The Coordinate : Perfect Swor...

By 58lixie_

86.1K 11.7K 1.9K

[Fanfiction of Shingeki no Kyojin by Isayama Hajime. Mainship : Eren Jaeger x Levi Ackerman] Start : January... More

Prakata
Prolog
A Little Question
A Strange Question
A Little Time
A Wild Fantasy
A Bitter Farewell
A Great Escape
A Little Flashback
A Bad Desire
A Man's Rebellion
A Little's Escape
A Sexy's Tease
A Long Sigh
A Little Story
A New Sheet
A Run Way
A Little Guidance
A First Attack
A Short History
A Blonde Man
A Second Attack
A Loving Statement
A Sweetest Reunion
A Longer Lullaby
A Sweety Kiss
A Bitter Word
A Problem Solving
A Cursed Fate
A New House
A Lasting Lover
A Path World
A Hopeless Time
A Strange Person
A New Family
A Promised Hope
A Midnight Conversation
A Midnight Lover
A Hopeful Way
A Bounded Savior
A Shield Omega
A Shotgun Sound
A Worst Blood
A Different Way
A Coordinate's Puppet
A Lost Soul
A Last War
A Breaking Dawn
Open Q&A
AoQ

A Lost Man

827 128 33
By 58lixie_

Tak ada malaikat yang kejam kecuali cinta dan Eren telah jatuh ke dalam rengkuhan sang Malaikat.

Langit malam itu sempurna, matahari telah bergulir ke peraduannya beberapa jam lalu. Pendar keperakan jatuh di atas hamparan kota yang berdetak. Kelopak mata yang terpejam itu berpinggiran nuansa gelap namun jika terbuka, akan terlihat hijau rumput musim semi.

Eren mematung di dekat birai yang sama sekali tidak menjamin keselamatannya. Angin bertiup menerbangkan helai rambutnya, orang biasa mungkin akan merasa goyah lalu jatuh dengan mudahnya dan melewati birai menuju trotoar keras di bawah sana. Sementara kedua tangannya bersarang nyaman di dalam saku celana.

Kemudian dia berputar saat mendengar seseorang yang berjalan menghampirinya. Pria tua berkumis dengan pakaian khas perlente itu mudah saja dikenali sebagai Rod Reiss dan seperti biasa, mata birunya memancarkan ambisi yang tersamarkan oleh sikap kebangsawannya.

"Kau sungguh meninggalkan pasanganmu, ya?" kata Rod, menatap Eren dengan pandangan yang mengejek, "padahal dulu kau mati-matian menginginkan Omega itu."

Tatapan Eren tak ubahnya sedingin es dan menutup rapat-rapat segala badai yang berkecamuk di dalam kepalanya. Tak ada yang tahu, tak pernah ada seorang pun yang bisa menjangkau pikirannya tetapi dia bisa melihat isi pikiran subjek-subjeknya jika dia berhasil mengaktifkan kekuatan Alpha Coordinate.

Kekuatan yang pasti meminta bayaran besar untuk sekali penggunaan dan apabila dia gagal mengendalikannya, nyawanya akan menjadi nilai paling sepadan sebagai mata uangnya.

"Langsung saja ke intinya," hampir tak ada emosi dalam suaranya kecuali rasa jijik pada orang yang dulu pernah memakinya di hadapan publik. Penjilat, begitulah julukan yang disematkannya.

"Aku tidak datang untuk menawarkan putriku. Tapi sebagai gantinya, aku ingin kerja sama denganmu."

Eren mengangkat dagunya, menampilkan keangkuhan yang menawan sekaligus tak berbelas kasih. "Benarkah? Mengapa begitu?"

"Karena kekuatan Alpha Coordinate seharusnya ada di tangan keturunan Ymir," mata biru itu berbinar licik, "jika putra Dina Fritz yang mewarisinya aku tidak akan terkejut, dia juga keturunan Ymir.

Tetapi faktanya, justru kaulah yang mewarisinya. Tampaknya takdir sungguh ingin mempermainkan kita."

"Kita?" Eren berucap, acuh tak acuh serta menyiratkan sarkasme. "Aku tidak merasa dipermainkan karena sejak dilahirkan, aku memang sudah seperti ini."

Mata Rod begitu gelap dan ada sesuatu dalam cara Rod menatap Eren. Keinginan untuk memanfaatkan demi meraih kekuasaan, orang itu tak pernah bisa dipercaya dan Eren memang tak pernah mempercayainya sejak awal.

"Tapi kau tak tahu bagaimana cara menggunakannya," Rod maju selangkah ke arahnya dengan wajah liciknya, "atau bagaimana jika kutawarkan cara mengubahnya menjadi anugerah?

Kekuatanmu itu hanyalah kutukan yang membuatmu terpaksa harus melepaskan kekasih dan anak-anakmu, bukankah begitu?"

"Kau ini percaya diri sekali, ya?"

Rod tersenyum miring, "karena aku tahu aku benar."

"Ah," Eren mengerjap sekali, "itu tidak benar-benar tepat, Pak Tua. Aku tidak pernah melepaskan pasanganku atau pun anak-anak kami dan aku bukannya tidak tahu cara menggunakan kekuatanku sendiri.

Kupikir kau mengharapkan aku menikahi Historia dan punya anak dengannya agar kekuatanku bisa terwariskan pada keturunan kami. Apa aku benar?"

Rod menampilkan sepercik rasa terkejut dan marah, namun dia menahannya dan menggantinya dengan tersenyum tipis. "Tentu saja. Kalau kau ingin menimbang hal itu, aku tidak keberatan menerima anak-anakmu yang menggemaskan itu.

Historia cukup mengenal dan dekat dengan mereka."

Salah satu alis Eren terangkat dengan sinis, "kau tidak dengar, ya? Aku tidak akan pernah melepaskan pasanganku, harusnya sudah jelas, kan?"

Senyum Rod dingin sekali, "dimengerti."

"Aku menolak tawaranmu, jadi pergilah, aku tidak akan bekerja sama dengan penjilat sepertimu."

Rod jelas-jelas tersinggung, ekspresinya menunjukan rasa terhina dan diinjak-injak. Lalu dia menarik turun topi yang sedari tadi bertengger di kepalanya. "Aku benar-benar kecewa, tapi mau bagaimana lagi."

Tiba-tiba Eren berjengit seolah-olah lehernya baru saja tertusuk kabel yang mengalirkan arus listrik ke tubuhnya. Mata hijaunya melebar kaget lantas menikam Rod dengan penuh kemarahan sebelum akhirnya tubuhnya jatuh tersungkur.

Sekilas matanya menangkap sebentuk bayangan manusia yang bergerak gesit, persis seperti yang dilihatnya saat serangan di Rudesheim am Rhein tempo hari. Penembak runduk itu menggunakan senapan kedap suara, tentu saja Eren tidak menyadari adanya peluru obat bius yang disasarkan ke arahnya.

Brengsek! umpatnya sebelum kegelapan menariknya cepat.

~¤~

Levi berusaha tidak terlalu larut memikirkan Eren, walaupun fakta bahwa dia kehilangan prianya masih tidak bisa diterimanya. Meski demikian, tampaknya Levi cukup merasa lega karena semenjak aliansi rekan-rekan Zeke dan keluarga Jaeger terbentuk, saat itulah Grisha mulai mendekatkan diri pada kedua cucunya.

Seperti yang terjadi sekarang ini. Grisha sedang membaca sebuah buku di teras ketika Carla datang membawa secangkir kopi. Alih-alih memberikannya pada Grisha sendiri, dia justru menyuruh Rivaille yang mengantarnya.

Tentu saja anak itu ragu-ragu sesaat namun Levi tak pernah mengajarinya menolak permintaan bantuan orang lain sehingga dia menurut saja dan membawa cangkir beralaskan piring kecil itu menuju pria berkacamata bundar yang tengah duduk menghadap taman kecil milik Carla.

Levi sempat gelisah melihat putranya mengambil langkah demi langkah dan sangat berhati-hati membawanya. Carla mendekat, meremas bahunya dengan senyum terkembang dan berkata, "dia pasti bisa melakukannya."

Baru saja Levi merasa rileks, tiba-tiba dia dikejutkan oleh bunyi sesuatu menghantam lantai dengan nyaring. Levi dan Carla langsung menoleh ke asal suara di mana Rivaille kini tertelungkup di lantai sekitar satu setengah meter dari Grisha dengan pecahan porselen yang berserakan di dekatnya.

Panik menyergap begitu terdengar suara Rivaille yang merintih kesakitan. Levi hendak meraihnya namun gerakan Grisha yang tiba-tiba saja sudah berdiri dan mengangkat bocah itu ke dalam gendongan langsung menghentikannya. Grisha mengamati lengan Rivaille yang berdarah kemudian membawanya pergi tanpa mengatakan apa-apa.

Carla menarik Levi menyusul mereka diam-diam sembari menjaga jarak. Rupanya Grisha membawa Rivaille ke ruangannya, untungnya dia lupa menutup pintu rapat-rapat sehingga Carla dan Levi bisa mengintip dari celah pintu.

Mereka terperangah melihat apa yang sedang dilakukan Grisha. Dia mendudukan Rivaille di meja, lalu mengambil sesuatu dari bufet. Sebuah kotak medis. Grisha terlihat tenang ketika mencabut serpihan-serpihan kaca yang masih tertinggal di lengan Rivaille dengan pinset. Bocah itu meringis dan merintih, Levi ingin memeluk menenangkannya namun ditahan Carla.

"Biarkan saja, mari kita lihat," bisik wanita itu.

Matanya menangkap Grisha yang membungkuk di atas lengan Rivaille, sesekali dia menggumamkan sesuatu saat Rivaille merengek lebih keras. Grisha mengoleskan kapas yang dibasahi alkohol ke lengan Rivaille kemudian sesuatu yang lain seusai mencabut semua serpihan, dia terlihat berusaha melakukannya selembut mungkin.

"Lukamu tidak buruk, jadi tidak perlu dijahit," Grisha berkata setelah selesai membalut lengan kecil itu dengan kassa steril.

Di depannya, Rivaille jelas berbinar lega karena jarum dan benang jahit tidak akan menyentuh lengannya. Grisha membuang kapas kotor ke tempat sampah lalu menatap bocah yang terus mengernyit, lengannya mungkin masih terasa nyeri.

"Kau takut lenganmu dijahit?"

Rivaille mendongak, "apa itu sakit?"

"Hanya sedikit, jika itu menyembuhkan mengapa harus takut?"

"Aku tidak mau, itu sakit!"

Carla menutup mulutnya dan terkikik pelan melihat interaksi mereka. "Lihatlah betapa menggemaskannya Rivaille!"

Levi mengulas sedikit senyum, hatinya bagai ditetesi embun yang sejuk menyaksikan bagaimana Grisha telah membuka diri untuk berada dekat dengan cucunya sendiri. Mereka terus berdebat mengenai menjahit luka dan ada sepercik nada humor dalam suara Grisha. Levi senang sekaligus gelisah karena dia telah meminta pada Erwin waktu itu.

Kalau begini, tidak ada alasan untuk mati. Levi menyerap udara ke dalam paru-paru lalu menghela napas sekali. Demi mereka, aku akan tetap hidup.

"Papamu itu orang yang pemberani, kau tidak boleh kalah darinya," ujar Grisha namun tanpa disangka-sangka kelakarnya itu justru menyulut kesedihan Rivaille hingga bocah itu terisak.

Grisha tersadar akan ucapan yang dilontarkannya, bahunya turun, tangannya terulur mengelus kepala Rivaille hati-hati. "Apa aku salah bicara? Maafkan Kakek kalau begitu."

Lagi-lagi Levi tersentak oleh perbuatan Grisha. Tak hanya menyebut dirinya kakek di hadapan Rivaille, entah dia sadar atau tidak sudah mengatakannya, namun pria itu juga menggendong Rivaille seraya mengatur lengannya agar tak tertekan di pundaknya. Menahan bokongnya di satu lengan dan tangan lain mengusap lembut kepalanya sementara wajah bocah itu tenggelam di bahunya.

"Papamu akan pulang, jadi, tenanglah."

Levi yang melihatnya pun turut memanas bola matanya, antara sedih karena Eren dan terharu akan perubahan sikap Grisha pada Rivaille.

Eren, andai saja kau di sini melihatnya.

***

Hello, all my Dear Reader!

Mari kita menunggu Winter 2022 untuk anime Shingeki no Kyojin : Final Season Part 2. Dan terima kasih untuk dukungan kalian di fanfiksi ini. I'll do my best and love y'all, Honey!

Jangan lupa menabur bintang dan komentar setiap usai membaca!

See y'all next chapter ♡\(^-^)/♡

Jepara, 2 April 2021
With love,

中原志季
Nakahara Shiki

Continue Reading

You'll Also Like

271K 7.4K 12
Bxb, Omegavers. Pada kehidupan terdahulu, Wei Wuxian begitu percaya diri bahwa Lan Wangji mencintainya, bahwa alpha yang dikenal dunia sebagai sosok...
5.2K 466 16
Fan-fiction Eunho x Bamby ⚠️ content warning ⚠️ BL, bxb, omegaverse 🔞 Homophobic don't read. Language: Indonesian, English (a little bit) Dipaksa t...
599 57 10
Terinspirasi dari webdrama bl berjudul "To My Star." Yunseong adalah seorang selebriti yang sedang naik daun, namun tiba-tiba dirinya terseret skanda...
173K 18K 25
Projects for WANGXIAN Jenderal Lan Wangji cuti tiga bulan (dalam daftar) dan pulang ke kamp dengan membawa seorang istri omega.