[AG] - Four

2.3K 118 15
                                    


Mulmed: Nanda Adventy

°°°

Andhika memasuki kelasnya bertepatan dengan Veli yang juga ingin keluar dari kelas. Untung lah mereka tidak tabrakan seperti seperti tadi pagi, jika iya mungkin sekarang ini proyektor yang dibawa oleh Andhika akan hancur berantakan.

"Loh, baru aja gue mau ke bawah nganterin nih handuk ke lo," kata Veli seraya menunjukkan handuk putih di tangannya.

Andhika memutar bola matanya. "Telat. Lo lama sih."

"Yeee, kan tadi gue makan dulu." Veli memperhatikan Andhika yang berjalan melaluinya dan berhenti di meja guru. Cowok itu meletakan proyektor di atas meja, dan mulai mengutak-atik untuk menyalakan proyektor itu seperti yang diucapkan oleh Bu Nina.

Tiba-tiba Andhika merasakan hawa panas langsung menyelimuti tubuhnya begitu dia berusaha untuk menyalakan proyektor tersebut. Mungkin disebabkan karena AC di kelas Andhika mati, ditambah dengan cowok itu habis menjalani hukuman dari Pak Bambang yang membuatnya harus bermandikan keringat.

Kini buliran peluh sebesar biji jagung mulai membanjiri wajah Andhika. Beberapa kali cowok itu menghapusnya dengan menggunakan lengan kemeja yang digunakannya. Rambut cokelat miliknya yang menempel di dahi juga ikut basah.

Andhika berdecak ketika buliran keringat itu menetes di atas proyektor. Jika proyektor itu terkena tetesan keringat Andhika terus-menerus, bisa-bisa proyektor itu tidak akan bisa dinyalakan. Cowok itu lalu menolehkan kepalanya ke belakang, dimana kini Veli tengah berbicara dengan temannya yang duduk di paling depan. Dia pun memanggil Veli untuk mendekat ke arahnya.

"Kenapa?" tanya Veli seraya menautkan kedua alisnya.

"Tolong dong, elapin keringet gue. Dari tadi netes mulu ke proyektor. Bisa-bisa nih proyektor mati kena keringet gue," kata Andhika dengan sesekali mengusap peluhnya dengan tangan.

"Idih, kenapa lo nyuruh gue. Lo kan punya tangan. Nih ah elap sendiri." Veli mengasongkan handuk putih milik Andhika kepada pemiliknya.

"Elah dah Vel, lo nggak liat gue lagi apa? Ribet nih. Udah cepet elapin keringet gue," balas Andhika masih sibuk mengutak-atik proyektor itu.

Veli mendengus. Dia lalu dengan perasaan dongkol karena terus-terusan disuruh oleh Andhika, akhirnya mulai mengusap keringat di dahi Andhika dengan handuk putih itu.

"Nih di pipi gue," ujar Andhika dengan menunjukkan pipinya pada Veli yang juga terdapat aliran keringat itu.

Veli berdecak, cewek itu mengelap peluh tersebut di pipi Andhika.

"Yang bener dong, ini gue masih ngerasa ada yang ngalir di jidat gue."

Astaga. Sungguh Veli merasa kesal dengan sikap Andhika yang terus seenaknya padanya. Namun di balik kekesalannya itu, Veli menyiman senyum di bibirnya. Bahkan degup jantungnya terus berdetak kencang, kala melihat wajah Andhika yang dibanjiri oleh peluh, menambah ketampanannya berkali-kali lipat. Berlebihan memang, tapi itulah yang dirasakan oleh Veli. Apalagi kini jarak antara dirinya dengan Andhika begitu dekat, hingga Veli dapat mencium aroma keringat yang bercampur parfum maskulin dari tubuh cowok itu.

Duh, kenapa sih lo selalu aja bikin gue deg-degan gini? Batin Veli dengan tersenyum gemas.

"Eh, udah kali woy. Mau sampai kapan lo ngelapin muka gue?" Suara Andhika tiba-tiba saja membuat cewek di sebelahnya itu langsung tersentak. Veli menatap Andhika yang tengah menatap dirinya dengan datar. Seakan tersadar, Veli segera menjauhkan handuk itu dari wajah Andhika.

Andhika's Girlfriend [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang