Reno melirik Agmi diam-diam sampai kadang nyetirnya jadi nggak konsen. Dia nggak nyangka sih Agmi bisa secantik ini kalau dandan. Padahal dia biasanya kucel banget pas nongkrong di IGD.
"Ada sesuatu di wajah saya?" tanya Agmi.
Reno jadi tengsin deh. Ketahuan ngelihatin dia.
"Nggak, kamu cantik."
Astaga ... Dasar internasional playboy. Dia bisa banget ngomong hal yang bikin malu begitu dengan santuy. Agmi mengelus dadanya untuk mengusir rasa deg-degan. Dia nggak boleh terpikat hanya karena gombalan murahan begini.
"Harusnya kamu dandan begini tiap hari. Pasti bakal banyak yang naskir kamu," senyum Reno.
"Buat apa bikin orang-orang naksir saya? Kalau mereka bakal ngasih saya duit sih nggak apa. Cantik begini tuh butuh modal," dalih Agmi.
"Aku kan kasih kamu modal," kata Reno. "Nanti kamu harus sering-sering dandan begini yak. Aku mau lihat istri yang cantik."
Agmi melengos aja. Duh, ini Dokter internasional playboy bener-bener sulit dilawan.
"Kamu masih pakai bahasa formal lho, Agmi," tuding Reno. "Nanti di arisan kamu nggak boleh begitu. Inget! Panggil aku, 'Mas Reno!'"
Agmi menghela napas. "Ok, Mas Reno," dia akhirnya dengan susah payah.
Reno tergelak melihat raut wajah Agmi yang tegang banget. "Kamu kayak orang kebelet boker aja. Santuy, Mi, santuy."
"Susah, saya nggak bisa santai. Keluarga Dokter itu semuanya Dokter kan profesinya dan mereka kalangan high class," desah Agmi.
Reno berpikir sejenak. Jadi karena itu Agmi tegang ya. Yah, bener juga sih. Keluarga besarnya itu kadang emang menyusahkan.
"Kalau kamu mau, kamu boleh nempel sama aku terus," kata Reno.
Agmi terdiam. Nempel sama Reno terus. Hm, kayaknya itu ide yang bagus sih. Tapi canggung nggak mereka nanti?
"Ada beberapa orang yang nggak perlu kamu tanggapin omongannya. Terutama gengnya Bulik Endang. Dia itu predator. Kalau dia ngelihat kelemahan kamu pasti langsung dighibahin di depan muka sendiri. Bulik dan budheku yang lain sih baik. Tapi mereka kadang gampang terpengaruh. Jadi jauhin aja Bulik Endang. Yang paling enak diajak ngobrol itu keluarganya Om Sarwono."
Agmi mengangguk-angguk mendengar penjelasan Reno. Prof Sarwono memang orang yang baik dan menyenangkan. Karena cukup sering ikut payung penelitiannya, Agmi jadi kenal cukup dekat dengan beliau.
"Tante Amel, istrinya Om Sarwono itu baik banget. Dia nggak memandang orang dari status sosialnya. Nurani sama Cinta, anaknya Om Sarwono. Dua sepupuku itu juga asyik. Rangga suaminya Cinta, dia rada killer, tapi kalau kamu bisa nemu topik pembicaraan yang pas, dia enak diajak diskusi. Kamu pasti kenal sama orang-orang ini, kan? Soalnya mereka juga kerja di rumah sakit kita."
Agmi melenggut lagi. Bidan Cinta itu Bidan yang ceria dan woles. Rada kontra sama suami dia, Dokter Rangga yang galak dan teoritis. Kalau Dokter Nurani tuh ramah dan murah senyum. Kalau Dokter Amel juga kayaknya baik, Agmi cuman pernah ketemu dia sekali sih pas ikut operasi sesar beberapa waktu lalu.
"Dan sekali lagi jangan ngomong sama aku pakai bahasa formal!" tuding Reno.
"Baik, Dokter."
Reno jelas berdecak mendengar ucapan Agmi itu. "Baru juga dibilangin."
"O-oke, Mas Reno," revisi Agmi dengan tergagap. Sumpah dia belum biasa ngomong pakai bahasa santai begini sama residen.
Reno tersenyum puas. Dalam hatinya dia deg-degan juga sih. Di pesta nanti dia harus berhadapan dengan Arlin. Reno harus menunjukkan bahwa dia benar-benar mencintai Agmi, agar kakak iparnya itu menyerah mengejar dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terpaksa Menikahi Dokter (END)
Romance"Ayo kita nikah." Agmi terdiam sejenak. Sepertinya ada yang salah dengan pendengarannya. Apa mungkin karena dia kelaperan banget otaknya jadi agak geser ya? "Apa, Dok?" tanya Agmi akhirnya. "Ayo kita nikah," ulang Reno lagi dengan senyuman manis ban...