bu suci menghentikan langkahku. "salia, saya hampir lupa."
aku menoleh ke arah bu suci yang berada di depanku penuh tanda tanya.
"karena nilai kuis geografi minggu lalu kamu yang paling bagus, tolong kamu bawain kertas kuis di meja saya." aku mencerna kalimat bu suci sebentar sebelum akhirnya mengganguk.
"tolong ya, saya mau ngajar anak kelas sepuluh," pinta bu suci lagi lalu bergegas menuruni tangga di persimpangan.
"ciee, nilainya paling bagus," celetuk caca ketika kami berjalan menaiki tangga menuju ruang guru yang otomatis juga menuju koridor kelas duabelas.
aku memutar bola mataku. "percaya deh, bu suci sarkas orangnya."
caca hanya nyengir.
kami tersenyum kepada beberapa kakak kelas sebelum akhirnya kami sampai ke ruang guru.
"gue tunggu di sini aja." caca sudah duduk di sofa dekat pintu masuk, tempat ter-pw di ruang guru.
aku berdecak lalu pergi ke ujung ruangan di mana meja guru ips berada setelah bertanya kepada guru matematika yang kebetulan berada di dekat sofa.
mencari tanda-tanda meja bu suci, akupun celingukan.
ada gilang.
kak gilang.
aku menelan ludah.
"ini tugas yang tadi, pak." terdengar suara kak gilang untuk yang pertama kalinya. bulu kudukku meremang.
hebat, akhirnya aku tau suara kak gilang.
aku melirik kak gilang dengan sudut mataku dan ternyata kak gilang sedang memperhatikanku balik.
aku membuang pandangan. kembali mencari meja bu suci.
meja bu suci ternyata gampang dikenali karena terdapat selipan potret dirinya di antara meja kayu dan kaca diatasnya.
"mana tugas yang lain?" aksen pak beta --guru sejarah-- yang khas ditangkap oleh indra pendengaranku.
aku melirik kearah kak gilang lagi sambil mencari kertas kuis.
jantungku hampir loncat ketika pandangan kak gilang masih kearahku.
aku menoleh kearahnya terang-terangan --mengabaikan tujuanku sesaat-- mencoba membuatnya mengalihkan pandang.
tapi, lima detik berlalu dan dia masih terus menatapku.
mataku berair. kelamaan menatap kak gilang efeknya gini amat.
"masih pada ngerjain, pak."
aku mengabaikannya, mengalihkan pandang ke meja bu suci walaupun suara kak gilang lebih menarik.
setelah beberapa detik memperhatikan dan membolak-balik buku dan kertas, aku akhirnya menemukan satu tumpuk kertas robekan buku tulis bertuliskan kelasku.
niat awalnya, aku ingin mengeceknya di sana, tetapi tatapan kak gilang membuatku buru-buru ingin kabur.
salim dengan pak beta sebentar, akupun segera ngacir dan menghampiri caca yang sedang berngantuk-ngantuk ria di sofa tadi.
"udah?" caca menguap. "yuk."
sebelum keluar, aku menoleh sebentar ke arah meja pak beta dari jauh.
dan kak gilang masih menatapku.
=
a/n: gilang jadi creepy abis.
oke, berhubung sas dalam mode 'sangat sibuk' dengan segala urusan di sekolah karena sas udah ada di tingkat akhir, sas minta maaf sebesar-besarnya karena sal & her fortunity (mari kita singkat jadi s&hf) dan akun ini udah nggak aktif selama 2 minggu. maafff banget.
tapi, makasih buat kamu yang masih menunggu cerita ini walaupun sas udah ilang ke luar angkasa ☺💚
-sassy who 🤔
KAMU SEDANG MEMBACA
sal & her fortunity
Short Story"bentar sal, sepuluh menit lagi nih." fazri memang selalu lalai mengerjakan tugasnya sebagai anak sulung. maka dari itu, ketika pulang sekolah terang benderang, aku biasanya naik angkot yang sedang ngetem di depan sekolah atau naik ojek online. tapi...