Part 2

3 0 0
                                    

"Cowok itu udah ambil gitarnya, Din?" tanya Sheila saat sadari gitarnya telah tiada.

"Iya, udah. Lagian lo sih.. Bukannya bilang kalo cowok itu, cowok yang beli gitar di studio kita."

"Ya mana gw tau namanya siapa."

"Namanya tu Farrel." Balas Dinda.

"Iya. Farrel." Sheila mengimitasi Dinda.

Dinda sedang membalas kiriman Farrel.

"Lo lagi WA siapa sih?" Tanya Sheila.

"Gw hari ini pulang duluan ya. Soalnya gw mahu nyusul anak anak."

"Lho. Bukan kemarin lo udah ke sana?"

Dinda meletak hape. Dia kembali ke laptop untuk membalas email.

"Mereka ada nitip beliin barang. Jadi nanti gw ke toko dulu, baru ke sana." Kata Dinda. Sheila sekedar mengangguk.


-

Sore itu, Dinda menunggu Farrel di Taman Menteng.

"Sorry gw telat." Farrel berlarian ke arah Dinda.

"Gak papa. Aku juga baru nyampeh kali. Ya udah yuk."

Dinda mengajak untuk pergi tapi tangan Farrel reflex memegang tangan Dinda.

"Sebelum kita ke sana, kita ke toko mana gytu. Aku mahu beliin sesuatu untuk mereka. Tadinya aku mahu beli, cuma aku gak tau keperluan mereka tu seperti apa. Jadi aku minta tolong kamu ya?" Kata Farrel. Dinda sudah terkedu saat Farrel memegang tangannya dan Farrel sama sekali tidak sadari perbuatan itu.

Farrel menatap Dinda yang kea kebingungan. Lalu dia sedar kalo dia sedang memegang tangan Dinda. Dengan pantas Farrel melepasnya.

"Sorry sorry. Aku gak sengaja. Reflex tadi."

"Iya. Ah.. Ya udah kita ke Gedung Menteng aja."

"Ya. Yuk."

Keduanya kembali berjalan.

Ini baru pertama kali Dinda berjalan dengan seorang cowok. Apalagi, sampai mahu belanja. Serasa seperti pasangan yang mahu belanja untuk anak anak. Dinda benar benar rasa beruntung sekali.

Ternyata, Farrel itu anaknya asik banget. Suka gombal, suka bercanda dan ngelawak. Tapi dalam semuanya, Farrel sangat dewasa. Dinda merasakan Farrel itu tipe semua wanita. Udah ganteng, baik hati, murah hati.


-


"Assalamualaikum." Dinda memberi salam sebaik mereka tiba di rumah Bu Nini.

Anak anak menjawab salam sekali itu langsung berlari mendapatkan Dinda. Semua memeluk Dinda. Farrel tersenyum melihatnya.

"Kak Dinda datang ke sini lagi?" Tanya salah satu anak itu yang bernama Dodit.

"Emank kak Dinda gak boleh sering sering ke sini?" Tanya Dinda.

"Boleh kak. Melati kangen sama kak Dinda."

Dinda mengusap kepala Melati.

"Ini siapa kak?" Tanya Mawar pula. Dia menujukan pada Farrel.

"Ini teman kakak. Namanya Farrel. Kak Farrel."

Ketiganya kompak sapa bersama. "Hello kak Farrel!"

"Hallo." Farrel kembali menyapa mereka.

"Ibu mana, de?" Tanya Dinda pada mereka.

"Ibu ada di dalam kak. Ibu sakit." Kata Mawar, anak pertama Bu Nini yang berusia 10 tahun.

Dinda menoleh pada Farrel. Dia kemudian ke dalam, diikuti Farrel.

"Ibu..." Panggil Dinda dengan lembut. "Kata Mawar, Ibu sakit? Kita ke doktor ya, Bu?"

Bu Nini terbatuk. "Gak usah. Tadi Ibu udah makan obat koq. Yang kemarin kamu beli buat Ibu."

Bu Nini terbatuk lagi. Melarat.

"Keanya, Ibu harus ke klinik deh. Takut tambah parah." Giliran Farrel yang bicara.

"Gak usah, den. Ibu baik baik aja koq. Tapi.. Ini siapa ya? Ibu gak pernah lihat kamu."

"Saya Farrel, Bu. Temannya Dinda." Farrel bersalaman dengan Bu Nini, sekalian memperkenalkan diri.

"Teman.. Atau pacar?" Dalam sakit, terselit juga gurauan Bu Nini.

"Teman koq, Bu." balas Dinda. Dia jadi malu dengan ucapan Bu Nini tapi Farrel santai aja.

Sore itu, mereka menemani Bu Nini dan anak anak. Dinda memasak untuk mereka dengan bahan bahan yang ada udah mereka beli tadi.

Farrel turut membantu Dinda seketika sebelum dia keluar untuk menemani Bu Nini. Sesudah itu, dia malah bermain dengan anak anak di luar. Ketiga anak itu rasa bahagia sekali bisa bermain bersama meskipun hanya bermain bola iaitu permainan cowok.

Dinda sempat mengintai mereka ketika dia menghidangkan makanan untuk mereka makan. Setelah selesai, dia memanggil Farrel dan anak anak itu untuk masuk dan makan.

Tawa canda menghiasi rumah itu. Farrel disenangi oleh mereka semua. Dinda sekedar senyum dan perhatikan. Ada kala dia ikut bicara dan bergurau senda bersama.

Selesai makan, ketiga anak itu duduk berkumpul, mendengar Farrel bercerita. Sangat semangat Farrel bercerita. Dia menggunakan gaya dan bahasa tubuh saat bercerita. Dinda dan Bu Nini yang ada disitu turut terhibur dengan cerita Farrel.

Tiba-tiba cinta datang kepadaku
Saat ku mulai mencari cinta
Tiba-tiba cinta datang kepadaku
Ku harap dia rasakan yang sama

Ada sesuatu saat ku melihat dia
Ada getaran membuatku rindu
Senang hatiku saat ku dengar suaranya
Ingin selalu ada di dekatnya

Saat ku sendiri ku bayangkan dia
Datang padaku dengan cinta
Di keramaian ku merasa sepi
Saat tak ada dirinya

Tiba-tiba cinta datang kepadaku
Saat ku mulai mencari cinta
Tiba-tiba cinta datang kepadaku
Ku harap dia rasakan yang sama

Ada sesuatu saat ku melihat dia
Ada getaran membuatku rindu
Senang hatiku saat ku dengar suaranya
Ingin selalu ada di dekatnya

Saat ku sendiri ku bayangkan dia
Datang padaku dengan cinta
Di keramaian ku merasa sepi
Saat tak ada dirinya

Tiba-tiba cinta datang kepadaku
Saat ku mulai mencari cinta
Tiba-tiba cinta datang kepadaku
Ku harap dia rasakan yang sama

Ada sesuatu saat ku melihat dia
Ada getaran membuatku rindu
Senang hatiku saat ku dengar suaranya
Ingin selalu ada di dekatnya

Saat ku sendiri ku bayangkan dia
Datang padaku dengan cinta
Di keramaian ku merasa sepi
Saat tak ada dirinya

Tiba-tiba cinta datang kepadaku
Saat ku mulai mencari cinta
Tiba-tiba cinta datang kepadaku
Ku harap dia rasakan yang sama

Ada sesuatu saat ku melihat dia
Ada getaran membuatku rindu
Senang hatiku saat ku dengar suaranya
Ingin selalu ada di dekatnya

Saat ku sendiri ku bayangkan dia
Datang padaku dengan cinta
Di keramaian ku merasa sepi
Saat tak ada dirinya

Tiba-tiba cinta datang kepadaku
Saat ku mulai mencari cinta
Tiba-tiba cinta datang kepadaku
Ku harap dia rasakan yang sama

Ada sesuatu saat ku melihat dia
Ada getaran membuatku rindu
Senang hatiku saat ku dengar suaranya
Ingin selalu ada di dekatnya

Saat ku sendiri ku bayangkan dia
Datang padaku dengan cinta
Di keramaian ku merasa sepi
Saat tak ada dirinya

Tiba-tiba cinta datang kepadaku
Saat ku mulai mencari cinta
Tiba-tiba cinta datang kepadaku
Ku harap dia rasakan yang sama

Tiba-tiba cinta datang kepadaku
Saat ku mulai mencari cinta
Tiba-tiba cinta datang kepadaku
Ku harap dia rasakan yang sama

Ku harap dia rasakan yang sama
Ku harap dia rasakan yang sama
Ku harap dia..ku harap dia rasakan yang sama
Ku harap dia rasakan..rasakan yang sama

-

Hari sudah mulai malam. Saatnya untuk mereka pulang.

"Kak Farrel. Nanti, Kak Farrel datang lagi kan?" tanya Dodit.

"Insya Allah. Kalo Kak Farrel udah gak sibuk, Kak Farrel ke sini ya."

"Nanti kita bisa main lagi. Kali ini kita akan menyanyi." ucap Mawar.

"Kamu mahu nyanyi bareng kak Dinda?" tanya Melati.

"Iyalah. Kak Dinda kan suaranya bagus. Kalo sama aku, lagi bagus lah."

Mereka tertawa mendengar kepedean Mawar. Kecil kecil udah pede gytu.

"Nanti kita datang ya." Kata Dinda pula. "Ibu. Kita pamit pulang dulu ya."

Dinda dan Farrel bersalaman dan pamit dengan mereka semua. Mereka pulang berjalankan kaki.


-


"Farrel." Panggil Dinda dengan lembut.

"Hm?" Jawab Farrel.

"Makasih ya. Kamu udah temani aku. Kamu udah bahagiain anak anak tadi. Mereka senang sama kamu." ucap Dinda. Dia tak menyangka kalo Farrel turut prihatin golongan seperti ini.

"Iya sama sama. Lagian, kan aku sendiri yang pengin ikut kamu. Main sama mereka tadi, rasanya tenang banget."

Dinda mengangguk, tanda setuju sama Farrel.

"Aku bisa kan, sering sering ke sini?" Farrel meminta izin Dinda.

"Ya mahu datang, datang ajalah. Lagian mereka kan nyaman sama kamu. Pengin kamu juga datang lagi kan? Gak usah nunggu aku lah." Balas Dinda.

"Ya.. Aku cuma minta izin aja.. Takutnya nanti kamu cemburu lagi mereka dekat banget sama aku dari kamu."

"Emank aku separah itu. Ngak lah. Ngapain juga aku cemburu. Ya setidaknya, mereka punya peneman lain selain aku."

Farrel mengangguk. "Iya sih.."

Dinda tertawa mendengar jawapan Farrel.


-

Hujung minggu tiba. Rutin Dinda dan Sheila untuk ke rumah Bu Nini untuk meluang waktu bersama anak anak itu. Mereka telah tiba sejak siang tadi. Sudah selesai makan juga.

Dinda sedang mengajar mereka di belakang rumah. Sheila membersih halaman rumah. Farrel datang dan memberi salam.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam." Jawab Sheila dan kemudian dia mengangkat kepala. Farrel dan Sheila saling memandangi.

"Kamu disini?" Tanya Farrel pada Sheila. Sheila berkerut dahi. Harusnya pertanyaan itu ditujukan pada Farrel. Ngapain juga dia disini?

"Kak Farrel!" Ketiga anak itu langsung menyapa Farrel. Dari belakang sudah mereka mendengar suara Farrel.

"Hello adik adik? Lagi ngapain?" tanya Farrel.

"Lagi diajar sama Kak Dinda." kata Mawar

"Oh ya?" Ucap Farrel.

"Kamu gak bilang mahu ke sini." Tanya Dinda. Sheila menoleh pada Dinda. Ada gerangan apa diantara mereka berdua? Kenapa Sheila gak tau apa apa?

"Pengin surprisein mereka aja. Taunya, aku yang dikejutkan sama kehadiran kalian."

