09

3.5K 534 5
                                    

Aku tertawa terpingkal-pingkal.

Sejak tadi, Bright menyampaikan banyak sekali cerita—yang sudah ia bumbui dengan berbagai macam lelucon. Ternyata, lelaki itu lucu sekali. Aku suka.

Bright terkekeh. "Dan kau tahu apa yang aku katakan padanya?"

"Apa?" tanyaku, nyengir menatapnya.

"Tidak pernah lihat, kan? Berarti, badak itu berhasil sembunyi."

Aku memukul lantai berkali-kali sembari tertawa. "Bagaimana tanggapan paman itu?"

"Dia marah," ucap Bright santai, mengangkat bahu. "Dan aku lari menjauhinya, sebelum gumpalan lemak itu memukulku lagi."

"Hei, kau tidak boleh mengoloknya seperti itu," peringatku, walaupun aku masih geli dengan ceritanya.

"Maaf," ujar Bright sungguh-sungguh, "mau dengar cerita lain lagi?"

Aku nyengir. "Tentu!"

Pada tahap ini, dapat dibilang, hidupku mulai berubah.

Mengenal Bright, membuatku semakin banyak mengeluarkan emosi. Dia pandai membuatku marah, pun membuatku tertawa.

Dia suka sekali bercerita tentang kehidupannya yang aneh itu, dan setiap kali dia bercerita, matanya berbinar indah. Dia juga sering tersenyum, saat aku melakukan apapun, dia akan menarik sudut bibirnya ke atas, membuat pipiku panas memikirkan betapa menawan senyuman itu.

Oh iya, Bright juga suka bernyanyi. Suaranya indah sekali. Namun, sayang, dia tidak bisa menyanyikan lagu-lagu yang aku suka, semua lagu yang dia nyanyikan terdengar asing. Walaupun begitu, aku suka mendengarnya bernyanyi.

Dia juga suka membacakan buku padaku. Jika malam tiba dan aku ingin tidur di gudang, dia akan membacakan dongeng-dongeng yang sebelumnya tidak pernah aku dengar. Aku menikmati semua itu. Dia pandai membuat ekspresi saat membaca.

Aku menikmati semua hal yang dia lakukan padaku.

Mungkin, karena dia adalah teman pertama yang aku punya.

Bukankah dia baik sekali?

Sampai sekarang, aku tidak tahu alasan dia datang ke kehidupanku. Dia juga tidak pernah berkata lebih selain ingin membuat duniaku lebih cerah, seperti pertama kali kita bertemu.

Namun, entah mengapa, aku hanya ingin waktu berhenti dan membiarkan aku melukis kenangan sebanyak mungkin bersamanya.

"Win, kesinikan tanganmu," titah Bright.

Lelaki itu menempelkan tangannya pada cermin. Aku mengikutinya.

Dan saat itu juga, mataku melebar. Aku dapat merasakan lembut dan hangat tangannya. Walaupun aku yakin yang aku pegang sekarang adalah cermin keras dan dingin. Namun, semua itu tidak terasa.

"Bright, bagaimana bisa—" Aku tercekat.

Mata kami saling tatap.

"Ajaib, kan?"

Ya, ajaib.

Bright begitu ajaib dengan caranya sendiri.

Jantungku berdegup cepat, perutku tiba-tiba bergejolak, dan aku yakin wajahku memerah sekarang.

"Bright."

"Hm?"

"Jangan pernah tinggalkan aku, ya?"

Bright menatapku dalam dan dia tersenyum. "Win, apa kamu tidak mau meminta sesuatu lagi padaku?"

Aku mengangkat alis bingung.

"Kakimu," mulai Bright, "apa kau tidak ingin aku melakukan sesuatu padanya?"

• • •

magical mirror | brightwinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang