"Kayanya dia naksir sama lo deh."
Dika menoleh cepat ke arah Johan. "Naksir? Satu kali ketemu langsung naksir?"
Johan mengangguk-anggukkan kepalanya seraya melihat ke arah Melda yang kebetulan dari tadi curi-curi pandang ke arah Dika.
Keciduk kau Mel.
"Melda dari tadi lihatin lo tahu," bisik Johan sambil mengarahkan dagunya di tempat dimana Melda duduk bersama anggota regunya. Termasuk, ada Fadli di sana.
Oh, ternyata teman Dika itu satu regu dengan Melda. Pantas saja sejak tadi diam saja, ternyata Fadli sudah menemukan pawangnya---cewek-cewek maksudnya.
-----
Rani melambaikan tangan ke arah Rere ketika gadis itu berjalan ke arah Choki---pacarnya yang selalu Rere bangga-banggakan.
"Bye Rani, aku duluan."
Rani tersenyum ramah kala menanggapi ucapan Rere, kebetulan pula dirinya juga tengah siap untuk melajukan motornya pulang ke rumah.
Tin.. tin..
Gadis itu telonjak tatkala kehadiran motor dengan pengemudi begitu sensitif seolah meneriaki Rani dengan klakson motornya. "Woi, minggir lo!" sungut cowok itu dengan nada sangat tidak bersahabat.
Rani mengerucutkan bibirnya sebal. Dimas benar-benar membuat mood-nya tambah buruk saja. Apalagi bentakan dari cowok itu membuatnya mendelik tajam.
"Dimas! Anjir!"
Dimas sepertinya memang ingin cari mati, cowok itu seakan tidak tahu tengah berhadapan dengan siapa.
Rani lantas turun dari motor, ingin menabok kencang punggung Dimas. Ia ingin melampiaskan kekesalannya, namun sebelum kakinya mendekat ke arah Dimas, tiba-tiba saja langkahnya tertahan saat lagi-lagi ia mendapat klakson dari motor yang nyaris menabraknya.
Rani meringis sendiri saat betisnya hampir bersentuhan dengan ban motor yang dikendarai oleh Heru. Iya, orang yang tengah membunyikan klakson tadi Heru.
"Ran, ngapain lari-larian?"
Rani hanya menatap Heru sekilas, dirinya masih belum bisa berdamai dengan hatinya yang tadi sudah mengatakan dengan lantang jika ia menolak kehadiran Heru di kesehariannya.
Saat itu, Rani tidak mengatakan apapun. Ia hanya menatap sekilas ke arah Heru, lalu beranjak meninggalkan cowok yang mencermati setiap gerakan tubuh Rani. Termasuk gelengan kepala dari gadis itu.
Dimas yang sadar dengan keadaan janggal di belakangnya, lantas ikut menolehkan kepala. Ia sedikit terkejut saat Rani beranjak dari tempat Heru berpijak. Gadis itu terlihat sudah menyalakan motornya, dan melesat meninggalkan Dimas yang sudah bertanya-tanya dengan kejadian barusan.
Merasa canggung saat masih diperhatikan oleh Heru, Dimas pun ikut melesatkan motornya tanpa peduli dengan Heru yang tengah menggunakan motor milik toko.
Mungkin akan ke toko cabang, pikir Dimas.
-----
"Sekali lagi, makasih buat kalian yang sudah datang hari ini. Saya harap kalian semua bisa mengikuti acara pengukuhan dengan keadaan yang sehat."
Kompak semua anggota jurnalis menyuarakan, "Amin." Berniat membalas segala harapan yang dilontarkan Risa.
Diskusi hari ini berakhir pukul 8 malam, sejak di mulainya tadi sekitar jam 6 sore.
Lumayan lama juga ya.
"Dik, gue nebeng lo ya." Fadli mengikuti arah kaki Dika yang sudah terlebih dahulu hendak masuk ke mobil.
Cowok itu terlihat begitu masa bodo dengan Fadli yang terus-terusan membuntutinya. "Terserah lo Fad!" ucapnya final setelah duduk di bangku kemudi.
Fadli tersenyum begitu lebar tanpa ada rasa bersalah sedikitpun pada Dika yang sudah merasa jengah dengan segala tindakannya.
Untung sahabat, mungkin kalau bukan udah dibantai habis.
"Eh, kunci gue kemana?" Tangan Dika sudah menggerayai baju serta celana jeans-nya, namun benda yang dicari tidak ada tanda-tanda sedikitpun untuk muncul.
Fadli yang tadinya sudah bersiap ingin tidur, merasa terganggu dengan suara grusak-grusuk orang yang di sampingnya.
"Dik, lo kenapa sih?!"
"Kunci mobil gue kayanya ketinggalan deh Fad."
"Yaudah, buruan ambil sono! Keburu dibuang sama pihak cafe!"
Dika langsung bergerak cepat kembali ke cafe, ia baru ingat jika kunci mobilnya tadi digeletakkannya begitu saja di meja. Cowok itu berharap, benda keramat itu masih ada di tempatnya semula.
Mata Dika mengamati setiap sudut-sudut yang tadi sempat ia singgahi beberapa menit yang lalu. Cowok itu berbinar, pandangannya tak sengaja bertemu dengan benda yang tengah ia cari. Lantas Dika segera menyambar kunci mobilnya tersebut dan berlalu dari sana, karena beberapa pelayan cafe sudah membersihkan mejanya tadi.
"Bisa berabe kalau lo ilang," gumam Dika sambil menggenggam erat kunci tersebut, seraya melangkahkan kakinya kembali ke parkiran.
Dika sedikit berjalan cepat, dirinya ingin segera pulang. Namun, langkah pemuda itu tiba-tiba saja terhenti kala tidak sengaja melihat dompet kepunyaan orang yang sudah masuk ke taksi tidak sengaja terjatuh.
Dika berlari sambil meneriaki gadis itu, "Mbak dompetnya jatuh." Namun nihil. Orang itu bahkan sama sekali tidak mendengarnya dan kendaraan yang membawanya pun sudah melaju di jalanan.
Cowok itupun beralih memandangi dompet gadis itu, ia dengan sengaja membuka dompet tersebut agar tahu alamatnya dan ekspresinya pun langsung berubah terperanjat saat mengetahui foto KTP yang menunjukkan bahwa itu orang yang kebetulan Dika kenal.
"Saniarisa," gumam Dika sambil tersenyum tipis.
-----
Saniarisa, siapa?
Kuy bantu next dengan tekan tombol bintangnya ya.
An : Makasih untuk kalian yang tetap menetap di cerita ini, atau mungkin yang hanya sekedar singgah beberapa menit saja. Aku ucapin makasih banyak buat kalian semua, pokoknya love you all.. semoga cerita ini dapat menghibur ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAHAR [Rani & Dika] TERBIT✅
Teen Fiction[Sudah tersedia di shopee] Maharani dan Mahardika dijodohkan, lalu menikah selepas wisuda kelas 12. Kehidupan setelah menikah, dilalui keduanya dengan santai layaknya teman biasa. ----- "Kamu apain leher aku?" Rani bertanya sambil menatap Dika yang...
13. Saniarisa
Mulai dari awal