"Kan aku udah bilang, kalo tiap hujung minggu, aku akan ke sini untuk luangin waktu sama mereka." Kata Dinda. "Oh ya. Kenalin. Ini teman aku. Teman kerja aku juga. Partner kerja. Namanya Sheila. Shei. Ini Farrel. Cowok yang lo benarin gitar itu."

"Hi." sapa Farrel.

"Hi." - Sheila

"Ya udah adik adik. Kita sambung belajar yuk di belakang. Yuk."

"Ayo. Semangat ya belajarnya." Kata Farrel memberi mereka semangat. Keempatnya hilang dari pandangan mereka.

"Sini biar aku bantu." Kata Farrel. Dia meletak barang lalu menghampiri Sheila, ingin mengambil pegangan sapu dari Sheila.

"Eh gak usah. Aku bisa sendiri koq. Udah biasa."

"Udah aku aja. Kamu kan udah dari tadi."

Keduanya malah merebut penyapu tersebut dan alhasil tangan saling memegang satu sama lain. Mata mereka saling memandangi satu sama lain.

"Udah aku aja. Kamu istirehat dulu." Kata Farrel. Akhirnya Sheila mengalah dan membiarkan Farrel yang membersihkan halaman rumah. Dia duduk di atas pangkin kayu.

Farrel senyum melihat wajah cemberut Sheila ketika dia harus mengalah. Farrel menggelengkan kepala.

Dinda sibuk dengan tiga adik itu. Jadinya, Farrel dan Sheila malah meluang waktu bersama. Sheila coba sedaya upaya untuk berjauh dari Farrel, tapi Farrel seakan tak mengerti dan terus saja mendekati Sheila. Gemes lihat Sheila yang seakan jual mahal, cemberut, marah.

"Kamu tu apa apaan sih?" Tanya Sheila saat dia sudah tak tahan dengan sikap Farrel.

"Apa? Aku kan cuma pengin bantu." Kata Farrel yang kemudian mengangkat ember.

"Kamu kan bisa cari kerja lain. Ngapain bantu aku terus. Aku tu udah biasa tau." ucap Sheila. Dia berpeluk tubuh.

"Kamu tu jadi cewek galak banget ya. Santai donk."

Sheila menjeling matanya. Dinda yang ingin ke kamar mandi, terpandang pertengkaran kecil diantara Sheila dan Farrel. Entah mengapa, rasa cemburu di hati. Ingin menyapa, Dinda terasa ingin muntah. Dia segera berlari ke kamar mandi.

Di kamar mandi, Dinda batuk kuat sehingga keluar darah. Dinda terkejut melihatnya.

"Din. Dinda? Dinda lo di dalam?" Sheila mengetuk pintu kamar mandi. Dia terpandang Dinda tadi berlari ke dalam.

"Din lo gak papa?" Sheila bertanya lagi saat tiada response.

Pintu kemudian dibuka.

"Lo kenapa?" tanya Sheila.

"Gak papa koq. Lo mahu pakai ya?" Tanya Dinda pula.

Sheila menggelengkan kepala. "Gw lihat lo lari ke kamar mandi. Makanya gw nyusul. Takutnya lo kenapa kenapa."

"Gw gak papa koq. Yuk." Dinda pergi. Sheila pun menyusul.


Dinda gak ke studio lagi. Hanya ada Sheila. Dia yang mengambil pesanan, dia yang menerima pesanan, dia yang melayani pelanggan pelanggan. Merasa capek, namun dia harus melakukan kerja juga karna Dinda absen juga atas alasan dia tidak sihat. Dan dia tak mahu menangguh pekerjaan pada esok hari.

Sheila menutup studio pada siang hari karna dia mahu makan tengahari. Biasanya, kalo berdua, pasti Dinda atau dirinya sendiri yang membeli lalu mereka makan di studio. Tapi disebabkan hari ini dia sendiri, jadi dia menutup studio deh.

Sheila tak pergi jauh. Dia ke warung yang berdekatan, sekitar 10 menit perjalanan. Dia pun memesan makanan dengan tukang jual. Saat ingin membayar, tasnya malah dirampok. Sheila panik.

"Tas gw! Hei!! Pak bentar ya pak."

Sheila malah mengejar perampok tersebut.

"Woy jangan kabur lo! Tas gw! Balikkin! Woy!!"

Sheila terus mengajar. Saat berlari, perampok tersebut ditendang oleh seseorang. Sheila terkejut. Lelaki itu menoleh padanya. Farrel?

Farrel malah berlawan dengan perampok tersebut. Saat ditindas, perampok itu malah melarikan diri tapi tas dapat diselamatkan oleh Farrel.

"Tas kamu." Farrel menghulurkan tas Sheila. Sheila mengambilnya.

"Makasih." Ucap Sheila.

"Coba diperiksa. Kalo ada apa apa yang hilang. Kalo ada, kita buat laporan polis aja."

Sheila menurut dan periksa. Gak ada yang hilang. Memang gak lah. Belum sempat mahu rampok, udah ditendang sama Farrel.

"Makasih ya sekali lagi." Farrel sekedar mengangguk.  Dia kemudian ingin beranjak pergi.

"Farrel."

Farrel berhenti dan toleh pada Sheila.

-

Nyatanya, Sheila mengajak Farrel untuk makan siang bersama. Ya sebagai tanda terima kasih juga karna Farrel udah bantu dia.

"Dinda mana? Gak ikut makan siang?" Tanya Farrel ketika mereka sedang makan.

"Dinda gak ke studio hari ini. Dia sakit. Istirehat di rumah." balas Sheila. Farrel seraya angguk.

"Kamu koq bisa dekat sama Dinda? Sejak kapan?"

"Kenapa? Kamu cemburu?" Farrel bertanya kembali.

"Ngapain aku cemburu sama sahabat aku sendiri. Lagian, aku dan kamu kan gak ada apa apa. Kenal juga baru." Jelas Sheila.

Farrel mengelap mulutnya. "Ya.. Aku kemarin kepergok dia ngamen di jalanan. Aku heran aja, kenapa Dinda ngamen. Jadi aku ikutin dia. Taunya.. Dia ngamen untuk sara keluarga Bu Nini. Aku terharu sama tindakkan dia. Jaman sekarang, masih ada lagi orang kea Dinda. Yang berbuat baik pada orang lain, dengan cara susah."

"Dinda memang gytu. Dia tu mandiri. Gak terlalu berharap pada papanya. Pada harta papanya."

Farrel mengangguk. "Kamu benar. Sifat pemurah hatinya Dinda, bisa terlihat dari cara dia melayani keluarga Bu Nini."

Sheila senyum mendengarnya. Farrel memandangi Sheila. Senyumannya manis sekali. Sheila kemudian sadari Farrel sedang memandanginya.

"Kamu ngapain liatin gytu."

"Gak ada apa apa. Pengin lihat aja. Matakan untuk dilihat." balas Farrel, selamba saja.

-

Sheila begitu sibuk melayani pelanggan. Di depannya, lewat telefon. Sehinggakan dia tak mampu membantu pelanggan yang sedang melihat peralatan musik. Belum lagi mereka yang tempah bilik studio untuk jamming.

Farrel masuk ke dalam studio dan melihat kesibukkan Sheila. Dia terpaksa berlari sana sini demi menyenangi hati para pelanggan. Mata Farrel kemudian sadari pada bungkusan nasi di meja. Pasti Sheila belum makan siang lagi.

"Ada yang bisa aku bantu?" tanya Farrel pada Sheila.

"Gak papa. Aku bisa koq."

"Mbak. Catalog piano ada gak?" salah satu dari pelanggan telah memanggil Sheila.

"Iya bentar ya." Balas Sheila. Dia sedang melayani pelanggan lain. Farrel dengan sukarelanya menghulurkan bantuan. Dia mengambil catalog lalu berikan pada pelanggan tersebut.

Sheila melihat tindakkan Farrel. Farrel sudah melayani pelanggan kedua setelah memberikan catalog itu pada pelanggan lainnya. Sheila pun membiarkan saja.

