Hampir sebulan lebih sejak mereka pulang dari liburan di Eropa, ia merasa ada yang aneh dengan tubuhnya. Berbagai spekulasi memang sudah muncul di otaknya. Namun ia ragu, sekaligus takut untuk berharap.
Jujur saja, sejak kepulangan mereka dari sana, ia sama sekali belum pernah mengetes kehamilan. Rasanya akan sangat sedih, jika hasilnya negatif. Padahal sebenarnya beberapa kali Sasuke telah menyuruhnya untuk mengecek, namun ia masih enggan. Lagipula mengetes kehamilan terlalu dini hanya akan membuat hasilnya samar-samar. Seperti saat ia mengandung Hiro dulu.
Namun pagi itu berbeda. Perasaannya cukup kuat, hingga akhirnya mantap. Jadwal datang bulannya terlambat dan ia sedikit mual, disertai pusing. Sehingga setelah Sasuke keluar dari kamar mandi─bersiap untuk berangkat kerja, ia segera bergantian masuk ke sana.
Ia berusaha menunggu hasilnya dengan perasaan setenang mungkin. Bagaimana pun harapan itu selalu ada, namun ia tidak ingin membuatnya terlalu besar hingga akhirnya kecewa.
Perlahan testpack dihadapannya menunjukkan perubahan garis. Kepalanya terus menunduk ke arah wastafel, memperhatikan alat itu dengan seksama.
Seketika hatinya mencelos saat benda itu menunjukkan hasil.
Dua garis yang dinantikan.
Kegembiraan itu tidak bisa ia tahan. Bibirnya tidak dapat menyembunyikan senyum lebar yang begitu merekah. Matanya berkaca menatap tanda positif yang ditunjukkan alat itu.
Saat ia keluar kamar mandi dengan testpack di tangan, Sasuke yang tengah memakai dasi segera menoleh ke arahnya. Menatapnya dengan pandangan bertanya dan penasaran.
"Bagaimana?"
Ia tersenyum bahagia sambil mengangkat testpack itu─senyum paling lebar yang sepertinya sudah lama tidak ia kembangkan.
"Aku hamil, suamiku."
Pria itu terdiam beberapa saat. Tampak tidak terkejut, namun terus memandangi rautnya yang tengah tersenyum bahagia.
"Aku sudah menduganya," ujarnya tenang.
Sasuke mendekat ke arahnya. Membingkai wajahnya dan membawanya lebih dekat untuk memagut bibirnya beberapa saat. Ia membalas ciuman itu dengan semangat yang sama, bahkan lebih kuat dari biasanya. Turut membelai wajah Sasuke dengan tangannya. Perasaannya begitu meluap. Ia hanya sedang bergembira.
Setelah melepaskannya, ia masih terus berekspresi bahagia dengan napas terengah-engah dan bibir memerah. Rasanya tidak sia-sia giat melakukan dengan suaminya selama mereka berlibur. Terutama mengorbankan pinggangnya untuk sakit karena mereka bercinta di atas pasir pantai.
"Senyummu─bisakah tidak perlu selebar itu?"
Sebelah alisnya naik. Perlahan tarikan di sudut bibirnya mengendur setelah mendengar ucapan Sasuke.
Apa tersenyum seperti ini saja sungguh aneh bagi pria itu?
"Kenapa? Kau tidak suka aku senang?"
Sasuke menggeleng singkat. "Tidak. Kau memang harus senang."
Keningnya berkerut, semakin tidak mengerti dengan jawaban pria itu. Jika ia boleh senang, kenapa tidak boleh tersenyum lebar?
"Lalu?"
Pria itu masih diam. Hanya menatapnya lurus, mengamati setiap jengkal sudut wajahnya.
"Tidak ada. Aku akan berangkat. Siapkan saja sarapan," putusnya sepihak. Lalu pergi menjauh darinya, masuk ke walking closet untuk mengambil jas. Berlalu begitu saja tanpa memberi jawaban atas pertanyaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unbroken Adores #2 ✔
FanfictionInilah awal mulanya. Pertemuan dua orang yang berbeda. Seketika bersama disaat belum saling mengenal, tidak juga saling memahami. Dunia memang terkadang sungguh aneh. Menurut Sasuke, hidup sebelumnya bagai bayang-bayang. Tidak terlihat dan tidak ber...