Amandine menggandeng mesra Jordan memasuki sebuah Restoran dihotel mewah di Brussel. Hari ini mereka ada janji makan malam keluarga untuk membahas kelanjutan rencana pernikahan mereka.
Saat mereka masuk keruangan privat di restoran itu, tampak ayah dan Nyonya De Vos sudah menunggu mereka. Sementara ayah Amandine masih dalam perjalanan.
"Ayah, Ibu kalian sudah lama menunggu ?" Sapa Amandine ceria lalu memeluk erat calon ibu mertua nya itu. Jordan lalu memeluk erat ayahnya.
"Apa kabar Pak Tua ?" tanya Jordan kurang ajar pada ayahnya. Mendengar itu, ibunya langsung bereaksi dengan menggeplak kepala Jordan.
"Dasar anak kurang ajar !" Maki ibunya, namun Jordan malah tertawa senang dan memeluk ibunya sampai terangkat.
"Ahhhh, sangat merindukan wanita tua cerewet ini" Ucap Jordan manja.
"Hahhh, percuma saja kau merayuku anak kurang ajar !" meski ibunya berkata begitu, tetap saja wanita tua itu tidak mau melepaskan pelukkannya dari anak kesangannya itu.
"sayang, apa kau tidak mau periksa ke psikiater ? aku takut kau stress menghadapi anak kurang ajar ini" Nyonya De Vos memegang lembut tangan Amandine, memastikan calon menantu kesayangannya itu tidak mengalami tekanan menghadapi pria seperti Jordan.
Amandine tertawa, hendak menjawab Jordan langsung memotong "Bu, bukan dia yang tertekan. Tapi aku, dia selalu memahariku setiap hari"
Ibunya malah tersenyum senang kearah Amandine "bagus sayang, pria sepertinya ini memang harus dimarahi setiap hari. Agar otak bebalnya ini tidak bisa menindasmu" puji Nyonya De Vos.
"Kau tau kan, tidak ada didunia ini yang bisa menindasnya selain nyonya besar De Vos" Jawab Amandinde santai sembari mendaratkan bokong indahnya diatas kursi yang ditarik oleh pelayan restaoran mewah itu.
Yang dikatakan Amandine memang benar, seberapa kurang ajarnya Jordan terhadap orang lain, Pria itu selalu menomor satukan orang tuanya. Hal itu tentu saja menjadi salah satu alasan mengapa Amandine mencintai pria itu.
Nyonya De Vos tertawa senang "kau memang tau bagaimana cara menyenangkan hatiku" puji wanita itu pada Amadnine.
Tak lama setelah perbincangan ringan mereka, tampak pintu ruangan itu terbuka. Seorang pria tua tampan yang diikuti beberapa pria berstelan hitam mengikutinya dari belakang. Persis sebagaimana mestinya seorang perdana mentri yang wajib di nomor satukan keamanannya.
Amandine, wanita 27 tahun itu langsung berdiri senang dan berlari menghampiri ayahnya.
"Papaaaaaa......" teriaknya girang sambil melompat kedalam pelukan ayahnya.
"owww...owww" Auguste Gillard,ayahnya mengaduh kesakitan. Putrinya ini, tidak tau seberapa tuanya ayahnya ini sekarang. Punggung yang mulai sering sakit sakitan, sudah tidak bisa lagi menahan beban tubuh putrinya setiap kali Amandine menghambur ke pelukannya.
Amandine kesal melihat tingkah ayahnya."Ahhh, papa.. kau jangan membuatku takut seperti itu"omelnya sambil menggandeng Auguste ketempat duduknya. Auguste sangat senang melihat anaknya itu mengkhawatirkannya.
"Haaahhh, kenapa kau terlambat hah ?" omel Nyonya De Vos. Meskipun baru menunggu lima belas menit, tapi baginya tetap terasa lama.
Auguste berdecak malas. "Hei, kau kira aku perdana Menteri yang tidak punya pekerjaan ?" balasnya.
"Ya..ya..ya.., hei Mandy, kau lihatkan ayahmu ini perdana Menteri yang sangat sibuk" balas Nyonya De Vos.
Amandine tersenyum geli, Papa, Ayah dan Nyonya De Vos sudah mengenal sejak lama sekali, sejak Amandine kecil. Jadi, mendengar mereka saling mengumpat satu sama lain, Amandine sudah tidak heran lagi.
"Sayangku, coba kau pikirkan lagi. Apa kau yakin ingin menikah dengan Berandal ini ? kau lihatkan ibunya seperti nenek sihir ?" ucap Auguste, membuat Nyonya De Vos tersedak.
Amandine tertawa mendengarnya, melihat kelakuan para orang tua dihadapannya ini.
"Papaaaa, kau tidak boleh bicara begitu. Kita kan belum berhasil mengambil hartanya" Ucap Amandine manja.
Ayah Jordan yang sejak tadi mengamati, bibirnya terasa gatal jika tidak ikut menyahut juga. "Mandy, kau boleh ambil semua harta ku, asalkan kau memberikan aku cucu yang lucu".
Sontak itu membuat Amandine tersipu, dia bingung harus bereaksi bagaimana. Sama halnya dengan Jordan, yang sedari tadi memandangi Amandine.
Anak ya ? tidak pernah terlintas sedikitpun dibenaknya jika suatu saat dia akan memiliki anak.
Matanya kembali meneliti Amandine, akan seperti apa kehidupannya nanti dengan Amandine ? Wanita judes dan kejam ini, apa bisa menjadi Ibu ? hiiihhhh, Jordan merinding membayangkannya.
Bagaimana jika anaknya nanti menumpahkan susu dilantai, lalu dipelototi oleh Amandine. Ahhhh, malang sekali anaknya. Sebaiknya tidak usah lanjut dipikirkan.
"Jadi bagaimana sayang ? kapan kau punya waktu untuk mengukur gaunnya ?" Tanya Nyonya De Vos, mengingat waktu mereka tersisa tiga bulan lagi, seharusnya mereka sekarang sudah bisa mulai mengukur baju pengantin milik Amandine.
"Besok aku ada waktu, dan lusa juga aku masih kosong. Terserah Ibu saja besok atau lusa" Amandine lalu menyendokkan makanannya dengan tenang.
"Bagaimana dengan mu ?" Nyonya De Vos mengalihkan pandangannya pada putra nakalnya.
Jordan hanya mengangguk anggukkan kepalanya, tampak tidak peduli. Terserah mereka saja, Jordan tidak ingin dipusingkan.
"Kau akan ikut ?" Tanya Ibunya lagi. Dan hanya dibalas gelengan singkat dari Jordan.
"Aku akan menyuruh mereka ke kantorku, dan mengukurnya disana. Apa gunanya membayar mahal jika aku harus repot" Jawabnya acuh.
Jika pasangan yang akan menikah biasanya akan bertengkar, berdebat, tertawa dan antusias dalam mengurus dan menentukan persiapan pernikahan mereka. Maka tidak dengan Amandine dan Jordan, sikap tidak peduli Jordan membuat semuanya terasa mudah dan juga.... menyakitkan.
Hanya Amandine yang peduli, hanya Amandine yang bersemangat, dan rasanya itu hanya pernikahannya sendiri. Hatinya sakit, tapi dia tidak ingin memperlihatkannya dihadapan berandal tampan ini.
"Tidak masalah bu, setelah kita mengukur gaunku kita harus menghabiskan waktu bersenang senang di salon dan berbelanja." Amandine memegang tangan Nyonya De Vos, mencoba meyakinkan bahwa dengan tidak adanya Jordan, maka tidak ada pengaruhnya.
Nyonya De Vos tersenyum senang, ahhh, andaikan dia memiliki anak perempuan yang bisa mengerti dirinya dan bisa diajak berbelanja dan pergi salon.
Auguste menggelengkan kepalanya pasrah, putri cantiknya ini emang keras kepala. Kenapa dia tidak juga mau meninggalkan Jordan yang terlihat tidak peduli ini ?
"Pastikan kau menghabiskan uangnya sayang" Ucap Auguste sambil menunjuk Jordan dengan garpu ditangannya.
Jordan mengangkat bahunya cuek, terserah saja karena uangnya tidak akan habis.
.....
Terima kasih buat kalian yang masih setia nunggu update bang Jordan. chapter ini aku dedikasiin buat mbak freeda-eL, aku seneng Jordan ditungguin begini :D
KAMU SEDANG MEMBACA
My Love Lucifer (END) Part Terakhir ada di Karyakarsa
RomanceAmandine Gillard, seorang putri dari Perdana Mentri Belgia sangat mencintai tunangannya Jordan De Vos seorang pemilik kerajaan Cokelat terbesar didunia. Berbanding terbalik dengan Amandine, Jordan De Vos justru tidak pernah mencintai Amandine. Jorda...