"Aku pergi dulu ya,"
"Iya, jangan lama-lama ya."
"Memangnya kenapa kalau aku lama,"
Alvaro tersenyum merapikan rambut Dinar. "Ntar aku kangen," Dinar terkekeh pelan lalu meraih tangan Alvaro untuk ia cium.
"Aku pergi, Assalamu'alaikum."
"Hati-hati, Wa'alaikumsalam." jawab Al lembut sambil mengecup kening Dinar.
Dinar segera keluar dan menghampiri Nenek yang sudah menunggunya.
{𝕻𝖊𝖗𝖋𝖊𝖈𝖙 𝕷𝡣𝖛𝖊}
Alvaro yang merasa haus, pergi ke dapur untuk mengambil air minum di kulkas. Saat berbalik ia terkejut melihat Kakeknya tengah menghampirinya untuk mengambil air minum juga. "Kenapa setelah dari kantor, kamu sepertinya menghindar dari Kakek?" tanya Kakek tanpa melihat cucunya yang berada di sampingnya.
Alvaro memang tengah menghindar dari Kakeknya. Entahlah, Alvaro merasa jika mengobrol dengan Kakeknya ia merasa tidak nyaman.
"Nggak Kek, perasaan Kakek mungkin," Kakek tersenyum tipis mendengar jawaban sang Cucu.
"Jangan kira Kakek nggak tau kamu ngejauh dari Kakek." Kakek menenggak minuman lalu menaruh gelas di atas meja, mulai melangkah meninggalkan Cucunya di dapur.
Namun saat sudah mulai menjauh Kakek berhenti. "Jangan terlalu di pikirkan ucapan Kakek kemarin, jika waktunya kamu tau. Kakek akan kasih tau kamu." dan setelah mengatakan itu Kakek Hadi meninggalkan Alvaro yang lagi-lagi terdiam mendengar ucapan Kakeknya.
Alvaro memijit pangkal hidungnya. Sepertinya ia harus bertanya dengan Ayahnya, siapa tau sang Ayah tau sesuatu yang Kakek sembunyikan darinya.
Alvaro kembali ke kamar untuk menunggu sang istri yang belum pulang, ia tidak tau Neneknya membawa Dinar kemana. Sudah hampir malam mereka belum juga datang, Al jadi khawatir, namun ponsel Dinar tidak bisa di hubungi. Ia menghela napas lalu merebahkan tubuhnya. Pikirannya tertuju lagi pada sang Kakek.
Saat Alvaro sudah ingin terlelap karena pusing dengan Kakeknya, tiba-tiba suara terbuka. Ia menoleh dan matanya terpaku pada sosok yang berdiri di ambang pintu.
Orang itu masuk dan menutup pintu lalu di kuncinya. Alvaro bangun dan menghampiri orang itu. Al berdiri sambil terus memandanginya. "Ini benaran kamu sayang?" orang itu adalah Dinar yang masuk dengan penampilan beda. Nenek mutia mengajak Cucu menantunya ini ke salon dan mall.
Padahal Dinar sudah menolak tapi sang Nenek terus memaksanya. "Kamu cantik banget, Nenek bawa ke salon ya?" Dinar mengangguk pelan.
"Iya, padahal aku udah nolak tapi Nenek maksa. Gimana? Aku nggak cocok kan dandan kayak gini." Alvaro menangup wajah Dinar.
"Bukan nggak cocok, tapi aku nggak rela kalau kamu cantik-cantik nanti ada yang suka."
"Tapi kamu suka? Kata Nenek, kalau mau buat suaminya senang. Harus bisa dandan biar suami nggak bosen,"
"Aku suka apapun yang ada di diri kamu sayang, kamu nggak perlu dandan cantik. Aku sudah senang, karena aku cinta kamu bukan karena kecantikan kamu. Justru aku lebih senang kamu menjadi diri sendiri tanpa harus mendengar kata orang lain," Dinar tersenyum lembut dan mengangguk.
"Jujur aku nggak nyaman kayak gini, tapi demi kamu aku mau di ajak untuk dandan sama Nenek."
Alvaro mengecup kening Dinar dan memeluknya. "Terima kasih, karena kamu melakukan ini demi aku. Tapi aku lebih suka kamu yang apa adanya sayang. Mulai sekarang kamu nggak perlu ngelakuin apa-apa buat aku, cukup selalu bersamaku dan mencintaiku. Itu udah lebih dari cukup."
Dinar mengangguk dalam dekapan hangat suaminya, ia bersyukur memiliki suami yang bisa menerima apa adanya, Yang selalu mengerti apa yang dia mau. Alvaro selama ini tidak pernah mengeluh tentang dirinya, yang ada justru dirinya sering marah dan protes dengan apa yang suaminya lakukan. Mungkin kedepannya dirinya harus bisa seperti Alvaro yang selalu bisa mengerti keinginan tentang cowok itu.
***
-ᵀᵒ ᵇᵉ ᶜᵒⁿᵗⁱⁿᵘᵉ-
~^~
~^~
~^~
Vote Comment ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect love (Alvaro season 2) END
Romance(Sekuel Alvaro) {ᴾˡᵉᵃˢᵉ ᴰᵒⁿ'ᵗ ᶜᵒᵖʸ ᴹʸ ˢᵗᵒʳʸ} ⚠ Awas Baper ⚠ Tidak ada yang namanya berumah tangga, akan selalu bahagia dan terlihat baik-baik saja, pasti akan ada yang namanya ujian di dalam ikatan pernikahan. Begitu pun Alvaro Nazriel Setiawan, ber...
PL 9.
Mulai dari awal