13

3.2K 462 10
                                    

Aneh rasanya bertemu seseorang yang lama sekali tidak pernah kutemui. Bahkan, ingat wajahnya saja aku tidak.

Namun, orang itu berdiri di depan pintu rumahku. Dan dengan nada menyesal, dia mengeluarkan suara, "Win, maafkan Ayah."

Dan yang aku ingat selanjutnya, dia menangis tersedu. Aku hanya bisa terenyak saat dia memelukku erat, terasa hangat.

Walaupun begitu, aku tidak terkejut. Aku tahu dia akan datang cepat atau lambat. Mengingat apa yang aku minta pada Bright selang beberapa hari yang lalu.

Bright bilang padaku saat itu, "untuk kali ini, aku tidak tahu kapan permintaanmu menjadi kenyataan, Win. Tunggu saja, semuanya akan sempurna untukmu."

Dan ya, hari di mana Ayah datang terjadi juga. Aku mempersilahkannya masuk dan dia melihat sekeliling rumahku dengan wajah bersalah. Saat itu, aku masih tidak tahu apa yang dia rasakan, atau apakah dia benar-benar baik seperti yang dikatakan Bright?

Namun, melihat bagaimana lelaki paruh baya itu berbicara padaku, aku dapat merasakan kelembutan dan kasih sayang di dalamnya.

Dia sempat bingung kenapa aku tidak murka saat melihat dirinya.

Ya, mau bagaimana lagi? Aku sudah mati rasa. Aku bahkan tidak terlalu senang dia datang.

"Win, Ayah benar-benar merindukanmu," ucapnya, setelah duduk di salah satu sofa kecil di ruang tamu, aku duduk di hadapannya. "Selama ini, Ayah terlalu malu untuk menampakkan wajah Ayah. Ayah hanya bisa memberikan bantuan sekenanya padamu dan Ibumu."

Dahiku berkerut. "Bantuan apa?"

Ayah menggaruk tengkuknya. "Apa kamu pikir Ayah akan meninggalkan kalian begitu saja? Ayah selalu memberikan uang setiap bulannya pada Ibumu, walaupun terkadang dia menolak dan mengembalikannya. Namun, setelah Ibumu kecelakaan kemarin, Ayah sudah berpikir banyak. Ayah ingin kembali—Ayah minta maaf, Win."

Dia menangis.

Namun, aku benar-benar tidak tahu harus merasakan apa.

"Kenapa kau tidak pernah datang sebelumnya?" tanyaku. "Apa kau malu karena memiliki anak cacat dan baru ingin datang setelah aku seperti ini?"

Ayah menatapku dengan dahi berkerut.

"Win? Kau tidak cacat—tunggu, apa kau pernah cacat?"

Aku tertegun.

"Jangan bohong, aku tahu kau meninggalkanku setelah kecelakaan itu," ucapku tajam.

Bisa-bisanya lelaki paruh baya itu pura-pura tidak tahu?

Namun, wajahnya memang terlihat bingung.

"Win, kecelakaan apa?"

• • •

magical mirror | brightwinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang