[AG] - Twenty Two

752 59 16
                                    


Andhika meringis ketika kapas yang dituangkan oleh alkohol itu menyentuh dahinya yang luka. Seorang wanita paruh baya yang tengah mengobatinya juga ikutan meringis, merasa ngilu dengan luka Andhika yang terlihat basah.

“Ya Tuhan, Andhika, kamu kenapa sih kok bisa jatuh dari motor gitu? Padahal yang tante tau kamu tuh jago banget soal ngendarain motor,” ucap Tata—Mama Fauzan yang duduk di sofa kamar Fauzan.

Di sampingnya, Andhika hanya tersenyum canggung. “Maaf ya, tante? Dhika jadi ngerepotin tante.”

“Ngerepotin apa? Nggak kok,” balas Tata seraya membereskan peralatan P3K ke dalam kotak berwarna putih. Wanita itu lalu bangkit dan menatap putra sulungnya. “zan, kamu beneran nggak ada yang luka?”

Fauzan yang tengah memainkan games, duduk di karpet berbulu menjawab, “Nggak, Ma. Fauzan tadi cuman jatuh doang nggak sampe berdarah.”

“Ya udah, Mama keluar dulu, ya.” Tata kembali menatap Andhika. “lain kali hati-hati kalo ngendarain motor. Untung Mama kamu belum tau soal ini. Kalo Mama kamu tau gimana?”

“Mungkin kalo Mama tau, sebelum diobatin, Dhika diceramahin dulu yang panjangnya melebihi jalan tol.”

Tata tertawa mendengar ucapan Andhika. Wanita itu sekali lagi pamit dan keluar dari kamar Fauzan. Bertepatan dengan Tata yang membuka pintu, Dani dan Farid nongol seraya menenteng plastik putih berisi beberapa camilan. 

“Halo, tante,” sapa Dani dan Farid berbarengan.

“Iya, halo,” balas Tata tersenyum dan langsung keluar menuju tangga untuk ke lantai satu.

Farid dan Dani masuk ke dalam kamar Fauzan dan meletakkan dua kantong plastik di atas meja depan Andhika.

“Lo udah nggak apa-apa?” tanya Dani setelah melihat dahi Andhika yang tertempel plester.

Andhika hanya mengangguk sebagai jawaban.

Fauzan melirikkan matanya ke arah Andhika. Sudah sejak kecelakaan itu terjadi, Fauzan merasakan keanehan pada diri Andhika. Seperti yang dikatakan oleh Mamanya, Tata, bahwa Andhika itu sangat jago sekali dalam soal mengendari. Entah itu motor atau mobil. Dan dari semenjak Andhika mengendarai motornya sendiri, sekalipun Andhika tidak pernah jatuh. Apalagi jatuhnya hanya karena tidak fokus pada jalanan.

Terlebih, melihat reaksi Andhika yang tidak mengeluarkan suara apapun dari mulutnya ketika mereka mengalami kecelakaan. Fauzan jadi bingung sendiri. Mengapa teman kecilnya itu menjadi aneh? Padahal Fauzan saja sampai panik melihat Andhika yang berdarah. Tapi Andhika sendiri justru seperti orang yang nyawanya tiba-tiba saja menghilang. Setidaknya itulah yang dipikirkan Fauzan.

Sementara itu, Dani sudah mengetahui kejadian bagaimana Andhika bisa jatuh. Meskipun Fauzan hanya menceritakan jika Andhika ketika ingin memutar balik arah, tidak melihat ada mobil yang melaju ke arahnya, sehingga membuatnya refleks memutar stang dan menabrak trotoar. Dia tidak menceritakan tentang Andhika yang tiba-tiba bertingkah aneh. Tapi, Dani sudah menebak. Sudah dikatakan bukan, jika Dani adalah orang yang sangat peka di antara mereka berempat. Jadi dia bisa tahu jika Andhika memang bersikap aneh. 

“Eh, gabut dah. Main PS, Zan,” kata Farid tiba-tiba. Membuat keheningan yang sempat tercipta di antara mereka terhenti.

“Noh, ambil aja di kolong kasur,” jawab Fauzan yang kini telah mematikan ponsel dan duduk di samping Andhika.

“Lah, ngapa lo taro sini?” tanya Farid seraya mengambil kardus PS yang ada di kolong kasur Fauzan.

“Ada kaset PS adek gue. Gue minjem, tapi nggak dibolehin sama dia. Jadi gue ambil aja, dan gue sembunyiin di situ.”

Andhika's Girlfriend [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang