Part 42

12.5K 688 45
                                    

"Kita adalah satu, aku adalah kamu, kamu adalah aku, maka seperti apapun kamu maka, seperti itulah aku"

********************

Wajah berantakan, baju kusut, serta rambut semrawut, tampak dari seorang laki-laki yang kini tengah menunduk dalam diam dengan  pandangan kosong, disaat orang lain tengah tertidur pulas, ia sama sekali tak bisa menutup mata barang sedetik pun, meskipun hanya mengedipkan mata. Entah mengapa setiap mata ia tertutup, maka wajah sayu yang di penuhi air mata itu tampak jelas, seolah penuh dengan kesakitan.

Keadaan Niswah sedang tidak baik-baik saja, pengobatan demi pengobatan yang telah di jalani tak ada yang membuahkan hasil, semua masih tetap sama, wanit itu tetap kesakitan, jika terus begini maka dengan ikhlas hati, Hafidz merelakan Niswah pergi ke sisi Tuhan, dari pada wanitanya kesakitan setiap saat.

Ceklek!

Pintu ruang pengobatan Niswah terbuka, semua orang yang tadinya tertidur kini bangkit dan mengerubungi dokter tersebut.

"Bagaimana keadaan Niswah,Dok?" Tanya Abi Niswah dengan nada bergetar ketakutan

" Niswah ingin bertemu dengan Hafidz, siapa yang bernama Hafidz?"

Deg!

Tubuh Hafidz mendadak kaku dan gemetar, entah mengapa ia merasakan ketakutan yang mendalam, seakan ada kejadian yang akan terjadi nanti.

Hafidz menatap semua orang di hadapannya, dan ketika ia mendapatkan anggukan dari sang ummi langsung saja ia melangkah masuk kedalam.

Jantung Hafidz kembali berdetak tidak normal, tangganya gemetar seiring langkah pelannya menghampiri sesosok wanita yang terbaring lemah di brankar.

"Mas," ucap Niswah lirih sambil tersenyum

Tiba-tiba saja air mata Hafidz meluncur tanpa di sadari, melihat kondisi tubuh Niswah yang kurus dengan cekungan mata yang tampak jelas, menambah rasa sakit Hafidz melihat wanitanya.

"Mas, kok nangis?"

Hafidz langsung berlari memeluk tubuh ringkih itu dengan erat dan hati-hati, menumpahkan tangisannya di pundak mungil yang sudah lama tak menjadi sandarannya berkeluh kesah.

"Mas, kenapa? Kok malah tambah nangis," tanya Niswah lirih dan dengan spontan ia mengelus punggung tegap Hafidz memberi kehangatan dan ketenangan.

"Biarkan seperti ini dulu, Niswah. Mas rindu," sahut Hafidz dengan isakan yang jelas.

Setelahnya, Niswah hanya mengelus lembut punggung Hafidz sambil menunggu tangis dari suaminya ini reda.

"Niswah tidak kenapa-kenapa, Mas. Niswah udah sehat,"

"Mas takut, Mas takut kamu pergi dan gak kembali, jangan buat khawatir lagi ,Niswah."

"Maaf kalau Niswah buat Mas khawatir, coba lepas dulu pelukannya, Niswah sesak, Mas." Hafidz terkekeh saat sadar ia ternyata terlalu erat memeluk tubuh Niswah.

Hafidz menatap sayu wajah yang dulu sedikit berisi kini telah kurus dan tampak tulang pipinya, sembari mengelus lembut pipi Niswah, Hafidz lagi-lagi kembali menangis, sedangkan Niswah, menangkup tangan Hafidz yang ada di pipinya.

"Demi Allah, Mas takut Niswah, mas takut segala pemikiran buruk mas terjadi, mas belum siap." Ada ketakutan yang terlalu besar yang dapat di tangkap oleh mata Niswah ketika melihat Hafidz, ketakutan yang sama seperti yang ia rasakan saat ini, bagaimana jika ternyata waktu dunia nya telah habis? Bagaimana jika ternyata Tuhan lebih suka ia disisinya dari pada disisi Hafidz? Tiba-tiba ia merasa bahwa Tuhan tidak adil, setelah semua rasa sakit yang ia terima malah di balas dengan sakit pada fisik yang tak tau kapan sembuh.

Aku,Kamu & Seuntai DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang