Chapter 17

13.3K 1.4K 389
                                    

Untuk ketiga kali dalam hidupnya, ia memutuskan untuk melahirkan secara normal. Sebenarnya ia termasuk wanita beruntung. Sejauh ini, ia tidak merasakan kesulitan berarti dalam melahirkan─kecuali rasa sakit, yang seperti mau mati.

Tidak ingin mengulang kejadian seperti saat melahirkan Hiro, Sasuke tidak pergi kemanapun. Pria itu sama sekali tidak menghadiri kegiatan bisnis di luar negeri dan luar kota sekalipun. Sangat terlihat suaminya tidak ingin melewatkan kelahiran anak ketiga mereka ini. Ia tahu pria itu berusaha dengan keras. Jadi tidak ada alasan baginya untuk mengeluh dengan semua hal baik ini.

"Kita jadi berangkat besok pagi?" tanya Sasuke.

Ia mengangguk, sembari mengecek perlengkapan yang akan mereka bawa ke rumah sakit. "Iya, besok saja. Perutku mulai mulas sejak sore. Sepertinya sudah kontraksi."

Mereka benar-benar berharap kelahiran Ken sesuai dengan perkiraan dokter. Sehingga tidak ada lagi adegan terburu-buru dan panik seperti saat kelahiran Sarada dan Hiro.

Kedua anaknya telah diungsikan ke rumah Nenek dan Kakeknya. Sasuke meminta mereka semua datang saat Ken sudah lahir saja. Pria itu tidak suka kehebohan yang terjadi jika semua orang bersama-sama menunggu di rumah sakit. Lebih baik mengabari mereka jika sudah lahir saja. Termasuk untuk Sarada dan Hiro yang juga harus sekolah.

Saat itu pukul enam pagi. Bahkan masih kurang beberapa menit. Matahari juga belum terlalu bersinar. Tapi ia dan Sasuke sudah siap untuk berangkat ke rumah sakit. Lagipula sejak semalam, mereka belum tidur sama sekali. Lebih tepatnya ia tidak bisa tidur dan pria itu menemaninya. 

Kontraksinya berangsur lebih kuat seperti perkiraan, walau masih dapat ia tahan. Tentu saja ini normal jika sudah mendekati hari kelahiran. Bagaimanapun ia telah melahirkan dua orang anak sebelumnya. Sehingga sakit ini setidaknya menjadi lebih normal baginya. 

Mereka pergi dengan tenang. Ia hanya mengaduh sebentar-sebentar dan dalam batas wajar. Suaminya juga tidak panik dan memastikan sumuanya aman. Sungguh pengalaman paling bertolak belakang bagi mereka, jika dibandingkan dengan ingatan saat akan melahirkan Sarada atau Hiro.

Kedua momen itu dipenuhi kepanikan. Benar-benar seperti drama orang akan melahirkan yang sering dilihatkannya.

Saat mereka tiba, Sasuke memapahnya perlahan. Ia duduk di kursi tunggu. Sementara Sasuke akan mengonfirmasi kamar yang akan ia tempati.

"Tunggu disini."

Ia mengangguk sebagai jawaban atas perintah pria itu. Tangannya mengusap-usap pinggangnya yang pegal.

Suaminya kembali dengan seorang perawat yang mengantar mereka menuju kamar. Pria itu beberapa kali bolak-bolik keluar masuk untuk memindahkan barang bawaan dari mobil.

"Ada makanan di tas itu," tunjuknya pada sebuah tas di hadapan Sasuke. Suaminya sedang duduk di sofa panjang sebelah jendela. "Sarapanlah dulu. Kita tiba pagi sekali disini."

Lalu perlahan ia turun dari tempat tidur. Mencoba berjalan-jalan pelan di sekitar kamar.

"Kapan kau membuatnya?" Sebelah alis pria itu naik, bertanya-tanya.

"Saat kau tertidur sebentar sebelum kemari. Daripada hanya berfokus pada mulas ini, aku memasak."

Sasuke menatapnya sebentar, lalu membuka tas itu dan mengeluarkan kotak makanan di dalamnya. 

"Kenapa hanya satu?"

Ia menggeleng pelan. "Aku tidak berselera. Kau saja." Ia kembali duduk di pinggir ranjang dengan kaki menggantung. Tangannya menyangga tubuhnya untuk bersandar ke belakang. Memerhatikan Sasuke yang akan bersiap makan.

Unbroken Adores #2 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang