Gadis itu. Aku melihatnya, menghitung sesuatu dengan serius. Aku sebelumnya tak pernah benar benar memperhatikan 'orang asing yang kutemui dijalan', dan baru kali ini. Kehadirannya.
Gadis misterius dari ujung jalan. Dan aku, disinilah aku. Seorang anak 15 tahun yang menjual bunga. Will dan Lowe gemar sekali mengejekku Lelaki Bunga. Terdengar buruk sekali. Ibuku menjual bunga asli, toko yang sederhana, sebenarnya terkesan lapuk untukku, namun tak pernah ada pelanggan yang komplain soal kerapuhan dinding di sebelah sini, sebelah situ, blabla jadi tak masalah. Ia, gadis itu sepantar denganku, mungkin. Itu opiniku mengingat ukuran tubuhnya.
Saking sering aku melihatnya lewat dijalan ini, aku pernah coba coba menggambarnya. Terakhir kutambahkan tulisan "gadis misterius" dibawahnya. Dan gambarku mirip. Jangan remehkan aku. Nilai seni di sekolah ku tergolong tinggi. Gambar itu lalu ku simpan di buku sekolah.
Hm, apa dia pendatang baru ya? Mungkin saja. Aku selama menghuni jalanan Pittsburg tak pernah mengenalinya sebagai anak jalan Pittsburg. Atau, panti asuhan Dells Count dekat sini kedatangan 'anak baru' untuk diasuh?
Hari itu hari hari lain yang menjenuhkan, aku hanya sedang duduk di dekat jendela toko berkusen kayu rosewood, menatap gulungan awan yang abstrak--melayang layang dengan malas. Ya, entahlah, menatap cakrawala menggugah perasaanku dengan suatu cara yang unik. Seperti obat penenang. Aku jamin, ada juga antara kalian yang punya perasaan seia sekata denganku.
"Eehm--"
Oh cuaca di London hari ini memang jelek.
Tiba tiba sebuah tangan lembut menyentuh bahuku, memberiku sentakan. Sensasi listrik menyetrum sekujur tubuhku ketika kulitnya yang mulus bersentuhan dengan lenganku. Sensasi ganjil yang tak pernah kurasakan, seperti... ah, aku tak tahu bagaimana menjelaskannya. Aku sontak berdiri kaget, gadis itu melirikku kosong--heran, dingin. Ia menarik tangannya. Saat itulah aku pertama kali bertemunya secara dekat. Parasnya pucat sekali, dan busana ala victorianya membuatku ingin protes dengan baju sekuno itu. Ini sudah abad ke 18! Dan omong omong, tadi panas tapi... entah mengapa, sekarang hawanya berubah dingin.
Aku menggeleng cepat dalam hati, menerima fakta bahwa dia memang datang ketempat ini. Gadis misterius yang suka menghitung sesuatu entah apapun itu.
"Aku... ingin membeli bunga." Ujarnya dengan pelan, sangat sangat pelan.
Aku masih ingat segala detil pada waktu itu, bahkan detik itu sekalipun. Memori itu tak pernah meleleh dari kepalaku. Tak lama setelah ia mengucapkan itu, titik titik air menderu deras kebawah, menciptakan gubahan instrumen alami tak berirama, dengan bau khas hujan--petrichor, mengguyuri metropolitan London.
Aku gesit meraih topi biruku, mengenakannya. Lalu beranjak ke rak rak bunga yang mengeluarkan segala macam aroma dan bau.
"Bunga apa?" Tanyaku singkat.
"Terserah, asal berwarna merah." Ia memilin rambut kemerahannya. Suaranya mengingatkan aku akan sesuatu, tapi aku tak bisa menggali memori dalam otak terkutukku yang pikun.
Aku mulai memutar kesekeliling rak, coba menemukan bunga yang termasuk merah. Dazzler... Palace Purple... Abuelita... label label nama yang kekuningan seperti karat itu hampir mengelupas. Tapi aku tak menemukan bunga merah yang benar benar catching dan bagus.
Aku menoleh, perempuan itu menatapku dari luar rak, "Yang seperti apa?"
"Sudahlah, bawakan mawar saja. 1 buket." Serunya datar.
"Ya."
Aku membawakannya kuntum bunga itu dengan linglung, ia menatapku heran. Saat aku menyerahkan mawar itu ditangannya, kulit kami bertemu dan bertautan. Lagi lagi aku merasa dingin dan sensasi listrik yang menjalari ku, memberi efek tegang. Entah kenapa, aku merasa darahku mendidih tanpa bisa kukendalikan. Aku menunduk dengan lambat. Hanya meliriknya dari ujung mataku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Creepy Horror : 2nd
HorrorSeri kedua dari Creepy Horror. Apakah kisah Creepypasta kali ini lebih 'abnormal', lebih santai, ataukah lebih mencengkam? Well, kau tidak akan tahu sebelum kau membacanya. Jangan baca ini sendirian. Karena satu hal yang pasti, you are not alone...