Malah, dia turut memberitahu Farrel di mana bisa dapat peralatan musik seperti gitar, biola dll. Sheila menetap terus di kaunter untuk menjawab panggilan serta membalas email. Farrel membuka bungkusan nasi Sheila. Dia menyuruh Sheila makan. Saat dia mahu makan, dia dipanggil oleh pelanggan. Farrel malah maju dan minta Sheila untuk lanjut makan. Akhirnya, Sheila bekerja sambil makan.

Sekitar jam tiga setengah sore, barulah kelihatan susut. Sudah tak rame pelanggan. Sheila menghulurkan sebotol minuman pada Farrel.

"Makasih ya." Ucap Sheila.

"Sama sama. Dinda masih belum masuk?" Tanya Farrel sebelum minum.

"Belum."

"Dinda sakit apa emanknya?"

Sheila mengangkat bahu. Dinda juga tak kabarinya. "Dia cuma bilang gak enak badan aja. Butuh istirehat."

"Memang selalu rame atau ada acara promosi atau gy mana nih?" Tanya Farrel. Dia tak menyangka, membuka studio bisa menarik rame orang sehinggakan susah untuk mengurus sendiri.

"Ya...lihat musim. Kadang rame, kadang ngak. Kadang, gak ada pelanggan sama sekali. Nanti aku sama Dinda malah karaokean di studio."

"Oh ya?"

Sheila mengangguk. Sebenarnya, membuka studio ini bukanlah satu hal yang mudah. Karna tak semua orang yang menggemari musik. Dan kalo mahu beli peralatannya juga, bukan kea kaos - setiap hari bisa aja beli. Tapi peralatan musik, kalo dibutuhkan, baru beli. Kalo gak butuh, ya biarin aja pajangan di situ.

"Tapi aku salut deh. Kalian bisa bertahan sampai sekarang. Udah setahun kan, kalo gak salah aku. Dinda yang bilang."

"Iya. Udah hampir setahun. Ya.. namanya juga bisnis kan. Pasti ada turun naiknya donk." balas Sheila. Mata masih menatap laptop, membaca email.

"Oh my god!"

"Kenapa?" tanya Farrel saat Sheila mengejutkan dia.

"Aku lupa. Aku harus hantar pesan ke rumah. Astagar. Koq gw bisa lupa sih. Mana barangnya gw belum siapin lagi."

"Emank harus hantar apa?"

"Ya piano sama drum set. Ada orang pesan. Aku lupa sih. Adu..."

Sheila segera bangun dan ke belakang. Dia kemudian keluar untuk menghubungi supir mereka.

"Aku bantu kamu deh. Ya?"

Sheila menoleh pada Farrel. Hatinya tercuit dengan sikap prihatin Farrel, apalagi kalo bicaranya lembut sekali. Bisa bikin  dia meleleh.


-


Sheila dan Farrel telah selesai menghantar peralatan musik di rumah orang.

"Makasih ya Pak." Ucap Sheila pada pelanggannya. Dia menghampiri Farrel yang ada di van.

"Kita mahu ke mana setelah ini, mbak?" Tanya Farrel pada Sheila.

"Pulang lah. Udah capek juga nih."

"Capek? Aku baru mahu ajak kamu makan. Aku lapar tau, belum makan." kata Farrel dengan nada manja.

"Iih.. genit banget sih. Emank kamu belum makan dari tadi?" Tanya Sheila.

Farrel menggelengkan kepala.

"Ya udah deh. Aku temanin kamu. Habis itu kita langsung pulang ya?" kata Sheila. Farrel mengangguk.

Mereka pun Grand Indonesia.

"Lho, katanya mahu makan?" Sheila bertanya pada Farrel.

"Iyalah. Tapi, kali ini berbeda." Balas Farrel sambil melihat cermin kiri dan kanan untuk memakir.

"Apa yang beda?" Tanya Sheila lagi.

"Bedanya.. Kita akan nonton sambil makan popcorn deh." Kata Farrel, seperti orang tak bersalah. Sheila tercangang.

"Nonton? Kata siapa aku mahu nonton. Gak gak, aku gak mahu." ucap Sheila.

"Ya, Shei. Jangan gytu donk. Ada movie baru tau."

"Tapi aku gak mahu." Sheila berpeluk tubuh.

Farrel selesai memakir. Dia menoleh pada Sheila.

"Kamu tu bikin gemes deh kalo cemberut begitu. Rasanya tu..."

Sheila berkerut. Dia menanti lanjutan Farrel. Namun apa yang Farrel lakukan adalah, mencubit pipi Sheila.

"Aw!" Sheila menggosok pipinya.

"Kalo kamu cemberut gytu, pipi kamu tu.. Bulat tau gak."

"Enak aja kamu. Ngatain aku sembarangan."

"Boleh ya? Kita nonton. Ya?" Farrel merayu lembut pada Sheila. Sheila terkedu. Dia memandang Farrel.

Dan sore itu, Sheila dan Farrel meluang waktu bersama.

Dari menonton, jalan jalan sehinggalah makan malam bersama. Serasa dunia ini milik mereka berdua. Sheila mulai merasa nyaman dengan Farrel apatah lagi Farrel tu sikapnya gentle banget. Kelucuan ditambah dengan kekonyolannya membuat hati Sheila menjadi cenat cenut. Apakah ini yang dinamakan cinta?

Tiba-tiba cinta datang kepadaku
Saat ku mulai mencari cinta
Tiba-tiba cinta datang kepadaku
Ku harap dia rasakan yang sama

Ada sesuatu saat ku melihat dia
Ada getaran membuatku rindu
Senang hatiku saat ku dengar suaranya
Ingin selalu ada di dekatnya

Saat ku sendiri ku bayangkan dia
Datang padaku dengan cinta
Di keramaian ku merasa sepi
Saat tak ada dirinya

Tiba-tiba cinta datang kepadaku
Saat ku mulai mencari cinta
Tiba-tiba cinta datang kepadaku
Ku harap dia rasakan yang sama

Ada sesuatu saat ku melihat dia
Ada getaran membuatku rindu
Senang hatiku saat ku dengar suaranya
Ingin selalu ada di dekatnya

Saat ku sendiri ku bayangkan dia
Datang padaku dengan cinta
Di keramaian ku merasa sepi
Saat tak ada dirinya

Tiba-tiba cinta datang kepadaku
Saat ku mulai mencari cinta
Tiba-tiba cinta datang kepadaku
Ku harap dia rasakan yang sama

Ada sesuatu saat ku melihat dia
Ada getaran membuatku rindu
Senang hatiku saat ku dengar suaranya
Ingin selalu ada di dekatnya

Saat ku sendiri ku bayangkan dia
Datang padaku dengan cinta
Di keramaian ku merasa sepi
Saat tak ada dirinya

Tiba-tiba cinta datang kepadaku
Saat ku mulai mencari cinta
Tiba-tiba cinta datang kepadaku
Ku harap dia rasakan yang sama

Ada sesuatu saat ku melihat dia
Ada getaran membuatku rindu
Senang hatiku saat ku dengar suaranya
Ingin selalu ada di dekatnya

Saat ku sendiri ku bayangkan dia
Datang padaku dengan cinta
Di keramaian ku merasa sepi
Saat tak ada dirinya

Tiba-tiba cinta datang kepadaku
Saat ku mulai mencari cinta
Tiba-tiba cinta datang kepadaku
Ku harap dia rasakan yang sama

Ada sesuatu saat ku melihat dia
Ada getaran membuatku rindu
Senang hatiku saat ku dengar suaranya
Ingin selalu ada di dekatnya

Saat ku sendiri ku bayangkan dia
Datang padaku dengan cinta
Di keramaian ku merasa sepi
Saat tak ada dirinya

Tiba-tiba cinta datang kepadaku
Saat ku mulai mencari cinta
Tiba-tiba cinta datang kepadaku
Ku harap dia rasakan yang sama

Tiba-tiba cinta datang kepadaku
Saat ku mulai mencari cinta
Tiba-tiba cinta datang kepadaku
Ku harap dia rasakan yang sama

Ku harap dia rasakan yang sama
Ku harap dia rasakan yang sama
Ku harap dia..ku harap dia rasakan yang sama
Ku harap dia rasakan..rasakan yang sama

DilemaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang