Happy reading all!
🌺
Nara memasuki perusahaan Bara dengan Pak Yono sebagai penuntutnya. Pak Yono yang memang di tugaskan menjemput dan mengantar Nara menuju meja resepsionis hanya nurut saja, apa lagi ketika bosnya mengatakan istrinya jangan sampai lecet. Pak Yono harus mati-matian berhati-hati saat berkendara tadi.
Nara terus menunduk sepanjang perjalanan dengan sebuah paper bag di tangannya, ia malu di tatapi penasaran oleh para karyawan Moncofs corporation. Tidak ada yang salah 'kan dengan penampilannya?
"Sudah sampai nyonya, selanjutnya biar Mbak Desi yang mengantar," ucap Pak Yono sambil tersenyum ramah memandang Nara.
Masih muda gini, kenapa di panggil nyonya sih? Batin Nara menggerutu.
"Makasih Pak," Nara tersenyum sopan. Pak Yono segera pergi untuk melanjutkan pekerjaannya.
"Selamat siang Ibu, mari saya antar keruangan Pak Bara," Desi keluar dari meja resepsionisnya.
"Ah, siang juga Mbak. Makasih," ucap Nara sopan.
Mereka berdua berjalan memasuki lift, Desi memencet angka lima belas. Artinya letak ruangan Bara di lantai lima belas.
Desi tersenyum ramah kearah Nara yang juga di balas senyum tak kalah ramah. Tak ada perbincangan selama di dalam lift, itu karena Desi yang terlalu canggung dan tak berani, juga karena Nara yang memang tak bisa memulai obrolan duluan.
"Mari Bu," setelah keluar dari lift, Desi menuntun Nara menuju salah satu di antara dua ruangan di lantai tersebut.
"Ini ruangan Pak Bara Bu, kalau begitu saya permisi dulu." Pamit Desi dengan senyum sopannya.
Nara tersenyum, "makasih," ucapnya yang di angguki oleh Desi.
Setelah kepergian Desi, dengan takut-takut Nara mengetuk pintu. Begitu mendengar Bara menyuruhnya masuk, Nara baru berani masuk.
Bara masih sibuk berkutat dengan pekerjaannya tanpa sedikitpun memandang Nara. Nara gugup sendiri, ia membasahi bibirnya dengan lidah.
"Emm, Kak Bara," sapanya yang membuat Bara mendongak begitu mendengar sebuah suara lembut yang beberapa hari ini mengisi hari-harinya. Bara menatap Nara lekat.
Istri kecilnya ini memang merepotkan, batin Bara. Kalau sudah seperti ini bagaimana caranya menutupi kecantikan dan keimutan Nara dari dunia luar?
Ini outfitnya
Ini mukanya
Nara memang sengaja sedikit memoles wajahnya sebelum kesini, ia hanya tak ingin membuat Bara malu dengan penampilannya. Padahal mah mau di poles ataupun tidak Nara akan tetap terlihat cantik.
"Makan dulu Kak, kerjanya lanjut nanti aja," ucap Nara sambil berjalan menuju sofa yang tersedia di ruangan tersebut.
Nara mendudukkan diri, mengambil nasi dan juga lauk pauknya yang tadi sudah ia masukkan ke dalam rantang kecil. Nara meletakkan rantang tersebut di atas meja, membukanya satu-persatu dan menatanya.
Bara mendudukkan diri di sebelah Nara, ia menatap makanan yang nampak enak sekaligus membuatnya semakin lapar.
"Ini Kak," Nara memberikan sendok kepada Bara yang langsung di terima.
Bara menyantap makanannya dengan khidmat. Nara yang berada di sampingnya diam-diam memandangi Bara. Bara sudah tak Serapi tadi pagi, wanginya pun sudah bercampur keringat, tapi entah kenapa masih tetap terlihat tampan dan juga masih harum.
Nara yang memang tengah memperhatikan Bara, tiba-tiba harus salah fokus ketika melihat dagu Bara yang terkena sedikit minyak yang berasal dari rendang masakannya.
Nara mengambil tisu yang terletak di atas meja, mengulurkan tangannya ke dagu Bara untuk mengelap minyak tersebut.
Bara kaget dengan apa yang Nara lakukan, ia menatap Nara, sempat menahan nafas ketika menatap Nara yang tengah fokus dengan tangan di dagunya.
Nara yang sudah selesai dengan kegiatannya pun tersadar, cepat-cepat ia menarik tangannya dan mengalihkan pandangan ketika melihat Bara yang tengah menatapnya dengan tatapan tak terbaca.
"Ah, maaf Kak, itu tadi ada minyaknya di dagu Kakak," ucap Nara gugup.
"Makan lagi Kak," sambungnya lagi dengan menatap sekilas Bara.
Nara ini memang merepotkan, tidak tahukah akibat perbuatannya ada jantung yang tengah berdetak dengan gila-gilaan. telinga Bara memerah, mati-matian ia menahan senyumnya. Sepanjang Nara menjadi istrinya, baru kali ini Nara memulai duluan melakukan kontak fisik dengannya.
Bara mengalihkan tatapan dari Nara, ia melanjutkan makan dengan jantung berdebar-debar, apalagi dari tadi harum Nara terus tercium di Indra penciumannya. Memabukkan.
Bara sudah selesai dengan makanannya, ia sudah kenyang. Nara dengan telaten membereskan kembali bekas makan Bara, entah Bara memang lapar atau makanannya yang enak, semua yang ia bawa ludes, bahkan tadi ia membawakan banyak nasi dan lauk untuk Bara, dan itu semua habis.
Tak!
Sendok yang Bara gunakan jatuh karena tersenggol oleh tangannya, Nara dengan sabar mengambil, namun ia tak menyangka Bara juga mengambilnya.
Duk!
Kepala mereka saling menghantam, meski tak terlalu kuat tapi tetap saja Nara merasakan sakit.
"Aduh," ringis Nara sambil memegangi keningnya yang terkena kepala Bara.
"Eh, maaf. Sakit?" Tanya Bara sambil mengelus kening Nara.
Nara mendongak menatap Bara, ia merasakan tangan besar Bara menyapu keningnya. "Lumayan," jawab Nara.
"Maaf," ucap Bara sekali lagi, tangan besarnya terus mengelus kening Nara. Hingga ia rasa sudah cukup, Bara menurunkan pandangannya pada mata Nara yang bulat.
Mata itu memandangnya dengan polos, dan Bara kembali terpesona di buatnya. Dari jarak sedekat ini, Bara bisa melihat dengan jelas bola mata coklat Nara yang cerah. Pandangannya kembali turun pada hidung Nara yang tak terlalu mancung tapi juga tidak pesek, sangat pas dengan wajah bulat Nara.
Dan terakhir, pandangannya jatuh pada bibir Nara yang berwarna pink cerah, Bara meneguk Saliva nya. Dan---
_
_
_
_
Laskar---skretaris sekaligus asisten dan juga sahabat Bara berjalan mendekati Desi setelah usai makan siang.
"Pak Bara ada di ruangannya?" Tanya Laskar.
"Ada Pak, kebetulan ada istrinya juga," jawab Desi dengan senyum ramah.
"Terimakasih."
Laskar berjalan menuju lift, menekan angka lima belas hingga lift terbuka dan menghantarkannya pada lantai yang berisikan dua ruangan saja. Ruangannya dan Bara.
Laskar menuju ruangannya yang berada tepat di hadapan ruangan Bara. Ia masuk ke dalam ruangannya, mengambil sebuah dokumen yang tadi di minta Bara.
Laskar melangkah dengan santai menuju ruangan yang ada di hadapannya, ia membuka pintunya tanpa mengetuk. Sudah kebiasaan, tak pernah tobat meski sudah di peringatkan Bara berulang kali.
Dan ... Kali ini dia menyesal, sangat menyesali ketidak sopanan nya. Laskar menganga melihat pasangan suami istri itu yang tengah di mabuk asmara. Bisa-bisanya mereka berciuman di kantor, dengan posisi seintim itu hingga tak sadar akan kehadirannya. Dasar pasangan mesum!
Bara gila! Maki Laskar berapi-api. Jiwa jomblonya meronta, nelangsa sekali dimana-mana hanya bisa melihat keromantisan orang.
Nara yang tak sengaja melihat ada seseorang di dekat pintu, segera mendorong Bara dari atas tubuhnya dengan sekuat tenaga.
Bara memandangnya tajam dengan nafas memburu, masih belum sadar jika ada Laskar di ruangannya.
"A-ada o-orang, Kak," ucap Nara terbata dengan pipi yang sudah Semerah tomat. Masih sambil mengambil nafas sebanyak-banyaknya.
Malu sekali, ia malu pada Bara dan pada apa yang di lakukan Bara tadi. Dan yang lebih membuatnya malu adalah ada orang yang melihatnya dan Bara tengah berciuman. Ralat, Bara yang menciumnya, Nara tak tau apa-apa, ia hanya diam dan tak berani menolak.
Bara menoleh kerah pintu, mata tajamnya menatap Laskar yang masih berdiri dengan cengo di depan sana. Mungkin sedang syok, pasalnya Laskar tak pernah melihat Bara yang seperti ini. Bara yang ia kenal adalah Bara yang anti di dekati perempuan, dan Kini, ia melihat Bara mencium perempuan. Bagaimana tidak syok?
Cepat-cepat Bara turun dari atas Nara, ia membantu membangunkan Nara yang juga masih syok. Nara membenarkan pakaiannya dan juga rambutnya, begitu pula Bara.
"Ada apa?" Tanya Bara mencoba menebalkan muka dari rasa malunya karena tertangkap basah berbuat mesum di kantor. Meski Nara istrinya, tetap saja ini adalah kantor, tempat bekerja bukan untuk bermesraan. Tapi ya mau bagaimana lagi, Bara tak bisa menahan, dan untung entah buntung, Laskar datang menghentikan aksinya.
Laskar tergagap, "itu, anu---gue--eh, maksudnya saya mau mengantar dokumen ini, Pak," Laskar berjalan mendekati Bara, memberikan dokumen yang hampir saja jatuh tadi itu.
"Ya, terimakasih. Silahkan keluar." Ucap Bara tak berani memandang Laskar.
Tamat sudah riwayatnya, Laskar pasti akan menggodanya sampai mulutnya berbusa.
"Hay Nara," sapa Laskar menyempatkan diri. Ia sudah kenal dengan Nara, dan Narapun begitu.
Nara hanya mampu tersenyum canggung dengan wajah tertunduk, malu sekali. Tolong siapapun yang punya pintu kemana saja milik Doraemon tolong pinjamkan kepadanya. Nara mau menghilang saja sekarang.
"Saya permisi Pak, lanjut di rumah saja kegiatannya tadi. Takutnya akan ada mata lain yang ternodai." Laskar sengaja menggoda kedua pasangan suami istri tersebut.
Bara terbatuk-batuk, sementara Nara makin tertunduk malu hingga rambutnya menutupi wajah. Sementara Laskar, cowok itu sudah lari ngibrit sambil cekikikan.
"Si Bara kalau udah Nemu pawangnya, bisa ganas juga ya? Agresif banget lagi," ucap Laskar cekikikan sambil memasuki ruang kerjanya.
Laskar mendudukkan diri di kursi kerjanya, mengambil ponsel dari saku jasnya dan mencari sesuatu yang akan menguntungkannya.
Laskar membuka galeri, di galeri ponselnya, terdapat foto Bara dan Nara yang tengah berciuman. Laskar cekikikan, ia akan memanfaatkan foto ini untuk memperdaya Bara. Untung tadi otaknya sempat berguna di saat keadaan genting. Jika tidak, Laskar hanya akan mendapat kerugian karena menonton adegan 18 Bara dan Nara.
Laskar menyandarkan punggung ke sandaran kursi, "haahhh ... Motor baru, i'm coming!!!" Serunya riang.
Sementara di tempat berbeda di lantai yang sama, kedua pasangan suami istri itu kini tengah di Landa kecanggungan.
"Sa-saya lanjut kerja lagi, kamu tunggu disini saja," ucap Bara gugup dengan seluruh telinga yang sudah memerah padam.
"I-iya," jawab Nara tak berani mendongak.
Bara berjalan menuju meja kerjanya dengan jantung berdebar-debar kencang, Nara tak marah 'kan ia melakukan itu. Bara rasa tidak, Nara sepertinya hanya tengah malu.
Jujur Bara grogi sekali, apa yang tadi ia lakukan pada Nara adalah hal yang pertama kali ia lakukan. Semoga saja tadi itu tidak terasa buruk dan kaku.
Lagi-lagi jantung Bara berdebar kencang mengingat apa yang ia lakukan. bara memegang bibirnya, rasanya tidak mau hilang. Bagaimana Bara bisa fokus bekerja jika begini.
Sementara Nara, ia berulang kali mengatur nafasnya, menormalkan debaran jantungnya yang menggila. Nara memandang Bara sebentar yang tengah mendudukkan diri di kursi. Dan sialnya, Bara juga melihat kerahnya. Kembali canggung, Nara dengan cepat mengambil ponsel di tasnya dan memainkannya secara asal. Sungguh memalukan, batin kedunya berteriak.
TBC
Jangan lupa tinggalkan jejak!