🦋 PM 🦋
"Iya kita pacaran, Tuan!"
Seperti terhantam batu raksasa, hati Vincen remuk berkeping-keping. Yang ia takutkan, sudah terjadi. Ia kalah, sudah kalah. Dan memang seharusnya kalah, ia tidak mungkin menentang Tuhan, bukan?
Lain halnya dengan Reyhand, cowok itu malah tersenyum smirk. Ia seperti merasa menang, dengan penuturan serta pengakuan yang Syifa buat.
Betapa beruntungnya dirinya. Bisa mendapatkan sosok yang seperti, Syifa. Stoknya langka, sedikit lagi tandas alias habis.
"APA!!!"
Yang seharusnya kaget, serta teriak. Vincen bukan? Lalu, kenapa malah Debo? Manusia satu itu, benar-benar ih.
"Nggak percaya gue, Cipa! Bukannya lo jalannya sama Desta, kenapa jadian sama Reyhand?" tanya Debo, heboh sendiri. "Waduh, Desta korban ghosting." Sindir Debo.
"Mengsedih ini mah," tambah Rafa.
"Tetew tettetetew, tetetetetew!"
"Asik, ada yang bakal galon. Uhuy." Ledek Rafa. "Kita hitung berapa jangka waktu si Desta move on."
Semakin mendengar penuturan yang berlogo ejekan, membuat Syifa semakin tidak enak hati. Apa ia sudah benar, mengatakan yang sejujurnya kepada seluruh sahabat Reyhand?
Atau malah seharusnya, ia bicara berdua dengan Vincen? Ah tidak-tidak, memang ia dan Vincen ada hubungan apa?
Namun yang lebih mengejutkan lagi, ucapan yang di lontarkan Vincen. Membuat Syifa seakan melega. "Selamat, bro!" Vincen berjalan mendekati Reyhand, dan menepuk pundak sang empu.
Reyhand yang melihat tindakan sahabatnya yang satu itu pun, terheran-heran. Begitupun dengan yang lainnya. Bagaimana bisa? Seorang Vincen, sesantai ini? Setelah mengetahui fakta yang mengejutkan serta menyakitkan itu.
"Kalo lo semua berpikir gue bakal sakit hati? Oh no! Kalian salah besar," tuturnya. "Ya mana mungkin gue bakal sakit hati, sedangkan sahabat gue lagi senang hati. Ya nggak, Rey?" sambungnya.
Reyhand menganggukkan kepalanya ragu.
"Prok prok prok!" Tepukan tangan terdengar, untuk Vincen yang di dapat dari Michael. "Bangga gue, punya sahabat kayak lo! Nggak lemah soal cinta."
Debo menggigit kelima jarinya. Ia merasa malu, karena sudah berbicara yang tidak-tidak tadi dengan Vincen.
"Halah acting itu, dia mah." Ejek Rafa.
"Cinta terlarang, gue bikin acting?" tanya Vincen. "Maap-maap aja nih, gue nggak mau nentang Tuhan."
Sekarang Syifa paham, mengapa sifat dan sikap Vincen berubah menjadi bijak seperti ini. Ya karena, faktor agama serta keyakinan yang ia anut juga Vincen.
"Tuan ... makasih." Syifa menampilkan senyuman terbaiknya.
Dan seperti biasa, ada hambatan dari Reyhand. Kali ini, Reyhand berulah menarik wajah Syifa agar menghadap ke arahnya. Syifa nya hanya boleh tersenyum dengannya. Lagi saat-saat seperti ini saja, masih sempat-sempatnya possessive.
"Haha ... iya santai, Cip. Gue juga udah mikirin ini mateng-mateng sih, maafin gue, ya. Kalo selama kita kenal gue ngebuat lo risih?"
"Enggak Tuan, nggak." Syifa menggelengkan kepalanya." Harusnya saya yang minta maaf, karena nggak bisa ngebales perasaan Tuan."
"Bagus dong nggak di bales, nanti kalo di bales. Makin susah gue, buat ngelepasin lo."
🦋🦋🦋
"Gimana, ya? Kayaknya mantap juga tuh ide ku," seorang wanita sedang bermonolog sendiri, memikirkan nasib seseorang. "Dia cantik kok, mana mungkin anak itu nggak suka."
Memang terlihat ambisius, namun tetap cool. "Anak dan menantuku juga pasti setuju," tuturnya. "Iya, aku berarti hanya tinggal atur tanggal."
Manusia, memang terkadang ingin menang sendiri. Tanpa memikirkan orang lain. Mereka terlihat egois, ketika sesuatu yang ingin ia dapati tidak tercapai. Ia harus berusaha keras, dan terkadang dengan cara yang kurang etis.
🦋🦋🦋
Hari sudah mulai malam, Syifa sudah kembali ke mansion milik Maliki. Ia tidak harus setiap hari ke rumah sakit, untuk menemui Tuan mudanya. Eh ralat, kekasihnya.
Terkadang Syifa senyum-senyum sendiri, memikirkan statusnya yang kini sudah berubah. Bukan dia ingin sombong, tapi memang merasa senang tidak di izin, 'kan?
