1. Bangcat

40.2K 2.6K 127
                                    

Happy reading 🤗
.
.
.

Gila!

Ini benar-benar gila!

Rasanya seperti de javu. Sayangnya, yang ini tidak mengenakkan. Kalau disuruh memilih, tentu saja aku mau mengalami hal yang sama itu dalam konteks yang menyenangkan. Ketemu Adipati Dolken, misalnya? Bukannya malah ketemu orang itu!

"Kalem dong, minumnya. Gue nggak bakal rebut, ini."

Aku berdecak, kembali menandaskan isi dari botol berukuran sedang yang hanya tinggal seperempat. Seseorang di depanku menopang dagu, tersenyum-senyum mengamatiku.

"Gue emang cantik, imut, manis dan ngegemesin. Tapi nggak usah gitu juga ngeliatinnya. Kalau lo jatuh cinta, gue males ngurusin hati berondong. Ribet!"

Mendengar ucapanku yang penuh percaya diri, namun merupakan sebuah kebenaran hakiki, dia mengumpat kecil. Aku malah semakin memasang pose tercantik yang kupunya. Dia semakin mengernyit jijik. Lumayanlah menggoda anak ini, rasa takut dan gemetarku cukup terlupakan.

"Ngapain sih tadi lo lari-larian gitu? Keluar dari gang sepi, lagi. Mojok sama Mas Gende, jangan-jangan?"

"Mas Gende siapa?" Perasaan, aku tidak punya teman atau kenalan dengan nama itu

"Masa nggak kenal? Jahat banget lo!"

"Emang nggak tahu!"

"Itu lho, Mas Gende-" Dia menyengir, menaikturunkan alis. "-ruwo!"

"Sialan!" Aku spontan melempar pipet bekas minuman ke wajahnya, yang membuat dia mengernyit jijik.

"Jorok lo!"

"Abisnya lo kalau ngomong suka sembarangan." Bibirku tercebik. "Kalau ketemu Mas Gende, gue nggak bakal kabur kayak tadi. Malah gue ajak kongkow bareng!"

Dia tertawa. "Iya juga ya? Lo kan sejenis sama dia."

"Terserah!"

Tawanya makin keras. Aku mengusap wajah, menengok ke kanan kiri yang untungnya cukup sepi. Hanya pegawai minimarket 24 jam ini yang melongok keluar, mungkin mencari tahu siapa yang membuat keributan di jam setengah sebelas malam ini. Ini anak benar-benar bikin malu saja!

"Bisa nggak suara lo dikecilin dikit?" Aku menatapnya sinis. "Dilihat degem-degem, tahu rasa lo!"

Peringatanku membuatnya sedikit menurunkan volume suara. Walaupun tetap ada saja bantahan dari mulutnya yang susah diam itu.

"Degem nggak bakal keluyuran malem-malem gini."

"Siapa tahu ngikut seniornya yang geblek?"

"Gue senior idaman."

Aku memutar bola mata. "Terserah!"

Dia tertawa lagi. Lalu menumpukan kedua siku di atas meja, dan sedikit mencondongkan tubuh ke arahku. "Gue serius. Tadi ngapain lo lari dari gang itu? Dikejar preman?"

Menghela napas, aku mengangguk samar. "Semacam itu sih. Bukan dikejar, tapi ngelihat doang."

"Lo ada utang sama preman?"

Mendelik, aku menggeplak kepalanya. "Emang muka gue ada tampang-tampang dililit utang? Sorry to say, uang bokap gue nggak bakal habis kalau cuma buat nampung sepuluh Agnesia Sinta, apalagi cuma seorang YouTuber nggak laku bernama Mahardika Dewa."

"Subscribers satu koma lima juta lo bilang nggak laku? Lo nggak lihat banyaknya fans gue mulai dari bocah yang pakai celana aja belum bener sampai emak-emak yang kalau naik motor mau belok nggak nyalain lampu sein tapi nggak sudi disalahin?" Dewa berdecak sombong. "Kalau mereka dengar, bisa abis lo."

Aww-dorable You (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang