41

35K 3.8K 443
                                    

Berbicara soal kata 'horny' yang sempat Jihye sebutkan dua jam yang lalu, wanita itu sebetulnya nampak biasa saja. Memangnya siapa yang tidak mengerti dengan istilah tersebut? Sepolos-polosnya Jihye, bukan berarti ia tidak mengetahui apa pun soal hal-hal berbau dewasa. Apalagi wanita Park itu pernah mengenyam pendidikan di luar negeri. Tentu saja kata tersebut bukanlah suatu hal yang patut untuk dibesar-besarkan.

Jihye dan Jungkook telah selesai mencoba gaun dan jas pernikahan mereka yang akan dilangsungkan satu bulan lagi. Setelah itu Jungkook mengajak Jihye untuk mampir ke restoran yang paling dekat dari butik sebab perutnya sudah sangat lapar sejak satu jam yang lalu.

"Koo, kalau aku mengundang salah satu temanku dari Belanda di pernikahan kita boleh, 'kan?" Jihye melayangkan pertanyaan sebelum meletakkan kedua lengan yang terlipat di atas meja makan.

Jungkook meninggalkan layar ponselnya yang menampilkan beberapa dokumen yang Im Nala kirimkan melalui surelnya. "Siapa?" jawab Jungkook balas bertanya.

"Ahn Sora," jawabnya kemudian. Jihye sejenak menegakkan punggung manakala makanan yang mereka pesan telah datang. "Hanya dia teman satu-satunya yang aku punya."

Jungkook lekas mengangguk. "Aku juga boleh mengundang salah satu temanku, bukan?"

"Tentu saja. Kau boleh mengundang siapa pun," sahut Jihye santai. Wanita itu lekas menyantap steak yang ia pesan. Tanpa suara, ia mulai menikmati makan siangnya yang sudah telat beberapa jam lalu.

Jihye terlalu lama di butik lantaran ia harus mengukur perut pada gaun yang akan ia pakai nanti. Tidak ingin kekecilan—atau bahkan kebesaran, Jihye ingin semuanya sempurna saat hari pernikahannya berlangsung. Wanita itu pun memaksa Jungkook untuk mengganti warna jasnya lantaran tidak cocok dengan gaun yang akan ia kenakan.

"Bagus. Aku akan mengundang Clara untuk datang."

Sejemang, Jihye menghentikan aktivitas mengunyahnya. Wanita itu menyipit sembari mendongak menatap Jungkook yang tengah asyik menyantap makanannya. Kemudian kaki Jihye menyenggol betis Jungkook kuat.

"Siapa Clara? Sepertinya aku pernah dengar nama itu," katanya dengan nada ketus. Tak dapat dipungkiri bahwa kali ini Jihye benar-benar dibuat semakin kesal setelah mengamuk di ruang kerja Jungkook dua jam silam. "Oh, mantan pacarmu yang dulu sering datang ke kantor saat aku masih menjadi sekretarismu, 'kan? Woah, hebat sekali. Kau mau mengundangnya?!"

Pria yang duduk di seberang Jihye bungkam. Padahal Jungkook hanya mencoba menggoda Jihye, tapi ternyata reaksi wanita itu di luar perkiraannya—apalagi saat Jihye mencubit punggung tangannya dengan keras lantaran ia tak kunjung bersuara.

Mengusap punggung tangan dengan bibir mengerucut sebab menggerutu kesakitan, Jungkook kemudian meringis. "Aku cuma bercanda, Jiy—astaga, aku bahkan tidak punya kontaknya sama sekali," ujar Jungkook.

"Jadi, kalau punya kontaknya kau akan tetap mengundangnya?"

"Tidak, Sayang ..." Jungkook menyapu pandangan ke penjuru restoran. Beruntung karena tidak ada orang yang melihat ke arah mereka saat ini. Bisa-bisa Jungkook malu karena mendapat amukan dari Jihye di tengah-tengah pengunjung restoran. Setelah itu mereka kembali bungkam. Syukurlah karena Jihye berhasil ditenangkan dengan usapan lembut di punggung tangan kirinya.

Jungkook diam-diam tersenyum. Membayangkan bagaimana air muka Jihye yang sedang kesal membuat perutnya seolah digelitik. Seandainya sejak dulu ia berani mencintai Jihye tanpa adanya rasa malu dan benci kepada dirinya sendiri, mungkin saat ini mereka telah menikah dan Jungkook bisa merasakan perhatian Jihye lebih banyak.

Dulu saat Jihye memergoki dirinya dan Minjae tengah berciuman, wanita itu tidak pernah menunjukkan ekspresi jengkel atau cemburunya. Ia hanya akan tersenyum dan menyimpan tangisnya sendirian. Jungkook paham betul bagaimana perasaan Jihye kala itu. Dia bukan hanya melukai hati Jihye, tapi juga mematahkannya.

Fiance ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang