"Iya om saya bakal jagain Rose,"Herman tersenyum simpul ke arah Taeyong, entahlah mengapa dirinya bisa begitu percaya kepada Taeyong untuk menjaga putrinya.
Herman meninggalkan ruangan, kini hanya tersisa Rose dan Taeyong.
Mata Taeyong sedari tadi memperhatikan gerakan garfik mesin monitor, memastikan jika gadisnya itu masih bernafas. Pria itu meraih pergelangan tangan Rose lalu menggenggamnya dengan erat.
Rose belum juga sadarkan diri, gadis itu telah pingsan selama 13 jam lamanya dan sekarang jam menunjukan pukul delapan malam.
Taeyong merasa bersalah karena telah membawa Rose pergi. Seharusnya dia lebih memikirkan kesehatannya dibandingkan keinginannya.
Saat sedang terlarut dalam pikirannya, tiba tiba saja gerakan jemari Rose mampu membuat Taeyong tersadar. Dengan cepat pria itu langsung menekan tombol bel, memanggil salah satu dokter untuk mengecheck keadaan Rose.
Tak berselang lama seorang dokter tiba ditempat, memeriksa kondisi Rose dan memastikan cairan infus berkerja dengan baik.
"Saya sarankan pasien harus banyak istirahat dikarenakan badannya masih lemah. Baik kalau begitu saya pamit undur diri,"setelah menyelesaikan ucapannya dokter itu keluar dari kamar inap untuk kembali menjalankan tugasnya.
Taeyong tersenyum lebar lalu kembali duduk di samping Rose, "Aku dari tadi nunggu kamu sadar tau gak!"protesnya.
Rose tersenyum kecil, "Makasih ya."Taeyong tersenyum simpul. Pria itu mengambil tangan Rose lalu dikecup singkat telapak tangan gadis itu.
"Jangan tinggalin aku lagi,"gumamnya pelan.
Saat suasana sedang hening tiba tiba Taeyong teringat tentang perkataan dokter yang tidak mengizinkan Rose keluar dari rumah sakit. Wajah pria itu seketika berubah menjadi murung, Rose yang melihat perubahan mimik wajah Taeyong merasa kebingungan.
Rose mengusap pelan pipi Taeyong, "Ada apa kok sedih? Cerita dong!"
Taeyong menggelengkan kepalanya, pria itu kembali meraih tangan Rose lalu membekapnya erat erat. "Maaf ya aku gak bisa penuhin permintaan kamu yang mau pergi ke base camp. Tadi aku udah berusaha mohon ke dokter, tapi kata dokter untuk sementara ini kamu gak boleh kemana mana."
Gadis itu tersenyum kecil hingga menampakkan gigi kelincinya,"Gak usah dipikirin kali Yong, lagian kapan kapan kita bisa kesana kok! Ada betulnya juga apa yang dokter bilang, kalau kondisi aku dari hari kehari semakin memburuk."
Taeyong menatap mata Rose sendu. Mendengar apa yang gadis itu ucapkan membuat hatinya terasa sakit. Memang betul apa yang Rose bilang, kondisi tubuh gadis itu malah semakin memburuk.
Kanker yang ada di tubuh Rose semakin ganas. Kanker itu satu persatu mulai mengambil apa yang gadis itu punya. Mulai dari rambutnya yang perlaha lahan mulai rontok. Kepalanya yang semakin membesar karena kebanyakan air mineral yang masuk ke dalam tubuhnya.
Matanya yang perlahan mulai membengkak. Dan tubuhnya yang berubah menjadi kurus kering bagai tak terurus.
Mata Taeyong melihat beberapa alat bantu yang sengaja dipasangkan agar Rose bisa bertahan hidup. Pasti lelah rasanya setiap hari harus menelan obat mentah mentah, pasti sesak rasanya bernafas menggunakan tabung oksigen, dan pasti capek rasanya harus menerima zat kimia masuk ke dalam tubuhnya secara paksa.
Membayangkannya saja membuat Taeyong ingin menangis di depan gadis itu, bagaimanapun dia adalah manusia yang butuh kebebasan dan bukannya malah disiksa seperti ini.
Taeyong mengusap pipi Rose pelan, mencium keningnya cukup lama hingga ia tak sadar jika sudah meneteskan air mata dipipinya. Taeyong melepas ciumannya menatap Rose lembut, rasanya tak tega melihat semua penderitaan yang gadis itu harus terima.
KAMU SEDANG MEMBACA
EveryLasting | Taeyong
Romance[Masih dalam tahap Revisi] "Rose izinin gue buat mewujudkan impian gue. Gue mohon Rose." Rose menutup matanya, "Yong." "Gue mohon Rose. Maaf kalau gue egois, tapi gue gak bisa tahan lagi sama hati gue." Aku, Rose tak pernah berharap akan mencintai s...
Part 22
Mulai dari awal