Lima

41.9K 2.7K 190
                                    

"Dia bilang apa?" Bara ikut duduk disebelahku di ruang tengah. Sepertinya dia sedang berusaha ingin mengintimidasiku karena sengaja memojokkan aku dipojok sofa.

"Dia siapa?" aku berusaha tidak menghiraukan tatapan Bara yang penuh intimidasi, dengan tetap fokus menghadap televisi.

"Calvin."

"Ngapain sih kepo banget?"

"Kamu pacarku, Bi. Wajar dong, kalo aku marah tau mantan kamu masih ngehubungin kamu lagi!"

"Kamu marah?" kali ini aku menyerongkan tubuhku untuk menghadap sepenuhnya kearahnya. Sepertinya tatapan intimidasinya berhasil memperngaruhiku, karena kini aku jadi ikut memakai kata ganti aku-kamu padanya. Meskipun perubahannya tidak terlalu ketara, tapi aku bisa melihatnya dengan jelas bahwa muka Bara terlihat senang karena perubahan kata ganti yang kupakai saat berbicara dengannya.

"Aku cemburu."

"Terus?"

"Jangan berhubungan apapun lagi sama dia."

Ini adalah hari yang paling melegakan sekaligus membahagiakan. Tadi, Calvin meneleponku hanya untuk memberi kabar mengenai kondisinya saat ini di Aussie. Mengingat sudah sangat lama dia tidak memberi kabar sama sekali, sampai Om Hendra sempat cemas, mengkhawatirkan apakah anaknya itu masih hidup atau tidak. Aku sudah sempat mengirimkan banyak email dan pesan-pesan melalui berbagai social media. Biasanya, dia selalu memberiku kabar singkat selayaknya teman dekat. Setidaknya basa-basi sedikit, tidak benar-benar lost contact begini.

Cowok itu dengan girangnya mengatakan kalau dirinya baik-baik saja, dan tengah berkencan dengan cewek Indonesia yang sama-sama kuliah S2 disana. Bahkan dia juga menambahkan kalau dia sudah mengirimkan banyak foto-foto liburannya dengan cewek itu yang dia kirimkan pada email-ku. Meskipun hanya sebentar, karena sudah keburu diinterupsi oleh Bara, Calvin berjanji akan melanjutkan ceritanya di email nanti. Katanya, dia merasa sangat perlu menceritakan ini semua, agar melegakan hatiku, dan membuat aku tidak perlu cemas lagi.

Selain itu, Om Hendra juga yang menyuruh Calvin untuk meneleponku, mengingat kemarin aku sempat bertukar pesan dengan Om Hendra dan mengatakan kalau aku sama cemasnya dengan Om Hendra karena Calvin yang menghilang tanpa kabar.

Tentu saja ini adalah kabar paling bahagia yang berhasil mengangkat sebagian beban hidupku. Makanya sejak tadi aku tidak bisa menahan diri untuk tidak senyum-senyum. Membuat Bara geram sendiri, dan uring-uringan sejak tadi. Belakangan, melihat ekspresinya yang satu ini adalah kesukaanku. Jadi aku membiarkan dia menyimpulkan sendiri apa yang kira-kira diucapkan Calvin tadi sampai membuatku kegirangan sebegininya.

"Semuanya aja dicemburuin! Tadi cemburu ke Ben. Sekarang Calvin! Awas aja kalo habis ini cemburu ke Zio juga!" sungutku.

"Mengingat apa yang udah terjadi di masa lalu antara kamu sama Calvin, wajar kan, kalo aku cemburu?" Bara mendekatkan wajahnya padaku. Buru-buru aku langsung mendorong mukanya untuk menjauh. "Udah, nggak ada cium-cium lagi!"

Muka Bara berubah keruh mendengar laranganku. Dia menjauhkan wajahnya dariku, tapi tangannya merangkul pundakku, sehingga kini ujung pundak kami saling menempel.

"Kamu beneran mikir aku bakal selingkuh sama dia?"

Setelah menunggu satu menit, Bara tetap bergeming. Yang membuatku mengartikan kalau jawabannya adalah iya.

"Aku bukan kamu yang asal ninggalin orang seenaknya padahal udah ada komitmen. Walaupun aku masih kesel banget sama kamu, tapi dengan setujunya aku kalo kamu mau berusaha berjuang untuk hubungan kita, itu menandakan kalau aku mau berkomitmen sama kamu. Dan aku nggak akan semudah itu ngerusak komitmen kita, dengan kembali ke Calvin, atau berhubungan sama cowok lain."

Come Back to Bed 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang