"Jadi bibi kamu kecelakaan?" tanya Nai dengan mata terbelalak. "Apa dia baik-baik saja?"
Mereka sedang duduk bersebelahan di dalam mobil Nai. Joon baru saja bercerita tentang kecelakaan yang menimpa bibinya sepulang kerja.
Joon mengangkat bahu. "Begitulah kata bibi. Ketika ia sedang menyebrang, tiba-tiba saja ada mobil yang menabraknya. Tapi sekarang sudah dibawa kerumah sakit sama penabraknya."
Nai mencengkram setir mobilnya erat-erat. "Mau kuantar ke rumah sakit?"
Joon menunduk dan menarik nafas dalam. "Bibi tidak memberitahuku dimana ia dirawat. Dia hanya berpesan padaku untuk menjaga diri."
Sebenarnya sejak tadi ada sesuatu yang ingin Nai tanyakan kepada Joon, tetapi ia harus menundanya. Ia melirik sekilas kearah Joon yang masih tertunduk. Apakah ia harus bertanya? Apakah ia memiliki hak untuk bertanya? Ia melirik Joon sekali lagi lalu memberanikan diri untuk bertanya. "Apa kamu baik-baik saja?"
"Heem," sahut Joon singkat tanpa mengangkat kepalanya. Jelas dia tidak baik-baik saja.
Nai menggigit bibir bawahnya. "Kamu boleh tinggal bersamaku sampai bibimu sembuh."
"Benarkah P?" Joon mengangkat kepalanya dan menatap Nai dengan tidak percaya.
"Tentu saja." Nai melirik Joon sekilas. "Aku tidak bisa membiarkan seorang bocah 18 tahun hanya tinggal di apartemen dengan seorang nenek tanpa ada bibi yang menjaganya."
Joon mengerutkan dahinya, merasa ada yang aneh dengan kata-kata Nai. "P tau darimana kalau di apartemenku ada seorang nenek?"
Nai membelalakkan matanya. Ia merasa kesal dengan dirinya sendiri yang tidak dapat menjaga mulutnya dengan baik. "Tee yang cerita padaku."
Joon mengerutkan dahinya semakin dalam dan menatap Nai dengan heran. "Rasanya aku tidak pernah bercerita tentang nenek pemilik apartemenku kepada P'Tee."
Nai tersenyum tanpa mengalihkan pandangan dari jalanan didepannya. "Apakah Tee tidak pernah mengatakannya padamu?"
"Apa?" tanya Joon semakin penasaran.
Nai menepuk keningnya dan menggelengkan kepalanya. "Rumahnya tepat berada di depan apartemen yang saat ini kamu tempati. Dia sudah mengenal Nenek Miriam jauh sebelum kamu menginjakkan kaki disana."
"Oh benarkah?" tanya Joon seakan tidak mempercayai ucapan Nai. "Takdirku luar biasa."
Nai hanya dapat tersenyum pada jalanan gelap di depannya. "Kan aku pernah bilang, untuk mendapatkan chemistry dengan pasanganmu, kamu harus berusaha mengenalnya, memahaminya dan...."
"Menyayanginya." potong Joon mantap tanpa mengalihkan pandangan dari Nai.
Mata Nai melebar dan tertegun untuk sejenak. Pasti dia salah dengar. Joon bilang apa tadi? Menyayanginya?
"Terima kasih sudah menyayangiku P'Nai."
Seketika itu juga sekujur tubuh Nai merinding dan tidak mempercayai apa yang baru ia dengar. Namun ia masih berusaha menjawab dengan nada yang ringan. "Rasanya aku mau muntah."
***
"Selamat datang diasramaku." Nai melirik Joon yang masih berada di belakangnya sambil mengunci pintu asramanya. "Kamu harus belajar untuk tidak lupa mengunci pintu asrama ini."
Joon hanya tersenyum mengingat kejadian bodoh beberapa hari lalu dimana ia tertidur dan lupa mengunci pintu apartemennya. "Siap P'Nai."
Joon mulai mengedarkan matanya, menjelajahi setiap jengkal dari asrama universitas yang akan ia tempati ini. Dekorasi asrama ini bisa dibilang cukup aesthetic. Walau dengan space ruangan yang kecil, Nai bisa membuat asrama bernuansakan monochrome ini terlihat cukup nyaman. Lihatlah wallpaper bertema musik yang menempel di dinding dekat tempat tidur itu, sebuah sentuhan kecil yang dapat menambah keindahan asrama ini.
YOU ARE READING
Once Upon a Time (Joongnine Story)
FanfictionSejak awal aku menyadari takdir yang selalu mempermainkanku. Segalanya terjadi secara tidak terduga tanpa dapat kukendalikan. Segalanya terjadi begitu cepat tanpa dapat kuakhiri dengan indah. Tapi dapatkah semuanya berakhir dengan nyata? Karena hidu...