Tapi ia juga merasa sedih, beberapa hari berikutnya ia tidak akan bertemu dengan Reyhand. Karena, mungkin hari-hari berikutnya ia tidak akan menemui Reyhand ke rumah sakit.
Karena Mayva, sudah bebas dari tugas-tugas yang ada di perusahaannya. "Terima kasih ya, Fa?" tutur Mayva. "Kamu udah mau menemani anak saya di rumah sakit, gimana dia rewel nggak?"
Syifa menggelengkan kepalanya. "Enggak kok, Nyonya. Alhamdulillah Tuan nurut, mau di bilangin."
"Alhamdulillah, yaudah nanti gaji kamu saya tambahin, ya. Tapi jangan bilang yang lain."
"Nggak usah, Nyonya. Nggak papa gajinya seperti biasanya aja."
"Eh udah nggak papa, nanti saya bilang sama suami saya. Lagian juga, kamu kemarin nggak melakukan pekerjaan apapun."
"Justru itu, Nyonya. Saya nggak enak, sayakan nggak kerja, tapi masa saya di gaji Nyonya."
"Lho nggak papa, menurut saya pekerjaan ter-repot yaitu ngejaga Rey di rumah sakit."
Syifa dan Mayva sama-sama terkekeh. Memang, sebenarnya Reyhand itu tipe anak yang sangat manja. Buktinya, kemarin, bukan? Tapi itulah Mayva, selalu sabar. Dan Syifa juga, harus.
🦋🦋🦋
Reyhand ini memang paling tidak bisa, jika harus berjauhan dengan, Syifa. Baru di tinggal beberapa jam saja, ia sudah misah-misuh, sudah uring-uringan.
Bagaimana ditinggal terlalu lama? Ia merasa bahagia, bisa menggantungkan dirinya selain kepada Tuhan, yaitu kepada Syifa.
Seperti sekarang ini, ia sedang memperhatikan foto wanita cantik yang sudah berhasil menjadi kekasihnya, Syifa. "Kamu kenapa sih harus pulang, Fa!"
Lihat? Lihat bagaimana sikapnya? Seperti anak kecil sekali, baru ditinggal beberapa jam sudah seperti ini. "Saya kangen, Ifa. Shit! Kenapa saya nggak bisa ngendaliin rasa ini sih?!" Dia kesal bukan karena ia rindu dengan Syifa, dia kesal karena tidak bisa mengontrol rasa rindunya kepada Syifa.
Ia hanya takut, hal-hal buruk akan menimpa dirinya, yang di buat oleh dirinya sendiri. Reyhand memang sering kelewatan batas menyakiti dirinya sendiri, jika ada sesuatu yang membuatnya marah.
Ceklek!
Tiba-tiba, ada seseorang yang membuka knop pintu. Reyhand sudah merasa sangat senang, ia pikir itu adalah Syifa kekasihnya. Namun, saat sosok itu menampilkan wujudnya, senyum yang terpatri di bibir Reyhand. Mengendur, ia salah kira.
Yang masuk, justru sang Bunda. Mayva, iya malam ini dan hari-hari selanjutnya dia lah yang akan menemani anak tunggalnya ini, di sini. "Assalamualaikum, nak?"
"Wa'alaikumsalaam."
"Hai, anak bunda." Mayva berjalan ke arah, Reyhand. "Gimana seneng nggak nak, bunda yang datang?"
Reyhand tersenyum tulus, ia jujur sangat senang bisa di temani oleh bundanya. Ya, meskipun bukan Syifa. Tapi, ia merasa bahagia bisa di temani oleh wanita yang pertama kali ia cinta.
"Bunda, sama siapa?"
"Sendirian, bunda bawa mobil nak."
"Ayah? ... nggak ikut, bun?"
Mayva terdiam sejenak, sejurus kemudian ia menjawab. "Mungkin nanti ayah nyusul, nak."
Reyhand memanggut-manggutkan kepalanya tanda mengerti.
"Tadi kamu nggak rewelkan, sama Syifa?"
Reyhand langsung memfokuskan pandangannya ke arah, Mayva. "Hmm, nggak dong bunda."
"Pinter, gitu dong nak. Tapi kok bisa, ya? Kamu nggak rewel? Biasanya, rewel ah."
"Bun, liat dong sekarang Rey udah umur berapa?"
"Hahaha ... iya sayang, Bunda bercanda," kekeh Mayva. "Kalo di liat-liat, Syifa cantik juga, ya, Rey?"
× × ×
Guys, aku lagi badmood banget, belakangan ini, views menurun, vote jug, coment apa lagi. Plizz ayo dong keluarin komenan2 kalian. Terserah mau dalam bentuk apa kek, yang penting bisa ngembaliin mood aku :(.
Kalo perlu aku bikin, Q N A ya untuk kalian. Aku bener-bener lagi butuh moodboster bgt 😖.
Yaudah lah iya, semoga kalian paham 🙏.
Jangan lupa
Vote
Coment
And follow akun aku elija05_
Thx uuu 🦋💕