14

210K 19.6K 1.4K
                                    

Jumat (20.22), 26 Juli 2019

----------------------------

Aku keluar dari lift dengan degup jantung yang masih sama kerasnya seperti saat keluar dari ruang kerja Pak Arvin. Sesekali kulirik sekitar dengan perasaan cemas dan takut, seolah-olah sewaktu-waktu Pak Arvin akan muncul menghadang jalanku.

Tanganku gemetar saat membuka pintu lalu masuk ke apartemenku. Setelah memastikan pintu tertutup rapat, aku bergegas menuju sofa tempat si hantu yang semula berbaring langsung merubah posisi menjadi duduk begitu melihatku.

"Ada apa lagi?" tanyanya.

"Arvin Radhika." Aku menyebut nama itu seraya duduk di sampingnya, berharap dia ingat sesuatu.

Dia menatapku bingung.

"Kau tidak ingat nama itu?" desakku.

Dia menggeleng. "Apa seharusnya aku ingat?"

Lagi-lagi kuabaikan pertanyaannya. "Lalu pemilik gedung ini? Apa kau pernah bertemu dengannya?"

"Aku tidak pernah keluar dari sini. Hanya para penyewa yang pernah kutemui."

Aku berdiri lalu menggigiti kuku jariku dengan cemas. "Aku merasa itu tubuhmu. Dia mencuri tubuhmu." Saat kukatakan dengan lantang dugaan mengerikan itu, tubuhku semakin gemetar ketakutan.

"Fira, aku masih tidak mengerti," ucapnya lembut seraya memegang tanganku lalu menarikku kembali duduk di sampingnya.

"Apa kau tidak bisa membaca apa yang kupikirkan?"

"Tidak. Pikiranmu seperti berkabut."

Kupejamkan mata sejenak seraya mengatur napas sebelum kembali menatap mata hitamnya. "Ternyata pemilik gedung adalah orang yang mirip denganmu. Orang yang kulihat di lobby dan toko buku. Namanya Arvin Radhika. Awal masuk ke penthouse itu dan bertemu dengannya, aku masih berpikir dia kembaranmu. Tapi saat dia mendesakku untuk pindah dari sini dengan alasan ada hantu jahat yang suka mencuri tubuh, seketika pikiranku berubah. Aku yakin dia bukan kembaranmu. Tapi hantu jahat yang mencuri tubuhmu dan membuatmu terjebak di sini sementara dia bisa berkeliaran bebas."

Dia terdiam mendengarkan. Bukan hanya perkataanku, tapi dia juga tampak tengah mendengarkan pikiranku. Dengan sengaja aku berkonsentrasi memikirkan kembali semua kejadian sejak aku masuk ke penthouse Arvin hingga akhirnya keluar dari sana dengan perasaan takut.

"Apa kau masih tidak ingat apapun?" desakku lagi, berharap kali ini dia mengingat sesuatu. Apapun. Yang bisa memberi kami petunjuk.

Dia menggeleng pelan lalu meraih kedua tanganku ke dalam genggaman hangatnya. "Bagaimana kalau dia benar? Bahwa aku hantu jahat yang suka mencuri tubuh manusia? Bukankah itu artinya kau benar-benar harus pergi?"

"Tidak!" seruku tegas. "Aku yakin sekali memang dia hantunya. Aku sama sekali tidak takut berada di dekatmu, bahkan saat kau mengancamku dengan pisau melayang di depan wajahku sekalipun. Tapi di dekatnya—ah, tidak. Bahkan hanya berada satu ruangan dengannya, seluruh tubuhku merinding. Aku ketakutan."

Dia tak mengatakan apapun. Seolah ingin menyangkal dugaanku namun memilih menahan diri.

"Ya, aku yakin Arvin Radhika adalah namamu yang sebenarnya. Tapi bagaimana kita tahu cara mengembalikan dirimu kalau kau tidak ingat apapun?"

Sebelum dia menanggapi pertanyaanku, tiba-tiba terdengar ketukan di pintu. Mungkin karena masih dikuasai rasa takut, refleks aku terlonjak dan rasa takut kembali menjalari tiap pori-pori tubuhku.

Remasan lembut di tanganku membuatku kembali menoleh pada si hantu yang sekarang kuyakin bernama Arvin.

"Jangan terlalu yakin dulu sebelum aku ingat sesuatu atau kita punya bukti yang membenarkan bahwa aku bernama Arvin. Dan orang yang mengetuk pintu itu mungkin hanya tetangga atau suruhan pemilik gedung yang ingin segera tahu keputusanmu untuk pindah atau tidak. Kau belum memberikan jawaban pasti, kan?"

My Ghost (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang