3. Menyatakan Perasaan

Mulai dari awal
                                    

Sumpah, demi apapun. Dari cara jalannya yang tegap, tatapan matanya yang dingin, mukanya yang datar. Alan itu terlihat sangat kece, badai, cakep, ganteng, pokonya terlihat paling amazing di antara teman-temannya. Tidak salah kalau fans Alan itu paling banyak dari pada anak Drax yang lain.

"MasyaAllah, terima kasih ya Allah, udah kasih tau Meisya, gambaran ayah dari anak-anak Meisya di masa depan," gumam Meisya dengan mata berbinar yang tak berkedip sama sekali.

"Sar, lihat deh, Sar. Tatapan Alan itu kaya ngajak malam pertama aja, Sar."

Sarah menoyor kepala Meisya kesal. Khayalan Meisya memang sudah sampai ke tahap kronis. Bisa gila kalau dibiarkan terlalu lama. "Malam pertama, malam pertama. Di unboxing beneran baru tau rasa lo," cecar Sarah.

"Rasanya kaya apa ya, Sar? Kalo di unboxing cowok cakep sejenis Alan?" tanya Meisya semakin ngelantur.

Sarah mendengus lelah. "Beneran konslet pala lo, Sya."

Ketika melihat Alan berjalan semakin dekat dan akan melewati mejanya. Meisya menggoyang-goyangkan lengan Sarah heboh. "Astaga, Sar. Jantung gue mau copot anjim."

"Kalo jantung gue copot lo pasangin lagi ya, Sar?!" pinta Meisya tak mengalihkan pandangan matanya dari Alan sedikitpun. Meisya benar-benar tidak rela melewatkan pemandangan mengagumkan yang akan lewat di depannya kali ini.

Sarah berdecak. "Ogah. Kalo jantung lo copot. Pasang aja sendiri."

"Mana sempat, Sar. Gue ngga bakal sempat pasang jantung gue."

"Kenapa?"

"Karena gue sibuk mencintai Alan."

"Basi, Sya," dengus Sarah.

Pyarrrr

"Meisya!!!" kaget Sarah.

"Eh sori, sori," panik Meisya. Gadis itu segera berjongkok untuk memunguti pecahan gelas yang tidak sengaja ia jatuhkan.

"Sakit?" tanya Alan ikut berjongkok. Cowok itu menatap datar ke arah Meisya yang sekarang sedang memegang ujung jarinya. Sepertinya Meisya menahan perih di jari yang terkena pecahan gelas.

Meisya menggeleng. "Engga. Jari gue ngga papa," cengir Meisya. "Sori ya Lan, gue tadi gugup banget pas lo lewat sini. Makanya sampe gue nyenggol gelas ini. Sepatu lo jadi basah deh," jujur Meisya. Entah bodoh atau tidak tahu malu yang jelas Meisya tidak takut untuk mengakui hal yang ia rasakan saat ini. Kalau dirinya memang benar-benar gugup saat Alan akan melewati mejanya.

Dilewati aja gugup. Gimana mau diunboxing, Sya.

"Ciyeeee..."

"Uhuyyyyyy....abang Alan."

"Ciye Alan normal ciye..."

Tidak menjawab Meisya apalagi meladeni ledekan dari teman-temannya. Alan langsung membersihkan pecahan gelas di lantai dan membuangnya ke tempat sampah.

"Lan sori ya, sepatu lo jadi basah," ujar Meisya setelah Alan kembali ke hadapannya.

"Cuma sepatu," jawab Alan singkat.

"Yakin cuma sepatu yang basah?"

Pertanyaan ambigu dari Ilham itu berhasil membuat Alan menatap Ilham horor.

"Anjir, jangan salah paham napa. Maksud gue cuma sepatunya aja yang basah? Kaos kakinya engga? Gitu loh, elah. Horor amat mas natap nya, kaya mak-mak rentenir."

"Lan, gue beneran ngga sengaja. Maaf yaaaa...."

Meisya merasa tidak enak pada Alan. Tadi Meisya benar-benar tidak sengaja menjatuhkan gelas itu. Meisya sama sekali tidak berniat untuk mencari perhatian Alan. Tapi sepertinya semesta memang sedang berpihak padanya. Jadi, Meisya tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini. Meisya harus bisa memanfaatkannya dengan sebaik mungkin.

ALAN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang