lagi di mana ia sekarang, amarah yang kian Pranadi tahan, semakin meluap.

Rani menghempaskan napasnya dengan gusar, teriakan itu bergema cukup keras. Sepersekian menit, ia mulai membuka mulutnya untuk berbicara.

"Dia memang bukan putri kandungku, tapi aku menyayangi Dinda lebih dari diriku sendiri Mas! Aku gak mau Dinda bernasib sama sepertiku!"

"Dan aku yang salah, karena tak mempercayai kuasa Allah, putriku Dinda bukan wanita mandul!" Rani menangis, teriris hatinya saat ia berbicara, Adinda, anak dari sahabatnya Syilla, sudah ia jaga dari masih bayi, ketakutan dan kasih sayang berdebat di hatinya sehingga ia kalut.

"Aku takut, hal yang aku alami, juga dialami oleh Dinda."

"Tapi aku menerima kamu Rani, lelaki yang mencintai wanitanya, tak akan menjadikan kekurangan itu alasan untuk pergi!"

"Sekarang. Bagaimana nasib putriku?" Pranadi terisak lagi.

"Dia tak dicintai suaminya!"

"Dipoligami!"

"Dan bertentangan dengan sahabatnya sendiri!"

"Adinda, kapan putriku benar-benar bahagia?"

I K H L A S
•••

Haii kak.. Terima kasih sudah setia sama ikhlas..

Thanks vote dan komennya..

Bagaimana, next gak?

Continue Reading

You'll Also Like

469K 35.5K 41
"Gus, kita langsung bikin dedek bayi, kan?" Khadijah yang enggan melanjutkan pendidikannya memilih untuk menerima lamaran Gus Khairil. Khadijah yang...
1.5K 143 16
Colleb : MawarSalsabila8 〰️〰️〰️〰️ menceritakan tentang kehidupan di salah satu kampus terkenal yang berada di kota Bandung dengan dosen baru yang s...
5.8K 720 18
"Ayo nikah!" Itulah ajakan yang sering Zidan ucapkan pada Caca. Namun, yang diajak tidak pernah menanggapi hal tersebut, bahkan menganggap ajakan Zid...
ABIYAN By Zethaef

General Fiction

1.5K 281 10
Hiburan dapat☑️ In Syaa Allah ilmu juga dapat☑️ SPIN OFF CERITA PERTAMA HEHE & BRO. "Abi, nyebelinnya dikurangin lagi, ya!" pesan Yana kepada Abi. Ab...