Di tempat penurunan penumpang, Zee sibuk menurunkan kopor-kopor milik Chika dan Lala. Sedang kedua gadis itu sudah berlalu terlebih dahulu untuk mencetak tiket. Tidak terlalu ramai, padahal ini musim liburan, liburan bagi anak kelas satu dan dua SMA. Ah atau memang Zee dan Chika saja yang memanfaatkan liburan ini untuk berkeliaran keluar kota. Zee lebih tepatnya yang memanfaatkan, Chika hanya mengekor saja.
"Gue gak kebayang gimana nantinya si kunyuk, lo itu ditinggal KKN sejauh ini, haha uring-uringan pasti," celetuk Chika usai mencetak empat tiket kereta.
"Tau deh, heran juga gue dibuang jauh banget," Lala mengangkat bahunya tak acuh.
"Lo sial berarti kak," Lala menoyor kepala Chika yang cekikikan. Mereka kembali menghampiri Azizi yang sudah menunggunya di depan minimart stasiun. Mereka tak langsung masuk karena Vito memang belum datang.
Chika duduk di emperan minimart sambil memainkan ponselnya, sedang Lala dan Azizi jelas lendet-lendetan berdua, Chika sudah terbiasa dengan itu, sangat terbiasa. Makanya dia memilih memasang earphone-nya mendengarkan lagu yang ia putar random di aplikasi pemutar musik sambil baca-baca cerita di aplikasi orange.
Apa bisa mendengarkan lagu sambil baca? Bisa, Chika buktinya, dia sering melakukan itu. Mungkin untuk sebagian orang, membaca itu membutuhkan ketenangan agar bisa terfokus dengan apa yang dibaca, tapi tidak sedikit orang juga, yang malah terganggu dengan heningnya suasana saat sedang membaca. Tidak mungkin membaca sambil banting-banting panci biar ramai 'kan? Jadi pilihan yang tepat ya membaca sambil mendengarkan musik.
Chika masih terlarut dalam bacaanya, sesekali dia terkikik, lalu terdiam, sesekali juga dia ikut melantunkan lagu yang ia dengar. Begitu terus sampai satu tepukan di bahunya membuatnya mendongak. Di sana berdiri laki-laki yang mencoba melempar senyum ke arah Chika. Sekilas Chika menangkap senyumnya yang manis, namun tiba-tiba berubah menjadi senyum canggung ketika Chika menatapnya dengan seksama.
"Saya Vito temannya Lala," suara berat nan lembut, menggema masuk ke telinga Chika saat dia melempar tatapan bingung ke laki-laki itu. Chika buru-buru berdiri dan menjabat tangan yang sudah dari tadi disodorkan di depan Chika. Dia jadi kikuk.
"Chika," hanya dijawab anggukan oleh lawan bicaranya.
Benar yang dikatakan Lala, laki-laki ini bicaranya formal. Chika mencoba curi-curi pandang ke arah Vito. Cukup keren, itu yang terbesit dipikiran Chika saat ini. Dengan setelan kaos dilapisi kemeja flanel yang lengannya digulung sedikit, mematahkan dugaan Chika mengenai Vito sebelumnya. Jujur, saat Lala berkata kalau Vito itu bicaranya formal, ia sudah berpikiran jelek, ia membayangkan kalau Vito ini memiliki penampilan yang kuno, cupu, atau apalah yang gak banget.
Lagi-lagi sebenarnya Chika tak peduli bagaimanapun bentukannya, Chika juga manusia, yang suka menerka-nerka hanya berdasar pendapat seseorang. Chika cukup terkesima dengan laki-laki dewasa di sebelahnya ini. Chistian, Sigit, Febi, atau siapalah yang mendekatinya, mereka tak diragukan lagi ketampanannya di sekolah. Jika dibanding mereka, terutama Sigit yang menurut Chika paling tampan, Vito ini juga tidak kalah tampan. Tapi, Chika menangkap sesuatu yang beda yang tak Chika temui dari semua laki-laki yang mendekatinya. Apa ya? Kharisma? Entah. Rahang tegasnya, tubuh tegapnya, benar-benar memberi kesan beda di mata Chika. Ya, dia hanya kagum, itu saja.
"Mau saya bawakan?" Chika tersentak saat Vito mencoba meraih kopor Chika. Lagi-lagi dia menangkap sirat kegugupan dari Vito, tapi pria itu cukup pintar mengendalikan dirinya.
"Gue.. eh emm aku bisa sendiri kok kak," Chika bahkan bingung harus menggunakan sebutan apa mengingat Vito menyebut dirinya saya.
"Gakpapa,"
"Jadi gak enak, kak,"
"Justru saya yang gak enak biarin perempuan bawa-bawa barang berat sendiri, sedangkan ada saya yang lebih pantas buat bawa," yang tak Chika duga adalah, ternyata orang ini tidak pelit omongan. Setidaknya, setidaknya, Chika sedikit bernafas lega, karena dia mungkin tak perlu lagi pusing memikirkan tema apa yang akan ia usung untuk berbicara dengan Vito. Semoga.
YOU ARE READING
Rhythm Of Love
Fanfiction"Jika memang cinta membawa sebuah ketenangan jiwa, maka pada detak jantunglah Chika memasrahkannya" Yessica Tamara-Alvito Fadran Hai kembali lagi dengan cerita saya yang mungkin ga jelas. Saya cuma ingin menuangkan apa yang ada di pikiran. Semoga te...