Episode 02. Tokoh Antagonis, Alice (1)

1K 87 0
                                    

Aku yang telah melihat pintu kembali menoleh ke arah ayahku, tetapi aku tidak dapat menemukannya. Orang yang mengetuk tadi ternyata adalah ibuku. Ia masuk ke kamar dan duduk di tempat ayahku duduk tadi.

Kurasa dari tadi aku hanya berhalusinasi. Menurut sinetron yang kutonton, kedua orang tua Alice telah bercerai saat Alice masih berusia 5 tahun. Perceraian itu membawaku dan ibuku kembali ke Indonesia meninggalkan ayahku di sana sendirian.

Aku bersikeras berkata bahwa aku hanya berbicara sendiri. Hal tersebut membuat ibuku semakin cemas dan mengajakku ke dokter.

Terdengar suara notifikasi dari handphone ibuku. Sepertinya ia sedang sibuk dan meluangkan waktunya untukku sebentar. Ibuku pamit untuk melakukan pekerjaannya dan aku kembali sendirian.

Terpikir di benakku tentang kejadian tadi. Mengingat keadaanku, aku tidak memiliki gejala apapun yang mengarah pada halusinasi.

Hari belum menjelang malam, tetapi aku sudah merasa sangat lelah. Aku tiba-tiba teringat lagi akan tugas yang belum selesai aku kerjakan dan segera menyelesaikannya.

Selesai mengerjakan tugasku, terdengar suatu teriakan berhasil lolos masuk kedalam telinga ku. Seperti biasa, itu adalah ibuku. Tak terasa, sekarang sudah sore. Aku segera turun untuk makan sore dengan ibuku.

Aku berjalan menuruni anak tangga satu-persatu dengan tenang karena sudah lumayan terbiasa dengan lingkungan disini.

Sesampainya disana, ibuku sudah duduk terlebih dahulu dan menunjuk salah satu kursi mengisyaratkan kepadaku untuk duduk di sana. Aku mengangguk dan duduk disana.

Tidak lama, beberapa pelayan di rumahku membawa makanan dan menatanya diatas meja. Setelah selesai mempersiapkannya, mereka langsung menunduk dan pergi dari ruang makan tempat aku dan ibuku berada.

Kami makan malam dengan tenang tanpa ada yang berniat untuk membuka suara. Beberapa menit kemudian, aku telah menghabiskan makananku.

Sesampainya di kamarku, seperti biasa aku merebahkan diriku di kasur. Aku merasa sangat kenyang, tetapi bukan waktuku untuk bersantai sekarang. Aku mencoba mengingat kembali sinetron yang telah kutonton dari awal sampai akhir. Aku sudah hampir menyerah, untungnya tidak lama kemudian usahaku membuahkan hasil. Aku teringat akan sesuatu.

Aku segera mengambil lagi buku catatanku dan menggerakan jemari-jemariku sehingga menggambarkan ribuan huruf yang semakin lama membentuk sebuah kata atau bahkan sebuah kalimat.

[ Di dunia sinetron ini, setiap tokoh memiliki kekuatan. Keluarga Alice memiliki kekuatan telepati. Hanya dengan membayangkan orang tertentu, yang memiliki kekuatan ini dapat berbicara tatap muka seperti bertemu secara langsung.

Lebih tepatnya seperti hologram berwarna yang dapat berjalan, berbicara, bahkan memegang benda sesuka hatinya. Namun kekuatan ini hanya bisa dipakai setahun sekali. Kekuatan ini juga menggunakan energi yang banyak, berbeda dengan durasi penggunaannya yang hanya sedikit. ]

Karena kekuatan inilah aku dapat melihat ayah Alice kemarin, bahkan berbicara sedikit dengannya.

Aku menutup buku catatanku, tidak lupa untuk menyembunyikannya kembali supaya tidak ada yang tahu tentangku. Menurut salah satu sinetron tentang masuk ke dunia cerita, jika orang yang menjadi tokoh dari ’luar cerita’ ketahuan oleh tokoh lainnya, maka cerita akan hancur. Lebih buruknya, aku tidak dapat kembali ke dunia asalku.

Hari sudah semakin gelap, satu menit disini terasa seperti 30 detik di dunia asalku. Aku memejamkan mataku secara perlahan sambil merebahkan diriku di ranjang.

Aku mendengar suara seorang lelaki memanggil-manggil nama ’Alice’ berjalan menuju ke arahku dari kejauhan. Disini sangat gelap, aku tidak dapat melihatnya berjalan ke arahku dengan jelas, tetapi suaranya yang terasa semakin dekat meyakinkanku.

”Alice? Bukan, kamu.. Siapa?” Entah dari mana dan kapan ia muncul di depanku dan mengatakan aku bukan Alice. Dengan keadaanku sekarang, sangat jelas bahwa aku yang sekarang berperan menjadi Alice. Mustahil untuknya tahu bahwa aku bukanlah Alice.

Mataku yang semakin terbiasa dengan gelap membuatku mulai dapat melihat sekelilingku dengan jelas. Ah, wajahnya terasa familiar. Wajah yang kulihat tadi sore di kamarku. Mungkin ayah Alice tahu bahwa aku bukanlah Alice karena kekuatan telepatinya itu.

Changing DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang