Stone Of Prime (Versi 0.2)

By AryaVegter

1.3K 464 754

Jacob Hayden adalah salah seorang prajurit Raven yang bertugas melindungi kerajaan Grimmire dari ancaman Balt... More

Prakata.
Prolog.
Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 21
Bab 22
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Bab 26
Bab 27
Bab 28
Bab 30
Epilog.

Bab 29

15 7 6
By AryaVegter

"Sama denganmu! Aku memiliki dendam. Demi hidup yang selama ini telah kulalui! Dan dengan ini-" Lalu ucapannya dijeda, dan ia maju menerjang dengan belati merahnya sekuat tenaga. "Aku tidak akan menyia-nyiakannya!" lanjutnya berteriak lantang.

Dia sudah gila, batin Jacob melihat pada gerakannya seperti dipaksakan. Ucapannya seperti melantur tidak jelas, atau dirinya yang memang tidak mengerti. Tetapi, terjangan serangan itu mengancam nyawa, Jacob tak kan melewatkannya, ia sigap berkelebat menangkis dengan kuat. Ketika belatinya terpental, dengan segera Jacob menikamnya brutal, tepat di jantung, membuat matanya langsung terbelalak.

Ia menatap musuh tua itu tepat di hadapannya. Iris mata birunya padam dari sinar yang tadi menyala-nyala. Lalu ia berkata dengan suara dalam, "Aku tidak sama denganmu." Dengan sedikit bergetar, dari amarah yang tersisa.

Waktu dulu, sedari kematian Ayahnya, ia bersumpah akan membalikkan kekejian pembunuhan itu pada pemimpin musuh. Di saat menyaksikan Irene, ia bersumpah akan menghancurkan Balthazar, membakarnya sampai mati. Dan ketika kematian empat sahabatnya, ia mulai agak tenang di luar, akibat perasaannya perlahan seperti mati. Namun dalam hati, ia bersumpah akan memenggal kepala Si Tua itu dengan tangan dan pedangnya.

Tetapi, malam ini, ia hanya menikamnya tajam dengan cara yang lebih tenang. Mengetahui musuhnya yang hidup dengan dendam, mengacaukan bahkan memecahkan pertempuran, seketika pikirannya terbuka, secepat kilat bersama musuh yang langsung menerjang.

Aku tidak sama. bisik hati kecilnya. Ia tidak suka mengambil jalan yang sama dengan sang Musuh. Dengan menggenggam erat belati Phillips di tangannya, Jacob merasakan belati itu seperti mendukung tangannya mengayun. Dengan mudah, ia menangkis senjata lawan, hingga terpental. Lalu, mata belati itu seolah menuntun tujuannya, hingga ia berhasil menikam jantung musuh dengan mulus, tepat pada sasaran.

Darah pekat merembas, lalu mengalir ke bilah belati, menutupi pendarnya. Setelah dirasa Balthazar akan sekarat, Jacob mencabut belatinya kasar. Seketika, ia pun ambruk, lalu tubuhnya berkedut sedikit, meregang nyawa. Hingga akhirnya ia tewas di dekat kaki Jacob.

Belati birunya mengacung ke tanah, bekas darah yang menempel menetes deras. Sementara ia menatap jasad Balthazar dengan tatapan dingin. Ia tidak merayakan kemenangan itu, justru wajahnya kaku tanpa ekspresi. Gaung auman sang Naga menyadarkannya, yang berdiri di tengah-tengah kecamuk pertempuran. Gemuruh kobaran api dari semburan sang Naga, diiringi erangan sekarat, membuat matanya terbuka lebih lebar. Seolah selama bertarung dengan Balthazar ia terlupa situasi sekitarnya yang semakin sengit, kericuhan medan pertempuran semakin jelas di telinganya.

Tatkala ia menyisir pemandangan kacau itu ke berbagai penjuru, tiba-tiba semburan api itu berjalan lurus di depan, sang Naga terbang ke arahnya. Dirinya pun geram, ia segera menciptakan perisai melengkung dan tinggi.

Sementara itu di sisi lain, Warren sendiri sibuk menghadapi duel sengit. Ia berhadapan dengan tangan kanan Balthazar, dan menjadi lawan yang cukup berat. Tiba-tiba, di tengah sengitnya gempuran serangan sabit lawan, ia diseru oleh Brody yang berpacu ke arahnya. Brody serta merta datang dengan serangan api, dari belakang ia berhasil menyungkurkan Galahar. Maka dengan cepat, Warren menghujam pedangnya ke leher musuh itu, lalu menebasnya ke samping, hingga jatuh terpenggal.

"What?!" serunya lantang pada Brody. Badan kokohnya agak terhuyung ke belakang, seperti hilang keseimbangan. Lalu ia menghentakkan kaki, dan berpijak dengan kuat.

Brody berkata, "Sang Naga itu sudah datang, Warren."

"Aku tidak buta."

"Kita harus segera meninggalkan tempat ini."

"Maka segera lah!" sahut Warren dengan cepat. Ia menunggangi kudanya. "Apakah kau melihat si Balthazar? Aku kehilangan pengawasanku atasnya."

Belum sempat Brody menyahut, ia menambahkan, "Dan di mana pemuda Hayden itu?!"

Brody baru teringat pada pemuda yang dispesialkan oleh Phillips, namun ia memang tidak melihatnya sejak tadi. "Aku tidak tahu pasti." tegasnya sambil berpacu mengikuti Warren. "Tapi aku merasa dia masih hidup."

Medan pertempuran semakin berkecamuk, Warren berkuda menghampiri pasukannya satu persatu, sambil menebaskan pedangnya atas musuh yang dilewati. Ia menitah prajuritnya untuk keluar ke hutan tandus. Sang Naga sepertinya terlalu fokus di atas kota mati, ia terbang berputar-putar di atasnya, karena tahu musuhnya berada di sana. Akan menjadi sebuah kesempatan untuk menyelamatkan diri, menghindar ke hutan tandus. "Selamatkan nyawa kalian! Itu lebih penting daripada sia-sia dibunuhnya! Makhluk itu adalah binatang buas. Membantai pun ia tak punya alasan, selain nalurinya!"

Barisan pasukannya sudah terpisah-pisah, mereka mengejar musuh ke berbagai arah. Ketika Warren belum mencapai seluruh pasukannya, gemuruh terdengar mendekat, semburan api itu menuju tempatnya, kini sang Naga terbang ke arahnya. Melihatnya datang, ia mengomando dengan lantang, "Perisai!" Serta merta, dinding-dinding api biru naik lebih tinggi dari tangan-tangan para prajurit di sekitarnya. Lalu, perisai-perisai itu menyatu, melengkung, dan menjadi satu perisai besar, yang melindungi mereka bersamaan.

Kobarannya menghantam lebih keras daripada air terjun yang tertinggi sekalipun. Diiringi panas yang menggempur dahsyat, terkena percikannya sedikit saja akan sangat menderita. Jika saja mereka tak bersama, niscaya perisai itu mungkin tak kan kuat bertahan selama itu.

Setelah terbang melewati mereka, debam keras menghantam tanah dari arah belakang, hingga seolah-olah tanah dibuatnya bergetar. Naga itu mendarat tak jauh dari mereka, ia menyemburkan kobaran api, berputar, hingga kembali menghadap mereka. Saat itu juga ia mengaum keras, seolah gigi-gigi runcingnya ikut berderik, atau sisik-sisik runcing yang merata di lehernya yang panjang, dan sekujur punggung, membuat suara aneh yang menambah kengerian aumannya. Sesaat, Warren dan seluruh pasukan di sekitarnya terpaku, menatap dengan ngeri. Seperti tak percaya, makhluk itu berdiri menjulang di depan mereka.

Tetapi sesuatu agak aneh, Naga itu tidak serta merta langsung menyemburkan serangan. Ia menundukkan moncongnya dengan menjulurkan lehernya yang panjang, merendah. Bola matanya melirik tajam, menatap dengan ngeri. Sementara Warren geram, ia dan pasukannya berlindung hanya dengan selapis perisai, yang memang seperti tak ada apa-apanya di depan sang Naga, namun cukup kuat telah melindungi mereka dari semburan api ganasnya.

Tatkala semakin depat, hingga tepat di depan dinding perisai api biru, ia seperti mencob melihat ke dalam. Kala tatapnya menemukan mata-mata makhluk kecil yang menatapnya ngeri, serta merta ia kembali mengaum keras. Suaranya ngeri, melengking di telinga saking dekatnya. Tiba-tiba, sebuah serangan api biru menghantamnya dari samping, seperti kepal besar yang meninju moncongnya hinga terpaling kasar.

"Mathius!" Suara lantang itu menyusul. Lantas seekor gagak besar terbang ke moncongnya, menghantam dengan bertubi-tubi. Dari atas, dihantamnya ke bawah, lalu dari kanan dihantam keras hingga terpaling kasar ke kiri, dan sebaliknya. Sang Naga pun marah, ia mengaum lagi beberapa kali, disertai debam kakinya yang menghentak tanah, dan perlahan mundur.

Jacob berdiri di sana, memegang sigil biru yang cukup besar, ditopang dengan seluruh kekuatan. Ia yang mengendalikan keseimbangan sang Gagak api dalam menyerang. Melihatnya, Warren merasa lebih lega, bahwa ia masih hidup. Sebab, Phillips berpesan, "Jika Balthazar berhasil membebaskan sang Naga, janganlah takut. Kau memiliki harapan pada tangan pemuda itu." tutur Phillips di istana, sebelum keberangkatannya. Sesaat yang lalu, Jacob berhasil bertahan dari semburan sang Naga, seorang diri, berkat sang Gagak yang menyertainya.

Tatkala sang Naga telah mundur cukup jauh, dinding perisai pun diturunkan, dan Jacob berjalan ke mereka. Belum sampai ia menyatu bersama mereka, tiba-tiba sang Naga menyemburkan kobaran api. Lantas, Jacob sigap mendirikan dinding perisai seorang diri, sebab refleknya, namun perisai itu lebih tinggi dan lebih kokoh daripada yang diciptakan pasukan bersama-sama. Dengan kuda-kuda yang kuat, Jacob mengerahkan seluruh kekuatan fisiknya, menopang sigil perisai, dan menahan semburan sang Naga. Semua orang terkesan, tetapi mereka sudah tau kekuatan spesial itu.

Setelah semburannya berhenti, Jacob menurunkan perisai, dan langsung melepaskan seekor gagak api ke arah moncong sang Naga. Ketika tiba di dekat tanduknya, gagak api itu meledakkan diri dengan dahsyat, sebagai serangan balik dari Jacob. Serangannya membuat sang Naga kelabakan memontang-manting moncongnya, mengaum seperti erangan kesakitan. Para pasukan pun puas menyaksikan itu.

Namun tiba-tiba, ia mengaum keras dengan suara ngeri yang berbeda. Lebih serak, seperti dikeluarkan dari tenggorokan, mendongak ke atas mengaum sekeras-kerasnya, seperti menggema di langit. Seluruh pasukan pun mendadak tegang lagi, lebih tegang dari sebelumnya, sebab sang Naga mulai mengamuk.

Kaki depannya menyapu daratan dengan brutal. Jemari pendeknya yang bercakar tajam menghamburkan batuan reruntuhan ke sembarang arah, dan ekornya menyabet ke kanan dan kiri, menghantam-hantam ke tanah, mengamuk tak karuan. Kekacauan yang disebabkannya, sedikit menggetarkan rasa takut.

Jacob sedikit berpikir dalam kegentingan itu, bagaimana tiba-tiba ia mengamuk dengan ganas? Sesuatu pasti terjadi, benaknya. Lalu ia terlintas ucapan Balthazar tentang jiwa, tetapi ia tidak terlalu mengerti. Kini ia mencari sebuah jalan keluar, untuk menyegel kembali sang Naga, sebelum ia pergi keluar pegunungan.

Jacob tiba-tiba berseru, "Warren, Sir! Aku butuh formasi ganda Raven, untuk mengikatnya!"

"Apa yang kau rencanakan? Menerjang ke depan?!" sahut Brody cepat. Ia nampak lebih tegang daripada yang lain. Tujuan sebelumnya, ia ingin keluar ke hutan tandus untuk menghindari sang Naga, kini ia malah terjebak dihadapkan dengannya. 'Sial.' pasti kutuknya.

Warren pun menjawab, "Jika itu caranya, aku akan mendukungmu!" tegasnya mantap. Ia melaksanakan pesan pemimpin Phillips.

"Apa, Warren?" Brody masih tak paham, ia merupakan ketua yang mampu memimpin formasi, tapi saking tegangnya ia lupa.

