Denting suara piano yang mengalun pelan dari sebuah mesin gramofon memenuhi isi ruangan. Di bawah cahaya lampu gantung yang cukup temaram, berdiri Arcylic yang sedang berkutat dengan sebalok besar adonan semen setengah basah yang berdiri tak lebih tinggi dari tubuh jangkungnya.
Kacamata, masker dan sarung tangan karet yang membalut jari-jari sampai sikunya itu menjadi teman setianya setiap kali ia menyulap balok semen menjadi suatu karya seni yang sering di puji. Keringat bermunculan di pelipis wajah Arcylic, mulutnya bungkam, kedua tangannya dengan telaten mengukir lekuk demi lekuk di atas semen yang terdapat di hadapannya. Sesekali, pria dengan pupil abu itu menatap layar proyektor. Menatap gambar Lily yang sempat di ambilnya beberapa waktu yang lalu.
"...andai saja aku bisa menemukan cara bagaimana agar bisa menaruh mata indahmu di sini, Lily." Ucap Arcylic pelan kala mengukir bagian mata dari wajah patung dengan pisau kecil, "kau pasti akan menjadi yang paling cantik." Lanjutnya lalu terkekeh.
TMA!
Angin siang berhembus, menggoyangkan bunga-bunga serta tanaman merambat yang tumbuh di halaman depan rumah Arcylic, di antara patung-patung yang berdiri di sana, terdapat Lily yang berjalan pelan. Ia mengamati satu-persatu patung yang ukurannya hampir menyamai tinggi tubuhnya, sampai akhirnya langkah gadis itu berhenti saat menemukan Madam Khiel yang berdiri di atas teras sambil menatap dirinya.
Merasa terganggu, Lily berjalan maju, mendekati sosok Madam Khiel yang tak beranjak dari tempatnya berdiri.
"...selamat siang, madam Khiel." Sapa Lily dengan nada sedikit ragu.
Wanita renta dengan badan berisi itu tak langsung menjawab, ia terus menatap wajah Lily dengan eskpresi yang tak terbaca oleh Lily.
"...maaf, apa ada hal yang ingin kau katakan? sejak pertama datang, kau terlihat seperti selalu memperhatikanku, ada apa?" Lily mencoba bicara sesopan mungkin mengingat kata Arcylic kalau pelayang tua yang saat ini sedang berada di hadapannya adalah sosok pemarah.
Senyap, hanya suara dedaunan yang tertiup angin yang terdengar. Lily masih di tempatnya, begitu pula madam Khiel, mereka berdua di selubungi aura yang tak menyenangkan. Merasa tak di hiraukan, Lily jadi menghela nafas kecil, "kalau tidak ada yang ingin madam sampaikan, aku pergi... Aku harap kedepannya, kita bisa berteman." Ucap Lily ramah, ia hendak memutar langkahnya untuk menjauh.
"...apa Arcy mengajakmu ke ruangan dengan kamera pagi tadi?" suara parau yang terdengar serak itu berhasil menahan langkah Lily, ia kembali menatap wajah madam Khiel.
"Ya, Arcylic mengambil gambarku tadi pagi..." Lily tersenyum, "perkenalkan, namaku Lily..." Lanjutnya sambil mengulurkan tangan kanannya ke depan. Namun, meski sudah cukup lama tangannya mengambang di udara, tak kunjung ada sambutan dari madam Khiel, "ah, maaf... Aku lupa kalau kau penglihatanmu terganggu, madam Khiel." Lily kembali menarik tangannya, ia tersenyum ramah.
"Segeralah lari dari tempat ini nona, kau lebih baik mati daripada terjebak seumur hidup di sini." Ucap madam Khiel memperingatkan, lalu melenggang cepat meninggalkan Lily dengan kerutan bingung di dahi gadis itu.
"...apa maksudnya?" gumam Lily pelan.
TMA!
Seorang laki-laki yang di pergelangan kaki kirinya di rantai sedang berjongkok di atas lantai semen yang lembap, perban kusam yang melintang mengelilingi kepala yang bertepatan dengan letak kedua bola matanya itu membuat dirinya tak bisa melihat apapun.
Keadaan di sana begitu senyap, meski ada beberapa orang lagi dengan kondisi serupa di kiri dan kanannya. Namun masing-masing dari mereka tak mengeluarkan suara apa pun. Seolah ada sesuatu yang akan terjadi jika mereka mengatakan satu kata.
Suara langkah kaki yang terdengar mendekat, mendengung di telinga mereka masing-masing, suara rantai serta bunyi besi kerangkeng yang mengurung mereka berdecit. Madam Khiel masuk ke dalam, meletakkan semangkuk makanan hancur di depan sosok pria tersebut, setelah itu, madam Khiel lalu meraih kedua tangan lelaki tersebut, menuntunnya untuk menggapai sendok yang sudah ia letakkan di dalam mangkuk.
Pria yang kedua tangannya masih berada di genggaman madam Khiel itu menangis tanpa suara, ia menggenggam jari-jari madam Kheil dengan erat, mencoba menyalurkan rasa putus asanya kepada wanita renta yang saat ini berada di depan tubuhnya.
"Shhh, tenanglah James... Tenanglah, Arcy sedang berada di sebelah, kalau sampai dia mendengarmu mengeluarkan suara, maka kau akan kembali kehilangan salah satu jarimu..." Genggaman pria bernama James itu memelan, tangisnya juga mereda meski bibirnya masih terlihat bergetar.
"Ayo habiskan makananmu..." Madam Khiel mendekatkan mulutnya ke telinga James, "ini bukan sup daging... Jadi jangan khawatir, ibu juga tidak memasukkan potongan jarimu ke dalamnya, jadi kau tak akan memakan jarimu sendiri." Madam Khiel berbisik sangat pelan, namun James dapat mendengarnya dengan cukup jelas.
Pria itu mengangguk cepat, ia meraih mangkuk di depannya lalu makan dengan lahap, makanan yang hanya ada semangkuk itu sebagian besar berjatuhan ke atas lantai, madam Khiel lekas membawa langkahnya menjauh dengan ekspresi sedih yang tak terbendung. Ia marah, namun tak bisa melakukan apa-apa, wanita dengan umur 52 tahun itu hanya bisa pasrah saat dirinya menyaksikan anggota keluarganya di siksa secara perlahan oleh pria sinting bernama Arcylic Darel Tristan.
Langkah madam Khiel terhenti saat dirinya menemukan sosok Arcylic yang berdiri di salah satu pintu yang berjejer di koridor pengap yang saat ini di lewatinya. Pria dengan rambut rapi serta tatapan mata sayu itu melipat kedua tangannya di dada sambil menoleh ke arah madam Khiel.
"...cara berjalanmu, tidak terlihat seperti langkah orang buta madam Khiel, kau juga menangis seperti manusia normal. Arcylic melepas lipatan tangannya, pria itu membawa langkahnya untuk mendekati madam Khiel yang mematung di tempatnya berdiri sambil menoleh ke arah lain agar tak bertemu pandangan dengan mata Arcylic.
"...m,maafkan aku Arcy, aku, aku hanya tidak bisa menahannya... James---"
"aku tidak peduli dan aku tidak menerima alasan apa pun..." Potong Arcylic dengan nada tenang, perkataannya berhasil membuat kalimat madam Khiel terhenti, wanita itu tak lagi mengeluarkan perkataan apapun. Selama beberapa detik, keadaan menjadi senyap, Arcylic memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana.
"...bagaimana keadaan Oris, apa kondisinya baik-baik saja?"
"Ya, selera makannya meningkat akhir-akhir ini..." Jawab madam Khiel langsung, jawaban yang berhasil mengukir senyum di wajah Arcylic.
"Syukurlah kalau begitu..." Respons Arcylic, ia mengeluarkan tangan kanannya dari saku, pria itu meraih tangan madam Khiel lalu meletakkan sebuah kunci di atas telapak tangannya, "pergilah ke kamarnya setelah ini, periksa apakah kondisinya baik-baik saja..." Lanjut Arcylic sambil tersenyum kecil.
"Baik." Setuju Madam Khiel, ia kembali melangkah melewati tubuh tinggi Arcylic, seiring menjauhnya langkah madam Khiel, senyuman juga perlahan surut dari wajah Arcylic. Pria itu kembali melangkah ke dalam ruangan di mana ia mengukir patung sebelumnya.
THAT MAN ARCY!
To be continue...
KAMU SEDANG MEMBACA
THAT MAN ARCY! ✔ (SUDAH TERBIT)
Mystery / ThrillerPart lengkap! Juga tersedia di Shopee Rank #1 di Thriller (14 Des 2021) Rank #1 di Misteri (02 Jan 2022) Rank #1 di Mystery (24 Jun 2022) "Kau takkan bisa lepas dariku sekalipun jika kau mati, Lily." - Arcylic Darel Tristan. THAT MAN ARCY, August 2...