Ikal mengubah posisi terbaringnya menjadi duduk dan diliriknya beker yang tergeletak di atas nakas di samping ranjang. Pukul satu malam. Ah, sudah waktunya untuk pulang. Setiap kali Ikal mabuk, pria itu memang selalu mengunjungi apartemen miliknya hanya untuk menghilangkan efek alkohol sebelum memutuskan kembali ke mansion. Ikal tak ingin ambil resiko bilamana dirinya kedapatan mabuk oleh Sang Ayah. Kali ini Ikal juga tidak membawa wanita asing untuk menemaninya tidur.
Ikal beranjak, hendak ke kamar mandi ketika tiba-tiba saja ponsel yang ia taruh di atas ranjang menyala.
Panggilan dari Wira Lingkasa.
Keningnya berkerut heran. Dengan malas diraihnya benda pipih tersebut dan digesernya ikon hijau tanpa minat.
"Hallo, Pah?"
"Bagus!" di seberang sana, Wira terdengar membentaknya. "Papah udah teleponin kamu dari tadi, tapi baru diangkat!"
Ikal mengumpat di batin dan berusaha menahan diri tidak membalas Wira dengan intonasi tinggi. "Ikal pakai mode silent, jadi gak kedengaran."
"Papah mau kamu pulang sekarang!"
Ikal berdecak kesal.
"Ikal Lingkasa!"
Ikal mematikan panggilan itu dan menaruh kembali ponselnya. Berdebat dengan Wira tidak ada gunanya. Sebab Sang Ayah punya seribu cara untuk selalu menang. Dan karena perintah Sang Ayah yang tak bisa ditentang, Ikal bergegas meraih kunci mobil yang berada di atas nakas.
***
Dugh!
Tubuh Ikal terhempas ke belakang hingga pinggulnya menabrak keras ujung bufet yang terbuat dari jati. Guci antik yang berada di bufet pun tak urungnya meluncur ke bawah dan pecah berkeping-keping akibat tak sengaja kesenggol tangan kiri Ikal.
Ikal meringis merasakan sakit dan nyeri di pinggulnya sambil menatap bingung Sang Ayah, yang entah kenapa tiba-tiba saja menghajarnya padahal dia baru tiba di mansion. Yang lebih mengherankan lagi, ternyata Wira sedari tadi menunggu kepulangannya di ruang tamu.
Tak ada siapa pun selain mereka di ruangan ini. Semua penghuni nampaknya sudah tidur.
"Dasar anak berandal!" bahkan Wira memakinya. Ikal berusaha menegakkan badan kembali. Ia usapi bibirnya yang mengeluarkan percikan darah. Maniknya menyorot heran Sang Ayah saat lelaki paruh baya itu memangkas jarak di antara mereka.
Bugh!
Tidak siap menerima bogeman dari Ayahnya lagi, tubuh Ikal yang sudah limbung akhirnya terjatuh ke lantai. Sikunya yang tak sengaja menekan pecahan guci tak ayalnya robek hingga mengeluarkan darah. Belum juga menstabilkan napasnya yang tak teratur, Wira memaksanya bangkit dengan menarik kasar kaos hitam yang sedang digunakan putranya itu.
"Apa sih bakat kamu selain membuat Papah marah, hah?! Papah dengar kamu terlibat perkelahian dengan Rino di sekolah! Kamu juga merundung Jilan, apa itu benar?"
Alis Ikal saling bertaut.
"Papah tau dari mana?"
"Persetan Papah tau dari mana! Yang jelas, sekali lagi kamu gak bisa menjaga sikap selama di sekolah, Papah akan cabut semua fasilitas yang udah Papah kasih ke kamu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
HIRAETH
RomanceIkal Lingkasa sangat membenci Han Jilan. Gadis itu telah menjadi duri di dalam hubungannya dengan Sang kekasih. Mereka menikah karena perjodohan yang dilakukan orang tuanya. Kebencian Ikal yang mendalam kepada Jilan, membuat pria itu selalu bersikap...