"Formasi ganda, Brody! Kalian, ikutlah bersama Brody ke arah utara! Kita akan mengepungnya." titahnya pada separuh pasukan yang terkumpul. Lalu ia menunjuk pada Brody, "Pimpinlah, mereka. Aku mengandalkanmu, Brody!"

Saat itu pula tegangnya mereda, ia akhirnya paham taktik yang direncanakan, lalu lompat menunggangi kudanya. Dengan tanpa gentar lagi, ia segera berpacu paling depan, "C'mon!" serunya memimpin pasukan yang bersamanya.

Pasukan berbaris dengan jarak yang cukup renggang. Tanpa perisai mereka menghadap langsung pada sang Naga yang sedang mengamuk. Warren telah berdiri tegap, paling tengah dari barisan, dan siaga dengan kuda-kuda yang mantap. Ia memimpin serangan pengekangan, mengucapkan mantra klan Raven dengan lantang. "Mathius!"

Dari sigil lingkaran mantra yang ditopang kedua tangannya, meluncur lah rantai api besar, menerjang ke depan dengan cepat. Serentak, seruan kata yang sama mengiringi, belasan prajurit Raven mengikuti serangan Warren, lantas hujan rantai api biru menghujam sang Naga bertubi-tubi. Beberapa terpental tertangkis amukannya, namun lebih banyak yang berhasil melilitnya dengan erat. Akhirnya ia terikat, amukannya terhenti.

Namun tiba-tiba, moncongnya yang masih bebas, menganga. Sang Naga itu menghadap ke arah mereka. Mata besarnya menyorot tajam, tatapan predator yang marah dan kelaparan. Tenggorokannya menyala, terlihat kobaran api siap disemburkan. Sesaat para prajurit yang menahan rantai api, bimbang. Mereka tak bisa menciptakan perisai sementara kedua tangannya penuh. Lantas, bagian Jacob, ia berjalan ke depan, lalu menciptakan dinding perisai yang tembus dari rantai-rantai itu. Saat sang Naga menyemburkan kobaran apinya, pasukan pun tak lagi ragu. Jacob melindungi mereka.

Tak lama, rantai-rantai api yang lain menyusul dari belakang sang Naga. Rupanya Brody dan pasukannya telah sampai di sana. Sang Naga pun menggeliat lebih keras, ia hampir membuat seluruh pemegang rantai tertarik maju, namun dengan seluruh kekuatan, bersama-sama mereka berhasil bertahan.

Jacob tak menurunkan perisainya, karena sesekali sang Naga itu menyembur saat ia melawan, memontang-manting ke berbagai arah, menyerang tanpa arah. Detik demi detik, mereka terus berjuang sekuat tenaga agar sang Naga tak sampai lepas. Warren menatap bingung pada Jacob yang selangkah di depannya, menahan dinding perisai.

"Ada apa?!" serunya pada Jacob, suaranya berusaha bersaing dengan erangan sang Naga dan gemuruhnya yang mengamuk. Ia penasaran kenapa pemuda itu belum juga mengatakan langkah selanjutnya, sementara para pasukan terlihat mulai kewalahan.

"I don't know what to do, Sir." sahut Jacob agak lirih, namun Warren dapat mendengarnya dengan jelas. Ia pun tak terkejut, sebab, bagaimanapun dalam posisi pemuda itu, meski memiliki kekuatan lebih besar, namun ketegangan menghadapi makhluk raksasa seperti sang Naga dapat membuat kebuntuan jalan untuk berpikir.

Warren menyahut, "I know!" Lantas Jacob pun menoleh ke belakang menatapnya.

Lalu Warren mengomando. Ia menunjuk Jacob terlebih dahulu. Sembari berfokus kembali pada perisainya, Jacob dititah, "Bisakah kau menggunakan sigil transportasi?"

Jacob pernah mempelajarinya dari Peter. Meski baru tahap menciptakan ilusi, dan memindahkan ke suatu tempat yang lain, namun langkahnya tidak jauh berbeda. Jacob menjawab dengan tegas, "Ya!"

"Aku ingin kau menciptakan sigil itu seukuran dengan sang Naga." Jacob membayangkannya, betapa butuh konsentrasi yang besar, namun ia percaya diri dengan kekuatannya, dan sedikit berharap pada sang Gagak api.

"Ke mana aku harus menujukannya?"

Warren menjawab, "Goa terlarang. Kita akan mengembalikan ke tempatnya semula!"

Jacob pun paham, ia segera mengeksekusi titah itu. Kedua tangannya menurunkan perisai, para pasukan pun siaga terhadap semburan sang Naga. Dengan cepat, Jacob menyayat kedua telapak tangannya, saat darah mengucur, ia mengacungkannya ke depan. Warren sempat terkejut, Jacob melakukan itu untuk memanggil kekuatan sang Gagak dalam dirinya untuk mendukung.

Sebuah lingkaran mantra tercipta di bawah kaki sang Naga. Sigil itu berpendar biru, mulai melebar, dan terus melebar. Sang Naga pun mengaum ke langit, seketika itulah, Warren memegang pundak Jacob, sesaat sebelum ia berucap, "Mathius!"

Kobaran api meledak ke atas, sumbernya dari setiap garis ukiran sigil dari bawah, membakar sang Naga dengan dahsyat. Rantai-rantai pun mencuat dilepaskan. Tak lama kemudian, medan perang di sekitar seperti dihapus, berganti dengan tempat yang tak jauh dari sana. Pojok lereng pegunungan, dan Naga itu dijatuhkan, berdebam menghantam tepat di atas bekas mulut goa yang telah dihancurkannya sendiri.

Warren beserta Jacob berpindah bersama, sementara para prajurit lain menyusul dengan sigil transportasi masing-masing. Mereka semua adalah tim elit, tak ragu lagi jika mereka bisa melakukan itu. Fenomena kedatangan mereka memukau Jacob yang berkonsentrasi menahan sigilnya, hanya saja, mereka tak mampu meniptakan yang lebih besar, sebesar milik Jacob, karena menguras tenaga yang sangat besar.

Naga itu berusaha menggeliat, mengaum keras, namun kekuatan Jacob mengekangnya lebih erat. Ia terjebak di mulut goa, sementara di bawahnya adalah lubang yang mengarah ke dalam tanah. Warren pun mengomando, agar menghujani serangan dari atas.

Tanpa Jacob melepaskan sigil kekangnya, akhirnya sang Naga berhasil dipukul masuk ke dalam lubang, lalu Jacob dengan cepat menutupnya. Menciptakan sigil yang lebih besar dari lubang mulut goa, lalu menguncinya rata dengan tanah, terakhir, kobaran api biru meratakan permukaannya. Mereka tak tahu apa yang terjadi di dalam sana, tetapi itu adalah cara yang terbaik menyegelnya kembali.

Jacob maju, ia menciptakan seekor gagak api di tengah-tengah permukaan mulut goa yang rata dengan api biru yang masih menyala. Gagak itu mengepak-epakkan sayapnya sesaat, lalu meluncur menyatu dengan api di bawahnya. Api itu berubah, mengukirkan huruf-huruf kuno di lingkaran sigilnya, diiringi debam dari bawah sana. Sepertinya sang Naga mengamuk, dan aumannya sayup-sayup masih menggema.

Api biru pun selesai mengukir mantranya, dan perlahan suara sang Naga lenyap. Malam pun kembali tenang, semilir angin mulai berhembus lembut. Sementara Warren, Jacob, dan para prajurit di sekitarnya terengah-engah melegakan napas. Ketegangan mereda dari wajah mereka. Setidaknya, keberhasilan ini jadi sebuah kemenangan.

Tetapi, medan perang masih menanti.

Continue Reading

You'll Also Like

429K 41.9K 41
Elaralia of Autheria adalah sosok antagonis sempurna di novel 'The Empress'. Sifatnya yang licik mampu membuat emosi para pembaca, apa lagi saat Elar...
768K 58.8K 40
Senandung Rengganis adalah sosok karakter figuran dalam novel yang sangat menyedihkan, ia digambarkan dengan wajah yang buruk rupa serta sifatnya yan...
30.3M 1.8M 61
DIJADIKAN SERIES DI APLIKASI VIDIO ! My Nerd Girl Season 3 SUDAH TAYANG di VIDIO! https://www.vidio.com/watch/7553656-ep-01-namaku-rea *** Rea men...
523K 30.9K 37
WARNING‼️ - Typo bertebaran ✅ - chapter Masih lengkap ✅ - penulisan masih kurang ✅ Ini cerita pertama yang aku buat, mohon kerjasama nya dan baca inf...